Edy Mulyadi Bebas! Hanya Divonis 7 Bulan 15 Hari di PN Jakpus Kasus 'IKN Tempat Jin Buang Anak'
Senin, 12 September 2022
Faktakini.info, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Menjatuhkan penjara selama 7 bulan 15 hari kepada Edy Mulyadi dalam sidang vonis terkait kasus 'IKN tempat jin buang anak' di Ruang Muhammad Hatta Ali yang dimulai pukul 09.00 WIB, Senin (12/9/2022).
Karena masa penangkapan dan penahanan sebagaimana vonis, maka Edy Mulyadi yang merupakan wartawan senior FNN itu segera dikeluarkan dari tahanan.
Oleh Majelis Hakim Edy dinyatakan bersalah menyiarkan kabar yang tidak pasti.
"Mengadili, menyatakan, terdakwa Edy Mulyadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbuatan menyiarkan kabar yang tidak pasti atau tidak lengkap sedangkan ia mengerti setidak tidaknya patut menduga kabar demikian dapat menimbulkan keonaran di masyarakat," kata hakim ketua Adeng AK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (12/9).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yakni 7 bulan 15 hari" imbuhnya.
Hakim memerintahkan Edy segera dikeluarkan dari tahanan.
"Memerintahkan terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan," kata hakim.
Edy Mulyadi dinyatakan bersalah melanggar Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Dalam kasus ini, Edy Mulyadi dituntut 4 tahun penjara. Namun Hakim hanya memvonis 7 bulan 15 hari yang berarti jauh lebih rendah dari tuntutan JPU.
Sepanjang persidangan sebelumnya, Edy Mulyadi dan tim pengacaranya memang nampak unggul dan merajai.
Sebagai informasi Edy Mulyadi adalah anggota PWI Jaya. Ia teregistrasi dengan Nomor anggota 09.00.19895.21M, dan berlaku sampai 4 November 2023.
Menurut Tim pengacara, surat dakwaan JPU tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap karena itu surat dakwaan harus dibatalkan. Perbuatan Edy Mulyadi bukan termasuk tindak pidana melainkan termasuk ranah pekerjaan pers.
Dalam konteks kebebasan berbicara, maka dalam kapasitasnya sebagai seorang wartawan, apa yang disampaikan Edy Mulyadi dilindungi konstitusi dan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers).
Edy Mulyadi adalah anggota PWI Jaya, dan FNN terdaftar di Dewan Pers serta memiliki badan hukum resmi dari notaris. SIUPP dan SIT (Surat Izib Penerbitan Pers dan Surat Izin Terbit) tidak berlaku lagi sejak ada UU Nomor 40 Tahun 1999 tentag Pers.
Dalam UU Pers disebutkan bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Selain itu kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat dijamin dan dilindungi Pasal 28 UUD1945. Hal itu merupakan hak konstitusional setiap orang tanpa terkecuali seorang wartawan seperti Edy Mulyadi yang bekerja di lembaga pers bernama FNN.
Menurut Ahmad Yani, anggota tim pengacara EM, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, menyampaikan infomasi merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki sehingga kemerdekaan pers justru harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun dan bukan dikriminalisasi.
Adapun penggunaan Istilah “Jin Buang Anak” dalam forum tersebut adalah jenis gaya bahasa/majas perbandingan atau yang lebih dikenal sebagai gaya bahasa Litotes (lawan dari gaya bahasa Hiperbola) yaitu ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri untuk menarik perhatian pemirsa atau audien.
Sedangkan istilah ‘Jin Buang Anak’ sendiri merupakan istilah yang sudah popular sejak era tahun 1960 (dulu), yang mempunyai konotasi khususnya yang mengacu pada tempat-tempat yang jauh dan sepi. Sehingga jelas tidak ada unsur kesengajaan untuk menghina terhadap Ras, Suku maupun menimbulkan Ujaran Kebencian.
"Terlebih Terdakwa EM diundang sebagai nara sumber yang mana semua kata-kata atau kalimat yang secara spontan keluar bersumber dari pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan oleh pembawa acara, " jelas Ahmad Yani.
Tim pengacara Edy Mulyadi menyatakan bahwa dalam UUD 1945, dengan tegas Indonesia memberikan hak konstitusional kebebasan mengeluarkan pendapat kepada setiap Warga Negaranya.
Foto: Edy Mulyadi (Suara Surabaya)