Terkait Kasus Dugaan Ijazah Palsu, Damai Lubis: Jokowi Melibatkan Pihak Rektor dan Dekan UGM

 



Ahad, 9 Oktober 2022

Faktakini.info 

" Ijasah Palsu Jkw  Melibatkan Pihak Rektor dan Dekan UGM "

Damai Hari Lubis 

Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212

Setidaknya dengan informasi temuan publik atas ijazah miliki Jokowi yang terindikasi palsu maka pihak Rektor atau khususnya Dekan Fakultas Pertanian dan atau Kehutanan sudah semestinya tanpa menunggu lama, segera umumkan kepastian atau kebenaran maupun ketidakbenaran info temuan publik tersebut mengingat dan menimbang, wibawa seorang presiden yang tercemari dihadapan rakyat bangsa yang dipimpinnya, karena resiko penggunaan ijasah palsu yang secara hukum termasuk merupakan jenis akte autentik produk Kemendiknas, penggunaannya bisa beresiko ancaman hukuman penjara selama 8 tahun, bagi subjek hukum penggunanya sesuai pasal 264 KUHP dan ancaman 5 tahun penjara sesuai Pasal 69 ayat 1, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.

Dan terhadap si pembuatnya atau yang membantu pembuatan dan atau pembiaran atas penggunaan ijasah palsu tersebut dapat dituduh dengan pasal penyertaan atau delneming atau secara bersama - sama atau turut atau membantu penggunaaan atau pembiaran penggunaan ijasah palsu,   sesuai Pasal 55 KUHP Jo. 264 Jo. Pasal 421 Pasal 69 ayat 1. UU. No. 20 tahun 2003 Tentang Sisdiknas serta khusunya bagi Presiden Jokowi dan Rektor dan atau Dekan UGM yang melakukan dan yang terlibat atau diketahui ada keterlibatannya maka ancaman hukumannya ditambah dengan 1/3 dari ancaman hukuman yang terberat sesuai pasal 52 KUHP

Lalu apa resiko hukum terhadap Jokowi. Jika diketahui dirinya selaku seorang presiden telah membuat dalam pelaksanaan amanahnya sebagai seorang presiden telah membuat beberapa kebijakan dan  membuat banyak pengesahan undang undang dan keputusan yang telah ia tanda tangani dan telah menjadi undang - undang. Bagaimana secara pertanggung jawaban hukum ketatatanegaraan. Para pakar ahli tata hukum ketatanegaraan yang dapat menjawabnya

Jelasnya secara hukum keperdataan mestilah hal terkait ijasah palsu ini merupakan kecacatan hukum sehingga batal demi hukum. Maka mengingat hukum ketatanegaraan merupakan bagian dari hukum perdata, tentunya apa yang dilakukan Jokowi selaku seorang presiden, maka jabatannya beresiko batal demi hukum, maka peristiwa hukum ini melahirkan pertanggung jawaban secara pidana terhadap diri Jokowi setidaknya melanggar delik pasal 264 KUHP  dan Jo. Pasal 69 ayat 1 UU. Tentang Sisdiknas

Dan terhadap pembiaran yang dilakukan pihak dekan dan rektor maka terancam pidana pasal Pasal 55, Jo. 421 KUHP, tentang Pembiaran oleh pejabat yang memiliki kewenangan atau tidak melakukan sesuatu yang semestinya dilakukan atau tidak mencegah atau setidak tidaknya menyampaikan informasi ke publik dan atau melaporkannya kepada pihak kepolisian RI. Jo. Pasal 264 KUHP. Jo . Pasal  69 ayat 1 UU.No. 20 Tahun 2003 UU. Tentang Sisdiknas 

Dan terlepas dari isu terkait Ijasah dan Surat Keterangan Orang Tua atau Keturunan Palsu  Listyo Sigit selaku Kapolri dapat memerintahkan penyidiknya di Mabes Polri dalam rangka investigasi  memanggil Jokowi untuk diklarifikasi atas temuan, walau baru sebatas isu, dan Jkw diwajibkan membawa semua bukti- bukti terkait identitasnya sebagai bukti penolakan terhadap isu

Demikian juga dengan DPR RI. Sebagai lembaga yang mewakili rakyat harus sigap terhadap isu yang berkembang ditengah masyarakat agar melaksanakan hak fungsionalnya (controlling) untuk bertanya dan menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional, serta terkait dugaan bahwa Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, *tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela*

Lalu DPR RI bisa mengambil inisiatif, jika menemukan tanda - tanda Jokowi telah melakukan dugaan kuat  telah melakukan tindak pidana atau perbuatan tercela terkait isu ijasah dan keturunan palsu ( pemalsuan keterangan asal usul ), DPR RI segera menggunakan haknya sesuai dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR. Dalam hal impeachment merujuk UU No. 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah