Membersamai KH Ahmad Zen, Mengokohkan Komitmen untuk Dakwah, Melawan Kezaliman PDI Perjuangan
Kamis, 4 Agustus 2022
Faktakini.info
*MEMBERSAMAI KH AHMAD ZEN, MENGOKOHKAN KOMITMEN UNTUK DAKWAH, MELAWAN KEZALIMAN PDI PERJUANGAN*
Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat, Ketua Umum KPAU
Baru Senin yang lalu (1/8), PDI Perjuangan Jawa Barat melalui Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) dan Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) melaporkan KH Ahmad Zaenuddin atau KH Ahmad Zen. Keesokan harinya (Selasa, 2/8), Pondok Pesantren Al Husna yang dikelola KH Ahmad Zen di Cikampek, didatangi sejumlah orang yang mengaku sebagai petugas dari Polres Karawang.
Meskipun bukan dalam konteks melakukan penangkapan, namun respons cepat ini menimbulkan kecurigaan. Hebat benar laporan PDIP Jabar yang langsung direspons petugas ke pondok pesantren KH Ahmad Zen ?
Rabu (3/8), kami bersama sejumlah Ulama Karawang dan Jawa Barat, baru mengirimkan Surat Permohonan Audiensi ke Polres Karawang dan Polda Jabar. Namun ternyata Badan Bantuan Hukum PDIP DKI Jakarta juga kembali melaporkan KH Ahmad Zaenudin. Laporan dibuat oleh Kepala Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat PDIP DKI Jakarta, Marthin Pasaribu, dengan nomor LP/B/3980/VII/2022/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 3 Agustus 2022.
Luar biasa, PDIP Jabar maupun PDIP DKI Jakarta melalui Organisasi Sayap mereka (BBHAR & Barmusi) begitu bersemangat mau memenjarakan Ulama. PDIP sewot ada Ulama yang mengkritik Soekarno, marah Soekarno disebut pengkhianat. Tapi selama ini, PDIP justru bungkam ketika terjadi pelecehan terhadap sosok mulia, Baginda Nabi Muhammad SAW.
Namun hal itu tidak membuat gentar KH Ahmad Zen. Beliau bertanggungjawab soal Pancasila bukan buatan Ulama, Pancasila adalah produk pengkhianatan Soekarno.
Sebagaimana kabar sejarah sampai kepada kita, saat Mr. Kasman Singodimedjo diminta Soekarno melunakkan hati Ki Bagus Hadikusumo (Ketua PP Muhammadiyah saat itu) untuk menerima penghapusan 7 kata penting dalam Piagam Jakarta, *'dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya'.* Kemudian Soekarno berjanji, 7 kata tersebut akan kembali dibahas 6 bulan kemudian.
Di kemudian hari, diduga karena kerap menagih janji itu pada Soekarno, Mr. Kasman Singodimedjo masuk bui dengan tuduhan subversif. Dikisahkan pula Mr Kasman selalu menangis bila mengingat peran beliau untuk melunakkan hati Ki Bagus Hadikusumo. Beliau sangat menyesal terkait hal ini.
Dan peristiwa itu berdampak pada umat Islam yang mayoritas di negeri ini, yang tak memiliki kebebasan yang layak untuk menerapkan syariah Islam walau hanya sekedar untuk pemeluknya sendiri. Perasaan "dikhianati" seperti yang dirasakan Mr Kasman Singodimedjo maupun Ki Bagus Hadikusumo, juga dirasakan oleh umat Islam hingga saat ini.
Pancasila 18 Agustus 1945 adalah produk pengkhianatan. Para Ulama pendiri bangsa, hanya bersepakat pada penerapan Syariat Islam sebagaimana termaktub dalam Piagam Jakarta, 22 Juni 1945.
Saat ini, PDIP justru begitu ngotot ingin mengadopsi Pancasila 1 Juni 1945 yang merupakan ide Soekarno, untuk memeras Pancasila menjadi Tri Sila dan Ekasila kedalam norma RUU HIP. Dalam visi misi PDIP, mereka tegas mengadopsi Pancasila ala Soekarno, bukan versi 18 Agustus 1945 apalagi merujuk pada kesepakatan Piagam Jakarta.
Bahkan, PDIP begitu ngotot ingin agar ajaran Islam Khilafah disejajarkan dengan Komunisme, dan dilarang dalam norma RUU HIP.
_“PDI Perjuangan setuju penegasan larangan terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, seperti marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, radikalisme, serta bentuk khilafahisme, ditambahkan dalam Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila”_
Demikian, tegas Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangan tertulis, Ahad, 14 Juni 2020 yang lalu.
Kalau PDIP ingin memeras Pancasila menjadi Tri Sila hingga Eka Sila. Silahkan saja, asal menggunakan cara konstitusional. Namun, konsekuensinya mengubah Pancasila. Bukankah, itu bisa dijadikan dasar untuk membubarkan PDIP ?
Apalagi, banyak kader PDIP kena kasus korupsi. Negara berantakan, juga pada era kekuasaan PDIP. Harun Masiku yang kabur, adalah kader PDIP.
Nah, saat umat Islam inginkan Syariat Islam, menolak Pancasila yang hanya produk akal dan pengkhianatan Soekarno, kenapa PDIP menjadi sewot ? Semestinya, PDIP berdiskusi secara intelektual, dan kami umat Islam siap melayani. Bukan main lapor dan mengkriminalisasi ulama.
Kembali ke KH Ahmad Zen. Saat kami mengadakan persiapan pembelaan hukum di Ponpes Al Husna, beliau berpesan, kurang lebihnya demikian :
_"InsyaAllah, saya sudah siap lahir batin. Pondok dan para santri juga sudah dipersiapkan dengan berbagai kemungkinan. Keluarga juga sudah mendukung penuh"_
Dan tidak lama, tadi siang penulis mendapatkan tulisan dari KH Ahmad Zen, dalam tulisannya beliau sampaikan :
_"Bismillah saya ikhlas, sabar, ridho dan bersyukur menerimanya."_
_"Saya berdo'a kepada Allah ta'ala, semoga hal ini bisa menjadi sebab bertambah kuatnyanya keimanan dan keyakinan saya, bersatunya umat Islam dalam berjuang menghadapi musuh-musuh Islam baik dari kalangan kaum kafir maupun kaum munafik hingga dalam waktu dekat, Allah ta'ala membuktikan janjiNya dalam memenangkan Islam dan kaum muslimin."_
_"ALLAHU AKBAR !"_
MasyaAllah, kita semua tentu berkewajiban dan bertanggungjawab untuk membersamai KH Ahmad Zen melawan segala bentuk kezaliman. Kita semua, akan komitmen berada bersama KH Ahmad Zen untuk menghadapi laporan dari PDIP. [].