Keren! Gubernur Anies Ubah Nama Kawasan Wisata Kota Tua Jadi Batavia
Ahad, 11 September 2022
Faktakini.info, Jakarta.- Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan terobosan cerdas dengan mengubah nama kawasan wisata Kota Tua kembali menjadi Batavia.
Anies menyebut pihaknya merancang ulang kawasan Kota Tua menjadi kota masa depan. Nama Batavia disebut dipilih karena mencerminkan masa lalu, tapi dirancang dan dikemas sebagai kota modern masa depan.
"Kota ini kawasan ini disebut Kota Tua, tapi kita rancang ulang sehingga Kota Tua ini menjadi kota masa depan, namanya Batavia mencerminkan masa lalu, tapi konsepnya mencerminkan kota modern masa depan. Itu yang sedang dibangun di tempat ini," kata Anies dalam sambutannya di acara pembukaan kembali kawasan Kota Tua dan Groundbreaking CP202 MRT, di Kota Tua, Jakarta Barat, Sabtu (10/9/2022).
Batavia sendiri diketahui merupakan nama asli dari kawasan Kota Tua Jakarta. Anies mengatakan saat ini kawasan tersebut telah kembali dibuka.
"Jadi ini adalah pembukaan kembali kawasan Kota Tua Jakarta. Kawasan Kota Tua ini kita namai kawasan Batavia sebagaimana nama aslinya dulu. Ini adalah Batavia," tuturnya.
Lebih lanjut, Anies menyebut kawasan Kota Tua yang telah direvitalisasi menjadi jalur pedestrian akan memberikan banyak ruang bagi pejalan kaki. Dia berharap masyarakat dapat merasakan perjalanan lintas waktu saat berkunjung ke Kota Tua.
"Di sisi lain kita juga menyaksikan dengan dibangun sebagai kawasan pejalan kaki yang luas sekali dan dengan jalur sepeda nantinya kita berharap warga datang ke sini bisa menikmati perjalanan kota ini lintas waktu," katanya.
"Hampir 400 tahun keberadaan tempat ini, bangunan-bangunannya berusia cukup panjang, jadi perjalanan ke sini adalah sebuah perjalanan merasakan masa lalu tetapi konsepnya konsep yang modern," imbuhnya
Asal-usul nama Batavia sendiri merupakan nama yang diambil dari suku di Belanda.
Dikutip dari laman resmi Perpustakaan Nasional, Batavia atau Batauia adalah nama yang diberikan oleh orang Belanda kepada koloni dagang yang sekarang tumbuh menjadi Jakarta. Batavia didirikan di pelabuhan bernama Jayakarta yang direbut dari kekuasaan Kesultanan Banten. Sebelum dikuasai Banten, bandar ini dikenal sebagai Kalapa atau Sunda Kalapa dan merupakan salah satu titik perdagangan Kerajaan Sunda.
Dari kota pelabuhan inilah VOC mengendalikan perdagangan dan kekuasaan militer dan politiknya di wilayah Nusantara. Nama Batavia dipakai sejak sekitar 1621 sampai 1942, ketika Hindia-Belanda jatuh ke tangan Jepang.
Nama Batavia diambil dari nama suku. Batavia adalah sebuah suku Germanik yang bermukim di tepi sungai Rhein pada zaman Kekaisaran Romawi. Bangsa Belanda dan sebagian bangsa Jerman adalah keturunan dari suku ini.
Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar tiang tinggi yang cukup besar buatan Belanda (VOC), dibuat pada 29 Oktober 1628, dinakhodai oleh Kapten Adriaan Jakobsz. Tidak jelas sejarahnya, entah nama kapal tersebut yang merupakan awal dari nama Batavia atau bahkan sebaliknya, pihak VOC yang menggunakan nama Batavia untuk menamai kapalnya.
Kapal tersebut akhirnya kandas di pesisir Beacon Island, Australia Barat. Seluruh awaknya yang berjumlah 268 orang berlayar dengan perahu sekoci darurat menuju kota Batavia ini.
Pieter Both, yang menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama, lebih memilih Jayakarta sebagai basis administrasi dan perdagangan VOC daripada pelabuhan Banten, karena pada waktu itu di Banten telah banyak kantor pusat perdagangan orang-orang Eropa lain seperti Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris, sedangkan Jayakarta masih merupakan pelabuhan kecil.
Pada 1611, VOC mendapat izin membangun satu rumah kayu dengan fondasi batu di Jayakarta, sebagai kantor dagang. Kemudian mereka menyewa lahan sekitar 1,5 hektare di dekat muara di tepi bagian timur Sungai Ciliwung, yang menjadi kompleks perkantoran, gudang dan tempat tinggal orang Belanda, serta bangunan utamanya dinamakan Nassau Huis.
Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal (1618-1623), ia mendirikan lagi bangunan serupa Nassau Huis yang dinamakan Mauritius Huis, dan membangun tembok batu yang tinggi, di mana ditempatkan beberapa meriam. Tak lama kemudian, ia membangun lagi tembok setinggi 7 meter yang mengelilingi area yang mereka sewa, sehingga kini benar-benar merupakan satu benteng yang kokoh dan mulai mempersiapkan untuk menguasai Jayakarta.
Dari basis benteng ini, pada 30 Mei 1619 Belanda menyerang Jayakarta, yang memberi mereka izin untuk berdagang, dan membumihanguskan keraton serta hampir seluruh pemukiman penduduk. Berawal hanya dari bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda menguasai seluruh kota. Semula Coen ingin menamakan kota ini sebagai Nieuwe Hollandia, tapi De Heeren Seventien di Belanda memutuskan menamakan kota ini menjadi Batavia untuk mengenang bangsa Batavieren.
Jan Pieterszoon Coen menggunakan semboyan hidupnya 'Dispereert niet, ontziet uw vijanden niet, want God is met ons' menjadi semboyan atau moto kota Batavia, singkatnya 'Dispereert niet' yang berarti 'jangan putus asa'.
Pemerintahan Indonesia kemudian mengganti namanya menjadi Jakarta, yang merupakan kependekan dari Jayakarta. Pada 1950, kemudian diganti lagi menjadi Kota Praja Jakarta.
Lewat keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/1956, HUT Jakarta ditetapkan pada 22 Juni yang merujuk pada kemenangan Fatahillah atas Sunda Kelapa. Kemudian melalui PP no 2 Tahun 1961 jo UU No. 2 PNPS 1961, dibentuklah pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sekaligus menetapkan nama wilayah tersebut hingga kini.
Sumber: detik.com