Audit Satgassus Merah Putih, untuk Mengembalikan Citra dan Kepercayaan Publik kepada Institusi Polri
Sabtu, 24 September 2022
Faktakini.info
*AUDIT SATGASUS MERAH PUTIH, UNTUK MENGEMBALIKAN CITRA DAN KEPERCAYAAN PUBLIK KEPADA INSTITUSI POLRI*
Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat, Tim Advokasi Peristiwa KM 50
Pada saat kami menyerahkan novum KM 50 ke Kapolri di Mabes Polri (20/9), kami juga meminta agar Kapolri melalukan audit atas Satgasus Merah Putih. Kami menduga kuat, ada hubungan Satgasus Merah Putih dengan peristiwa KM 50.
Permintaan audit itu sendiri didasarkan beberapa alasan, diantaranya :
*Pertama,* dalam poin 1 Surat Perintah No : Sprin/681/III/HUK.6.6/2019 dan No : Sprin/1246/V/HUK.6.6/2020, kepada personel Satgasus DIPERINTAHKAN untuk melaksanakan tugas pada Satuan Tugas Khusus Polri (Satgasus Polri/Merah Putih) dalam rangka penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang menjadi atensi pimpinan di Wilayah Indonesia dan Luar Negeri. Dikaitkan dengan dasar perintah pada konsideran setelah pertimbangan, maka penyelidikan dan penyidikan ini dilakukan pada perkara-perkara : Psikotropika, Narkotika, Korupsi, Pencucian Uang, dan ITE.
Artinya, Satgasus hanya melakukan tindakan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan atensi (perintah) pimpinan (Kapolri). Padahal, proses penyelidikan dan penyidikan harus tunduk pada KUHAP, bukan tunduk pada perintah atau atensi pimpinan (Kapolri).
Dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), dijelaskan :
_"Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini."_
Sementara itu, Pasal 1 angka 2 KUHAP menerangkan :
_"Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya."_
Jadi, proses penyelidikan dan penyidikan harus tunduk pada KUHAP, yaitu tunduk pada kondisi/keadaan objektif kasus hukumnya. Apabila ada peristiwa yang diduga ada tindak pidananya maka dapat dilakukan penyelidikan. Apabila penyelidikan ditemukan unsur pidananya (minimal dua alat bukti sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP), maka penyidikan dapat ditingkatkan menjadi penyidikan dengan menaikan status saksi menjadi tersangka berdasarkan dua alat bukti dimaksud.
*Kesimpulannya : Satgasus Merah Putih diduga telah mengangkangi KUHAP dalam menjalankan proses penyelidikan dan penyidikan, yang semestinya harus berdasarkan dua alat bukti namun menjadi bergeser tunduk pada atensi pimpinan.*
*Kedua,* ada dugaan telah terjadi penyalahgunaan wewenang Satgasus oleh Pimpinan Polri, dimana semestinya penyidik (Polri) melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan KUHAP yang tunduk pada dua alat bukti, namun menjadi bergeser, tunduk dan diambil alih pimpinan Polri.
Dugaaan penyalahgunaan wewenang ini bisa disalahgunakan untuk :
1. Alat politik rezim melalui atensi pimpinan Polri. Modus operandinya melalui dua cara :
Pertama, suatu kasus bisa jadi bukanlah perkara pidana, namun karena ada atensi pimpinan, perkara dipaksakan naik ke penyelidikan dan penyidikan. Dasarnya karena ada atensi pimpinan, yang dikehendaki penguasa untuk menekan partai, kelompok politik, gerakan ormas, atau individu tertentu yang berseberangan dengan rezim penguasa.
Sebenarnya kasusnya bukan pidana, tidak memenuhi unsur, namun karena ada atensi pimpinan yang dikehendaki penguasa untuk menekan partai, kelompok politik, gerakan ormas, atau individu tertentu yang berseberangan dengan rezim penguasa, maka kasus yang bukan pidana ini dipaksakan menjadi pidana (kriminalisasi).
Kasus HRS, Gus Nur, Ali Baharsyah, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, hingga kasus KM 50 diduga kuat terjadi karena modus ini.
Kedua, suatu kasus yang benar-benar memenuhi bisa unsur pidana, namun karena ada atensi pimpinan, perkara tidak dinaikan ke penyelidikan dan penyidikan. Dasarnya karena ada atensi pimpinan, yang dikehendaki penguasa untuk melindungi partai, kelompok politik, gerakan ormas, atau individu tertentu yang pro dengan rezim penguasa.
Berdasarkan dua modus operandi tersebut, maka wajar jika banyak aktivis dan ulama yang menjalankan aktivitas menyampaikan pendapat dan berdakwah yang dijamin konstitusi, dijadikan kasus pidana dengan dalih menyebar hoax, SARA, makar, pencemaran dan melanggar delik ITE.
Berdasarkan dua modus operandi tersebut juga wajar jika banyak koruptor, para buzzer, pemecah belah bangsa, para penoda agama (Abu Janda, Deny Siregar, Ade Armando, Eko Kuntadhi, dkk), kasusnya tidak pernah ditindak baik dengan pidana korupsi, pidana penodaan agama, menyebar hoax, SARA, pencemaran dan melanggar delik ITE.
Kasusnya benar-benar kejahatan, telah memenuhi unsur pidana, namun karena ada atensi pimpinan yang dikehendaki penguasa untuk melindungi partai, kelompok politik, gerakan ormas, atau individu tertentu yang pro rezim penguasa, maka kasus yang jelas-jelas pidana ini tidak ditindak oleh aparat polisi (diskriminasi).
Dua teknik ini digunakan baik dengan menekan kelompok oposisi dengan cara dikriminalisasi, melindungi kelompok pro rezim dengan menerapkan hukum secara diskriminasi, adalah konfirmasi adanya penyalahgunaan Satgasus Merah Putih (abuse of power).
2. Alat politik Pimpinan untuk mencari cuan (uang). Modus operandinya dilakukan dengan menginventarisasi sejumlah kejahatan ditengah masyarakat baik berupa kejahatan Psikotropika, Narkotika, Korupsi, Pencucian Uang, ITE, judi (baik online maupun offline). Setelah itu mereka dintindak untuk dua tujuan
Pertama, yang mau setor cuan, kasusnya diabaikan bahkan akan mendapatkan perlindungan dari aparat penegak hukum. Kasus mereka akan dijadikan 'ATM' oleh oknum pejabat Polri.
Kedua, yang tidak mau setor kasusnya dinaikan agar dapat menjadi 'prestasi' pejabat Polri dihadapan publik.
Bocornya dokumen Kaisar Sambo yang terlilit kasus 303 jelas memiliki hubungan dengan dugaan keterlibatan Satgasus. Mengingat, Sambo bukan hanya kepala divisi Propam Polri, melainkan juga Kepala Satgasus sejak tahun 2020.
Demikianlah alasan kami meminta Kapolri untuk melakukan audit Satgasus, karena diduga Satgasus disalahgunakan untuk kepentingan politik rezim yang juga terkait dengan KM 50. Satgasus diduga disalahgunakan untuk alat politik rezim melalui atensi pimpinan Polri, sekaligus disalahgunakan untuk alat politik pimpinan Polri guna kepentingan mencari cuan (uang). [].