Kuasa Hukum Gus Nur: Boomerang Pasal 28 Jo. 45 UU. ITE Kepada Jokowi

 



Jum'at, 14 Oktober 2022

Faktakini.info 

Boomerang Pasal 28 Jo. 45 UU. ITE Kepada Jokowi

Damai Hari Lubis, Ketua Korlabi,  Anggota Tim Advokasi Gus Nur

Penyidik secara jelas pada awal dimulainya pemeriksaaan kesaksian Gus Nur pada Kamis, 13 Oktober 2022 di Polisi Siber, Mabes Polri, menyatakan bahwa pemeriksaan penyidik tidak ada hubungannya, antara tuduhan penggunaan Ijasah Palsu yang dilakukan oleh Presiden Jokowi. Materi penyidikan terbatas oleh sebab adanya laporan Ke kepolisian tentang Penistaan Agama, dari seorang pelapor WNI yang bernama Dodo Baidlowi melalui laporan No. LP.B/ 0658/ IX / 2022, tertanggal 29 September 2022. Oleh sebab adanya dugaan Penistaan Agama terkait sumpah atau mubahalah yang dilakukan Gus Nur dan Bambang Tri Mulyono/ BTM atau jika dapat dimaknai kutukan Allah bagi yang berbohong, khusus terkait hubungannya dengan inisiasi antara Gus Nur dan Bambang Tri Mulyono/ BTM, perihal sumpah,  bukan terkait temuan hukum adanya dugaan dari BTM, Jokowi menggunakan ijasah Palsu.

Dan disampaikan juga pada kesempatan pemeriksaan ini oleh Penyidik, bahwa " Pelapor, dan saksi - saksi Pelapor, berikut para ahli sudah dimintakan keterangan ".

Adapun bunyi pasal yang disangkakan Penyidik UU. Tentang ITE atau UU. No. 19 Tahun 2016. Tentang Perubahan atas UU. No.11 Tahun 2008.

Secara utuh, bunyi ketentuan pada Pasal 28, UU. 45. ITE adalah ;

Pasal 28 ayat ( 1 ) :

"setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik."

Pasal 28 ayat (2) UU ITE :

 “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).”

Pasal 45 UU. ITE :

" Pasal 45A ayat (2) UU ITE: “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) "

Sesuai proses perkara setelah menjalani proses pemeriksaan dan penandatangan BAP. Terhadap Gus Nur dinyatakan dirinya terkait objek perkara atas dasar gelar perkara dari dan oleh tim penyidik ditetapkan statusnya sebagai TSK,  selanjutnya Sore hari pukul 17. 00 Gus Nur diminta menandatangani surat Penangkapan, dan tanda terima penetapan status TSK. Penangkapan untuk oleh Mbes Polri dalam waktu 1 x 24 jam, lalu atas dasar pemeriksaan yang telah tertuang dalam  BAP. demi kebutuhan proses tuduhan perkara, tentunya penyidik melanjutkan pembuatan BAP. Terhadap diri TSK Gus Nur

Bagaimana tinjauan yuridis, dan adakah dampak kepada kehidupan sosio Politik terhadap Jokowi serta penegakan hukumnya di tanah air yang akan terjadi, jika perkara pidana terhadap Gus Nur dan BTM ini tetap dilanjutkan ke tingkat lembaga peradilan ? 

Ada  2 ( dua ) tahapan acara merujuk KUHAP/ UU. RI. No. 8 Tahun 1981

1. Proses penyerahan berkas perkara penyidik kepada pihak JPU .untuk dibuatkan surat dakwaan

2. Proses peradilan pidana  tentang pelanggaran UU. ITE.

Kelak di hadapan majelis persidangan, dari tinjauan sisi yuridis Jo. keberlakuan KUHAP di Pengadilan Negeri, tentunya Pokok Objek Perkara dan asas legalitas daripada kebolehan membuat sumpah dari sisi Kitab Suci Al Qur'an, Para TDW/ Gus Nur dan BTM akan sampaikan hal - hal dalil terkait ucapan lapal sumpah, dan mengapa BTM bersumpah, apa dalil Gus Nur menyampaikan hal ikhwal sumpah, maka terhadap mereka subjek hukum Para TDW, proses hukum tidak dapat atau tidak boleh membatasi penyampaian alasan mereka berdua mengadakan " sumpah " oleh sebab rule of law yang ada didalam KUHAP. Dan Gus Nur sudah menyampaikan dalilnya tersebut pada saat pembuatan BAP. Melalui ayat Suci Al Qu'ran, sebagai dalil untuk dirinya sebagai seorang Muslim terhadap kebolehan atau kehalalan seorang muslim mengajak penyampaian sumpah terhadap seseorang, sehingga ayat Suci Al Quran sebagai dalil hukum ( asas legalitas seorang muslim ) dari sumpah dan isi sumpah yang mereka ritualisasikan secara sukarela adalah menurut keyakinan dan kepercayaan diri Gus Nur dan BTM sebagai golongan ummat muslim, dan subtansialnya mungkin dilandasi niat mulia daeri seorang Gus Nur, yang hanya berusaha demi mencegah adanya fitnah  BTM terhadap nota bene pejabat Tertinggi Penyelenggara NKRI, yakni Presiden RI.

Maka terhadap perkara kelak tentang diajukannya proses penyidikan dan atau dakwaan dipersidangan sesuai fakta kronologis penyidikan yang ada dalam pemberkasan perkara, akan terbuka sabab musabab disampaikannya sumpah. 

Hal sabab musabab atau kronologis lahirnya sumpah pasa objek perkara ini, sebuah kebutuhan untuk ditanyakan oleh JPU. dan Majelis Halim perkara a quo in casu sebagau fungsi hukum untuk menemukan hakekat kebenaran Jika tidak dipertanyakan, maka hal ini adalah sebuah proses hukum yang  rancu atau salah. Gus Nur dan BTM memiliki hak membela diri, apa alasan atau sebab musababnya mereka sampai " dipenjara," didakwa lalu dituntut pelecehan atau sebagai bentuk penistaan atau menebarkan kebencian kepada sebuah golongan ? Maka menyampaikan pembelaan diri timbulnya peristiwa pada obejk perkara a quo in casu adalah hak hukum TDW Gus Nur dan TDW Bambang Tri. 

Namun dengan adanya Pengacara Gus Nur dan Bambang Tri, tentunya Kuhap menjadi modal referensi hukum dan tanggung jawab moral bagi pengacara yang akan mendampinginya kelak, agar tidak mau dibatasi haknya menyampaikan apa alasan atau sebab musabab, termasuk terkait hak WNI yang wajib mematuhi hukum nasional yang memiliki sifat positif ( ius konstitum), termasuk keberlakuan hukum tentang Hak Masyarakat WNI untuk aktif berperan dalam framing hakekat atau subtansial menyamapaikan kebenaran serta mencegah kebatilan  sesuai tuntunan hukum serta tanggung jawab moral. Dalam hal ini tanggung jawab moral  individu Gus Nur sebagai seorang pendakwah, serta pribadinya yang punya niat baik untuk berpartisipasi dalam " Peran Serta Masyarakat " yang diperintahkan oleh hukum positif yang terdapat pada Sistim Konstitusi di NRI.

Maka jika ada niatan, oknum, bahwa perkara ini sebagai legal barriers atau menghambat/ penyumpal kepada orang individu, atau kelompok  yang ingin menyampaikan atau menyuarakan kebenaran, maka, salah kaprah, justru bumerang bagi oknum atau para oknum dimaksud. *Sehingga dampak sosio politik dan hukumnya mungkin terjadi fenomena gejolak sosial dalam bentuk pressure moral baik melalui media sosial maupun aksi - aksi demo, yang materi narasinya berupa desakan perihal tuntutan terhadap kebenaran status pendidikan dan atau perkuliahan Jokowi dikarenakan berhubungan erat keabsahan secara hukum terkait keberadaan ijasah Jokowi dan jabatan Jokowi selaku presiden dan termasuk jabatan - jabatan sebelumnya yang pernah disandang termasuk isu asal usul ( biologis ) Jokowi* 

Maka terkait proses hukum dan akibat sosialnya dan atau kesangsian secara hukum, yang berupa desakan publik dan informasi publik. Justru kesemuanya termaktub sebagai bagian daripada proses tahapan hukum yang mesti dijalani didalam setiap perkara pidana yang terbuka untuk umum, dan suara - suara publik juga yang merupakan prinsip - prinsip keterbukaan informasi publik serta prinsip - prinsip good governance, yang kesemuanya merupakan bagian kewajiban yang mesti dijalankan oleh setiap penyelengggara negara atau pejabat publik sesuai sistim perundang - undangan yang berlaku, yang tentunya sebagai alat atau payung hukum masyarakat yang minta adanya transparansi terkait dan keabsahan ijasah kepemilikan Jokowi

Sebelum ditutup narasi, agar menjadi kejelasan bagi publik, selaku kuasa hukum, kami sudah mencoba agar alternatif praktik hukum di tanah air yang realitasnya empiris terjadi, ada terdapat perkara terhadap beberapa orang yang melakukan dugaan tindak pidana, lalu kemudian dihentikan karena ada pencabutan perkara oleh si pelapor, maka kuasa hukum berinisiatif telah menggunakan terkait restoratif justice a quo, agar diupayakan kepada Terlapor dan Pelapor, namun Penyidik menyatakan Pelapor " menolak, " mungkin jika tidak salah makna, bahwa hal metode restoratif of justice ini, sebelumnya mungkin sudah diupayakan atau dipertanyakan oleh pihak penyidik kepada  pelapor , namun ditolak oleh pelapor untuk pencabutan laporannya,  dalam artian, " Pelapor Baidlowi menolak musyawarah walau Gus Nur atau perwakilannya  belum menyampaikan terkait pencabutan laporan melalui metode restoratif of jaustice "

Terhadap adanya persoalan temuan publik terkait moralitas dan tentunya berhubungan dengan kepemipinan bangsa saat ini, oleh sebab tudingan atau tepatnya temuan terhadap penggunaan ijasah palsu oleh Jokowi, perihal kaitannya gugatan di.PN. Jakpus dengan Nomor 592/ Pdt. G / PN. Jkt Pst/ 2020. Yang info persidangan pertamanya akan digelar minggu depan  Jo. perkara Gus Nur dan Bambang Tri atas laporan Sdr. Baldowi, yang sudah booming ( publis ) di seantero mungkin di belahan dunia.

Hendaknya terhadap kedua perkara  a quo in casu, semoga objek utama kasus yang berhubungan dengan kepemimpinan dan moralis ( prinsip atau asas pemerintahan yang baik ) dapat diakhiri dengan hakekat kebenaran atau materielle waarheid dengan penegakan hukum yang berkeadilan sesuai harapan atau cita - cita seluruh insan manusia di atas jagad raya, utamanya sebagai ummat beragama , setidaknya ummat yang memiliki nalar sehat dan moralitas yang baik. Karena hukum tanpa moral adalah sia - sia

Foto: Gus Nur