Pemerintah Bohong Besar Soal Subsidi BBM Membebani APBN, Batalkan Kenaikan Harga BBM, Segera!

 



Selasa, 6 September 2022

Faktakini.info 

*PEMERINTAH BOHONG BESAR SOAL SUBSIDI BBM MEMBEBANI APBN, BATALKAN KENAIKAN HARGA BBM, SEGERA !*

Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik

Dalam Buku APBN KITA, KINERJA DAN FAKTA, yang diterbitkan oleh Kementrian Keuangan disebutkan bahwa Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah hingga akhir Juli 2022 tercatat mencapai Rp1.550,97 triliun atau 68,44 persen terhadap target pada APBN Perpres No. 98 tahun 2022. *Capaian tersebut lebih tinggi 

Rp519,30 triliun dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu.*

Sementara itu, selama ini dalih pemerintah menaikan harga BBM selalu dikaitkan dengan beban APBN atas subsidi BBM sebesar Rp502 Triliun. Padahal, *nomenklatur subsidi BBM Rp502 Triliun itu tidak tepat, mengingat angka Rp502 Triliun adalah angka kumulasi dari subsidi energi dan kewajiban membayar kompensasi kepada Pertamina dan PLN.*

Subsidi energi tahun 2022 dalam APBN hanya sebesar Rp208,9 triliun. Itu pun sudah meliputi subsidi BBM dan LPG pertamina Rp149,4 triliun, serta subsidi listrik Rp59,6 triliun. Angka sisanya sebesar Rp343 trilliun untuk membayar utang kompensasi alias utang pemerintah ke Pertamina dan PLN tahun 2022 sebesar Rp234,6 triliun dan utang tahun 2021 sebesar Rp108,4 triliun.

Anggap saja benar, angka subsidi BBM sebesar Rp502 Triliun sebagaimana yang disampaikan pemerintah, sebenarnya pemerintah tidak perlu menaikan harga BBM. Mengingat, ada capaian penerimaan negara lebih tinggi sebesar Rp519,30 triliun dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu.

Penerimaan negara lebih tinggi sebesar Rp519,30 triliun tidak lepas dari berkah durian runtuh dari kenaikan sejumlah komoditi, terutama batubara dan sawit. Pendapatan tambahan sebesar Rp519,30 triliun tentu sudah lebih dari cukup untuk menutup kebutuhan alokasi subsidi dan pembayaran kompensasi energi (termasuk BBM) sebesar Rp502 Triliun.

Lalu, untuk apa pemerintah menaikan harga BBM, jika kebutuhan alokasi subsidi itu sudah cukup (bahkan lebih) ditambal dari pendapatan negara yang meningkat sebesar Rp519,30 triliun dari berkah kenaikan komoditi dunia ?

Lagipula, hitung-hitungan pendapatan tambahan dari kenaikan harga BBM hingga akhir periode APBN 2022, menurut Ekonom Anthony Budiawan negara hanya berpotensi mendapat dana tambahan sebesar Rp31,75 triliun. 

Pada saat yang sama, akibat harga BBM naik, Sri Mulyani menyebut ada tambahan alokasi Bansos sebesar Rp 24,17 Triliun. Artinya, pendapatan tambahan dikurangi alokasi Bansos hanya tersisa sekitar Rp 7 Triliun. *Lalu apalah arti duit tambahan Rp 7 triliun dibandingkan dengan beban penderitaan rakyat akibat kenaikan harga BBM ?*

Yang lebih menyakitkan, pemerintah tidak pernah konsisten (baca : selalu bohong). Setelah harga BBM dinaikan, anggaran subsidi yang sebesar Rp 502,4 triliun tersebut tetap akan jebol sebesar Rp 147,6 triliun karena perkirakan anggaran subsidi energi bisa membengkak di angka Rp 698 triliun.

Kalau begitu, apa gunanya menaikan harga BBM kalau tetap jebol ? Penulis kira, persoalannya bukan pada anggaran yang akan jebol. Tetapi lebih karena tidak jujurnya pemerintah dan tidak ada keberpihakan pemerintah kepada rakyat dalam menetapkan kebijakan politik APBN.

Kalau pemerintah pro rakyat, semestinya peningkatan pendapatan sebesar Rp519,30 triliun dapat digunakan untuk menutup kebutuhan subsidi BBM sebesar Rp 502,4 triliun. Bukan malah mengorbankan rakyat dengan menaikan harga BBM, yang potensi pendapatan bersihnya (setelah dipotong alokasi Bansos) hanya Rp 7 Triliun. Lalu, bisa apa tambahan duit cuma Rp 7 triliun ? [].