Khozinudin: Antara Haru, Heran, Marah dan Sedih, Sebuah Kisah Persidangan yang Menggambarkan Kezaliman Densus 88 kepada Para Ustadz

 


Kamis, 13 Oktober 2022

Faktakini.info 

*ANTARA HARU, HERAN, MARAH DAN SEDIH. SEBUAH KISAH PERSIDANGAN YANG MENGGAMBARKAN KEZALIMAN DENSUS 88 KEPADA PARA USTADZ*

_[Catatan Sidang Ustadz Farid Okbah, Ustadz Anung al Hamat dan Ustadz Ahmad Zain an Najah]_

Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*

Tim Advokat Bela Ulama Bela Islam

Rabu 12 Oktober 2022 bertempat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kembali penulis mendampingi sidang para ustadz (Ustadz Farid Okbah, Ustadz Anung al Hamat dan Ustadz Ahmad Zain an Najah). Setiap sidang diskors, kembali dihamparkan pemandangan yang mengharukan, dan ini penulis amati selalu terulang.

Ya, para ustadz selalu memanfaat saat jeda itu untuk mendekati pagar pembatas ruang sidang. Selain menyapa pengunjung sidang, mereka mendekati dan disongsong oleh istri masing-masing.

Subhanalllah, benar-benar pemandangan yang mengharukan. Menetes air mata ini saat mengingatnya.

Para ustadz saling mendekati istri masing-masing, saling mendekatkan wajah, seolah ingin sekali melepaskan kerinduan. Mereka, yang telah bertahun-tahun berumah tangga, tentu memiliki banyak kisah dalam mengarungi samudera kehidupan.

Dan.... diterorisasi Densus 88, boleh jadi adalah ujian terberat bagi  mereka. Terpaksa berpisah, dan dipisahkan oleh ujian dakwah. Nampak sekali aura kerinduan yang terpancar, nampak sekali bagaimana masing-masing begitu ingin melepaskan rindu.

Perlakuan Densus 88 memang sangat zalim. Para ustadz tidak bisa dijenguk oleh pengacara dan keluarga sejak saat dipindahkan di rutan Cikeas. Meskipun sudah diprotes berkali-kali, dimintakan untuk dipindahkan ke rutan yang lebih manusiawi agar dapat dijenguk, tetap saja tidak digubris.

Penulis dan Tim Pengacara mendampingi para ustadz, yang dalam persidangan kali ini memeriksa keterangan ahli. Ada ahli Digital Forensik dan Psikologi Forensik.

Aneh lagi sangat mengherankan. Saksi ahli Digital Forensik yang dihadirkan JPU, saat memeriksa Flashdisc dan membuat duplikasi isi file dalam bentuk data tertulis, menerangkan asal Flasdisc tersebut yang berisi data data yang terkait Jama'ah Islamiyah diambil dari barang sitaan Terdakwa SISWANTO ALS ARIF yang telah divonis dengan putusan Nomor: 616/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim, yang vonisnya dibacakan pada tanggal 30 November 2021, oleh Majelis Hakim : Nyoman Suharta, SH (Ketua),  Agam Syarif Baharudin, SH MH (Anggota), dan Lingga Setiawan, SH MH (Anggota).

Dalam amar putusan Nomor: 616/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim, selain menjatuhkan vonis 3 (tiga tahun) pada Terdakwa Siswanto juga *merampas bukti 1 (satu) buah Flasdisc merk Sandisc 16 GB warna hitam, UNTUK DIMUSNAHKAN.*

Lalu bukti Flasdisc yang diperintahkan dimusnahkan dalam perkara putusan Nomor: 616/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim, *KENAPA DIGUNAKAN KEMBALI OLEH PENYIDIK DENSUS 88 UNTUK MENJERAT PARA  USTADZ ?*

Hanya ada dua kemungikan, atau kombinasi antara keduanya :

*Pertama,* Jaksa lalai tidak menjalankan putusan putusan Nomor: 616/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim, yang memerintahkan agar bukti 1 (satu) buah Flasdisc merk Sandisc 16 GB warna hitam milik SISWANTO, UNTUK DIMUSNAHKAN.

*Kedua,* penyidik densus 88 mencuri bukti dari putusan putusan Nomor: 616/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim, berupa bukti 1 (satu) buah Flasdisc merk Sandisc 16 GB warna hitam, DISALAHGUNAN UNTUK MENJERAT PARA UTADZ DENGAN TUDUHAN TERORISME.

*Ketiga,* kombinasi kelalaian Jaksa dan pencurian bukti untuk disalahgunakan oleh Densus 88, untuk memenjarakan para ustadz dengan kasus terorisme.

Ini benar-benar fakta kriminalisasi. Menggunakan barang bukti yang semestinya dimusnahkan, untuk menjerat para ustadz. Ini jelas, modus untuk menterorisasi para ustadz.

Belum lagi, saat memeriksa ahli psikologi forensik, ahli terlihat jelas sangat subjektif menilai pribadi ustadz yang disimpulkan radikal, tertutup, dan rawan melakukan tindakan terorisme. Sebab, teori-teori yang digunakan semuanya dari psikolog barat.

Saat penulis tanyakan nama nama pasikolog muslim, seperti Abu Zaid al-Balkhi, Ar-Razi, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al-Ghazali dan Malik Babikir Badri, AHLI PSIKOLOGI FORENSIK YANG DIHADIRKAN JAKSA SEWOT DAN MERACAU TIDAK KARUAN. Nampaknya, ahli yang dihadirkan ini malu, karena diketahui dia hanya merujuk teori teori dari psikologi barat yang kafir, sehingga menyimpulkan keinginan kuat untuk berjihad di jalan Allah SWT sebagai berkepribadian radikal.

Ahli juga sangat malu, pernyataannya yang menyebut menggunakan pendekatan dan teori yang komprehensif ternyata bohong. Ahli hanya mencuplik dan menggunakan teori-teori psikologi barat yang kafir, untuk melabeli ustad Farid radikal dan rawan melakukan terorisme.

Ahli juga malu, ketahuan bodoh saat ditanya nama-nama psikolog muslim berikut teori teorinya. Ahli, tidak mau menggunakan teori pasikologi Islam karena pasti tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan karakter pengemban dakwah yang mencintai jihad bahkan bercita-cita syahid di jalan Allah, sebagai karakter yang radikal dan teroris.

Padahal, kalau ahli ini membaca kitab berjudul *'Masalih al-Abdan wa Al-Anfus'* karya Abu Zaid al-Balkhi, tentulah tidak akan pernah ada kesimpulan karakter radikal apalagi teroris, pada orang yang menjalankan dakwah dan mencintai jihad di jalan Allah SWT.

Karena ahli terus nyerocos ga karuan, berulangkali ditegor hakim juga mengabaikan, akhirnya penulis hentikan memperdalam pendapatnya. Penulis simpulkan ini ahli yang masih cetek ilmunya, taklid buta pada teori psikologi barat yang kafir, dan memiliki tendensi jahat kepada para ustadz.

Semakin hari, semakin didalami pemeriksaan atas fakta-fakta persidangan, terlihat jelas bahwa  kasus terorisme ini memang benar-benar proyek. Proyek untuk menzalimi umat Islam, proyek untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran agamanya, dan proyek untuk mencegah atau setidaknya menghambat kebangkitan Islam. Bukankah umat Islam wajib marah ? [].




Posting Komentar untuk "Khozinudin: Antara Haru, Heran, Marah dan Sedih, Sebuah Kisah Persidangan yang Menggambarkan Kezaliman Densus 88 kepada Para Ustadz "