Damai Lubis: Jika Tak Datang Hadiri Sidang Jokowi gak Tahu Malu

 



Rabu, 19 Oktober 2022

Faktakini.info 

Jika Tak Datang Hadiri Sidang Jokowi gak Tahu Malu

Damai Hari Lubis

Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212

Bangsa ini sepertinya mengetahui akan adanya gugatan terkait Ijasah SD, SMP, dan SMA nya yang diragukan oleh motivator yaitu Penggugat Bambang Tri Mulyono, tentang keabsahannya

Oleh karenanya demi nama baik bangsa ini, dan oleh sebab hukum Jokowi adalah Presiden NRI. Maka hendaknya walau gugatan sekedar pro justicia ( bukan terkait perebutan harta berlimpah ) yang terdaftar di PN. Jakarta Pusat yang bernomor No. 592/ PDT.G/ PN. Jkt. Pst/ 2022. Tentang keberadaan dan kebenaran bukti formil ( ijasah - ijasah ), namun secara subtansial hukum positif, tentu mutatis mutandis dibutuhkan sebagai kebenaran bukti materil, oleh sebab tadi, Jokowi adalah seorang presiden yang memiliki beban hukum dan moral sebagai pejabat penyelenggara pemerintahan tertinggi di republik ini, dan materi gugatan yang punya implikasi daripada perbuatan tersebut adalah berupa sebuah  makna rendahnya moralitas atau kausalitas subtantif gugatan merupakan " tudingan kepribadian Jokowi yang demagog "  atau seorang pemimpin yang memiliki jiwa super buruk / jahat, yang berdampak ( negatif ) terhadap nama baik bangsa dan negara ini, atau termasuk pelecehan terhadap nalar sehat anak bangsa, diantaranya merendahkan para intelektual, ilmuwan , ahli dan atau para akademisi, jika dihubungkan dengan kronologis yang terurai dalam posita atau dasar dasar tuduhan dalam materi gugatan, maka tuduhan atau petitum dari sisi hakekat moral, bahwa Jokowi adalah seolah seorang tipikal bandit atau kategori mafioso oleh Penggugat, oleh sebab Jokowi jelas - jelas dituduh atau diduga memperdaya negara hukum serta hukum dan keberlakuan hukum, terhadap negara dan bangsanya yang berjumlah lebih daripada  200 juta jiwa olehnya dengan cara tipu daya ( untuk ) menjadi presiden RI. Serta hal ini sudah Ia lakukan melalui jabatan yang pernah diemban, yakni Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, lalu Presiden terpilih RI selama 2 ( dua ) periode. Serta perihal akibat hukumnya sesuai unsur unsur tindak pidana, terancam sanksi yang cukup berat, diatas 5 tahun lebih kurungan penjara vide Pasal 264 KUHP. 


Untuk dan terkait implikasi hukum dan segala dampaknya untuk bangsa dan negara ini, dari sudut pandang hukum perdata ( kebenaran formil ), dan  sisi pidananya ( kebenaran materil )  ideal bagi pihak yudikatif ( Majelis Hakim Pengadilan Negeri yang mengadili  a quo in casu) dengan segala kewenangan yang ada sesuai ketentuan hukum yang berlaku, agar berupaya menghadirkan Jokowi atau kuasanya secara sah menurut hukum dengan membawa bukti - bukti atau alat bukti formil, diantaranya alat bukti/ BB. Ijasah asli dan kopinya yang telah dilegalisasi, untuk diperlihatkan dan diperiksa oleh para pihak dihadapan majelis hakim dipersidangan, serta kelak diputus sampai dengan selesai sesuai proses hukum acara perdata, dalam artian Majelis Hakim yudex factie tidak memutus perkara sebelum memeriksa materi pokok perkara atau menolak gugatan pada tahapan setelah eksepsi melalui putusan sela


Maka, jika Jokowi dan atau kuasanya tidak hadiri sidang gugatan ini sesuai ketentuan. Atau dihadiri oleh kuasa hukumnya namun tidak memenuhi syarat formil, oleh sebab surat kuasa berasal dari pemberian kuasa yang tidak merujuk ketentuan. Tentunya Judex Factie yang menyidangkan perkara ini dapat memutus verstek ( mengabulkan gugatan karena dianggap tidak hadirnya Tergugat dalam dua kali persidangan ), atau sidang tetap dapat dilanjutkan oleh Majelis hakim, oleh sebab hukum judex factie memiliki hak untuk melanjutkan proses tahapan acara gugatan sesuai standar atau seperti biasa menurut ketentuan hukum acara perdata/ Hir atau RBg, bahkan bisa jadi Majelis Hakim dapat mengabulkan isi gugatan, oleh sebab tidak adanya bantahan dari pihak tergugat, yakni dengan alasan hukum ketidakhadirannya Jokowi adalah tidak membantah apa yang menjadi petitum gugatan. Selain beresiko kekalahan atau dikabulkannya gugatan a quo in casu, maka secara kepribadian dan itikad seorang Jkw, menjadi wujud atau cermin " seorang pemimpin cacat moral dan tidak peduli dan tidak hormati fungsi hukum


Namun jika fakta hukumnya Jokowi atau kuasa sahnya menghadiri dan patut untuk dan mewakili sebagai kuasa hukum, maka semua proses hukum dapat dilanjutkan sebagamana proses hukum acara yang berlaku, dan pada tahapan prosedural Pembuktian sesuai acara persidangan yang telah ditentukan dihadapan sidang terbuka untuk umum, termasuk melauib

tahapan replik dan duplik. Dan Jkw atau kuasanya ( saat pembuktian ) mesti tampilkan dan atau membawa bukti formil yang berupa Barang atau Benda sebagai alat Bukti/ BB. dan Saksi- saksi a charge dan a de charge serta ahli sebagai pembantah posita gugatan dan demi menghindari petitum yang ada dalam materi gugatan, perihal cacat formil ijasah, berikut petitum dan implikasi petitum yang akan luar biasa , jika vonis gugatan dikabulkan, yakni sehubungan dengan pertanggungjawabannya atas jabatannya selaku Presiden RI, yang dapat berakibat cacat hukum dan batal demi hukum, termasuk segala kausalitas yang ditimbulkan dalam bentuk resiko hukum, yang pastinya debatebel tentang sah atau tidak absahnya terhadap semua kebijakan dan keputusannya yang pernah Ia buat, dan tentunya terhadap kasus pro justicia yang sebenarnya cukup memalukan dimata publik  ( domestik dan internasional), semua akan dapat menilai indikasi terhadap attitude atau sifat Jokowi, apakah individu yang arogan atau demagog ? oleh sebab kekuasaanya. Maka serius Jokowi gak Tahu Malu, jika dirinya tidak menghadiri sidang gugatan a quo, sementara dirinya pada bulan September 2022 lalu, terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe, Jokowi viral dengan statemennya, " Ia minta agar Lukas datang dan hadiri panggilan KPK demi hormati panggilan KPK "


Lalu suri teladan atas himbauannya selaku Presiden RI apa terhadap bangsa dan sejarah bangsa di Negara ini kelak ?