Pasutri Penginjak Al-Qur'an di Sukabumi Divonis 4 Tahun Penjara

 





Rabu, 21 September 2022

Faktakini.info, Jakarta - Sepasang suami istri Cep Dika Eka (25) dan Silfi Latifah (24) divonis hakim dengan hukuman penjara 4 tahun. Keduanya merupakan terdakwa kasus penginjak Al-Qur'an dan menantang umat Islam di Sukabumi.

Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Sukabumi, Achmad Tri Nugraha mengatakan, kedua terdakwa terbukti melanggar Pasal 28 UU ITE dan Pasal 156 (a) KUHP junto pasal 55. Putusan atas hukuman tersebut pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp100 juta subsider empat bulan kurungan.

"Ya, telah dilaksanakan putusan kedua terdakwa kasus penistaan agama dan UU ITE. Keduanya sama divonis empat tahun penjara, dan denda Rp 100 juta subsider empat bulan kurungan," kata Tri saat ditemui di Kejaksaan Negeri Kota Sukabumi, Selasa (20/9/2022).

Dia mengatakan, hasil putusan tersebut berbeda dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Awalnya, JPU menuntut terdakwa dengan hukuman 4 tahun 6 bulan.

"Kami tuntut empat tahun dan enam bulan, tapi hasil putusannya empat tahun," ujarnya.

Kemudian, kedua pihak memutuskan untuk mempertimbangkan sikap ke depan selama tujuh hari. "Untuk putusan diberikan sikap kepada terdakwa, dan terdakwa bilang pikir-pikir selama tujuh hari, dan kita pun pikir-pikir," sambungnya.

Apabila selama tujuh hari ke depan kedua terdakwa tidak mengambil sikap banding dan menerima putusan tersebut maka JPU pun memutuskan untuk menerima putusan hakim.

"Karena tuntutan kami empat tahun enam bulan, dan tidak di bawah dua pertiga, pengurangannya cuman enam bulan, jadi terdakwa menerima kami juga menerima," katanya.

Terpisah, Kuasa Hukum terdakwa, Muhammad Saleh Arief mengatakan, pertimbangan antara menerima putusan dan mengajukan banding akan dibicarakan dengan pihak keluarga. Hingga saat ini belum ada langkah yang akan diambil, namun ia berpandangan akan mengajukan banding.

"Kalau dari kacamata saya, ya saya mengikuti apa keinginan orang tua dari terdakwa. Mau dia banding ya banding. Sampai sejauh ini, satu hari setelah putusan itu saya belum dapat jawaban karena kan pikir-pikir tujuh hari. Kalau dari kacamata saya, itu harus diajukan banding," kata Saleh.

Alasannya mengusulkan untuk banding, kata dia, hakim dinilai telah mengabaikan tempat kejadian perkara (TKP) yang tidak terbukti di persidangan.

"Itu tidak terjadi di sana, dan itu sudah dibantah oleh saksi pemilik kost. Kemudian yang kedua, memang ada pembuatan tapi proses perkara ini tadi, itu tidak sempurna," ujarnya.

"Barang bukti berupa Al-Qur'an dan karpet itu tidak ada upaya usaha hakim untuk mempertanyakan itu kepada jaksa. Proses itu (seharusnya) disempurnakan, tidak cukup dengan surat berita acara pencarian barang," katanya.

Sebelumnya, Ahli agama dihadirkan jaksa saat sidang lanjutan kasus pasangan suami istri (pasutri) Sukabumi penginjak Al-Qur'an. Ulah pasutri Cep Dika Eka (25) dan Silfi (24) itu dianggap perbuatan murtad.

Ahli Agama KH Apep Saefullah yang juga Ketua MUI Kota Sukabumi bidang Fatwa dan Hukum Perundang-undangan itu menilai bahwa yang dilakukan kedua terdakwa hukumnya haram dan telah keluar dari ajaran Islam.

"Hukumnya haram dan bisa jatuh kepada murtad karena perbuatan yang melecehkan Al-Qur'an sebagai pedoman dan kalam Allah sehingga tidak bisa dipisahkan dan jatuhlah hukum murtad (keluar dari Islam)," kata Apep di ruang sidang Kartika PN Sukabumi.

"Bukan saja tidak percaya (Islam) tapi melecehkan itu. Bisa murtad ketika dia meyakini," sambungnya.

Lebih lanjut, dikatakan murtad karena terlihat dari video yang beredar dengan menginjak Al-Qur'an. Maka, kata dia, terdakwa masuk kategori murtad fi'li. Dia juga menyebutkan beberapa sumber ajaran Islam salah satunya hadist yang menerangkan tentang penghinaan terhadap Allah (Al-Qur'an).

"Ada dalilnya, referensi hukum Islam itu ada 4, Al quran, Hadist, Ijma dan Kias, di Indonesia ada hukum kompilasi Islam. Iktifak ulama barang siapa menghina Al-Qur'an maka murtad," sambungnya.

Selain itu, Apep juga ditanya mengenai adanya dugaan terdakwa Cep Dika dipaksa membuat konten oleh terdakwa Silfi. Dalam Islam, kata dia, ada istilah ikraah (paksaan) syaratnya orang yang memaksa adalah orang yang lebih berkuasa dibanding yang dipaksa.

"Ketika mukrih tidak berkuasa maka pemaksaan itu bisa dibatalkan. Maka yang salah yang melakukan. Suami istri itu taawun atau saling melengkapi," kata dia.

"Tanggung jawab suami itu nafkah, mendidik juga kewajiban suami. Membaiat dia menjadi Islam itu kewajiban sebagai suami (termasuk) membawa istri ke jalan yang benar, syahadat ulang," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, dia juga mengaku cukup meragukan keimanannya bukan kejiwaan para terdakwa. "Saya bukan meragukan kejiwaan tapi meragukan keimanannya.

Sebelumnya diberitakan, kasus dengan nomor perkara 136/Pid.Sus/2022/PN Skb ini beragendakan pemeriksaan saksi dan ahli. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sylvia Yudhiastika. Ia ditemani oleh dua orang hakim anggota yaitu Christoffel Harianja dan Rahmawati.

Kedua terdakwa Cep Dika Eka (25) dan Silfi (24) terlibat kasus dugaan penistaan agama yang dilakukannya pada 4 Mei 2022 lalu. Cep Dika diketahui membuat konten yang berisi menantang umat Islam dan menginjak Al-Qur'an, sedangkan Silfi disebut sebagai penyebar video itu melalui akun media sosial sang suami.

Foto: Cepdika Rismana dan Istri

Sumber: detik.com