Terkait Kasus Eggi Sudjana, Damai Lubis: Andar Situmorang Permalukan Dirinya Sendiri dan Buka Aib Polri

 




Jum'at, 21 Oktober 2022

Faktakini.info 

Damai Lubis: 

Legal Opini : Kasus Hukum Prof. DR .Eggi Sudjana, SH.,MSi

*Andar Situmorang Permalukan Dirinya Sendiri dan Buka Aib Polri*

Andar M Situmorang, S.H., M.H. meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo serta Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Mohammad Fadil Imran agar melanjutkan perkara makar dengan tersangka Eggi Sudjana/ ES

Menurut Andar, kasus ini sudah hampir tiga tahun mengendap hingga kini belum ada tindak lanjut dan laporan tersebut sudah teregister dengan nomor: LP/B/0391/IV/2019/BARESKRIM tertanggal 19 April 2019 dengan tuduhan makar.

Publik tentunya tahu dan amat memahami desakan Andar kepada Penyidik Polri, terhadap keterkaitan dengan Sosok Senioren Aktivis Muslim E.S yang pernah dijerat dengan Pasal 107 KUHP dan atau Pasal 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP dan atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 yakni tuduhan atau sangkaan attemp/ poeging makar atau percobaan anslag

Dan atas hal tuduhan itu Sdr. Eggi Sudjana/ ES  telah ditetapkan status hukum terhadap dirinya sebagai TSK. Makar, paling tidak demikian berita dari berbagai berita Media Sosial melalui TV. Nasional dan ratusan media online. Serta terhadap status TSK. nya ES. Bahwa ES. Sempat mendekam sebagai tahanan di Rutan Polda sejak 14 Mai 2019 sampai dengan 24 Juni 2019, sehingga penahanan sudah berlangsung selama lebih kurang 41 hari kurungan, namun perkaranya tidak pernah dilanjutkan hingga saat ini sekitar  3 tahun lebih

Tanpa menyinggung Kebenaran Materil ( materille waarheid ) atas tuduhan pelapor atau Penyidik Polri, namun cukup kajian secara hukum pidana formil atau ketentuan pasal yang mengatur tentang hukum acara pidana, UU. RI  No.8 Tahun 1981 atau KUHAP perihal penahanan PS. Yang sudah melampaui hak menahan perdana penyidik terhadap ES. yang 20 hari lamanya , lalu Penyidik telah memperanjangnya untuk 40 hari kemudian. Maka ES. Saat ini seharusnya sudah selesai pada tingkat penyidikan, dan tahapan penuntutan pada tingkat persidangan, bahkan atas tuduhan atau dakwaan Jpu. sudah mendapatkan vonis dari Majelis Hakim, jika mengacu kepada beberapa ketentuan hukum yang terdapat didalam pasal - pasal KUHAP, yakni :

Pasal 1 Angka 21, menyebutkan, bahwa ;

*“Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”*

Lalu, Pasal 21 ayat 2 menyebutkan bahwa : 

*“ Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian*

Kemudian Pasal 24 ayat 1, berbunyi : 

*Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, hanya berlaku paling lama dua puluh hari*

Maka terhadap ketentuan pasal yang ada dalam KUHAP serta mesti dan wajib diberlakukan, jika kasus yang menimpa ES. Sebagai pelaku benar - benar terbukti atau punya dua alat bukti apa yang telah disangkakan terhadap apa yang dilakukan Eggi/ ES.  Sebagai telah melakukan delik makar, maka tentunya Pihak Penyidik sudah harus menaikan perkara ini kepada JPU. bahkan sudah mendapat vonis pada tingkat badan peradilan, oleh karena masa penahanan yang sudah mencapai 31 hari dimaksud, hingga saat ini sudah melebihi hak Penyidik untuk masa penahanan maksimal penyidik sesuai KUHAP dan melimpahkan berkas perkara Eggi/ ES. Kepada JPU. Terhitung sejak menjadi tahanan Penyidik Polri, ke- tahapan masa waktu tuntutan hingga vonis dibacakan majelis


Oleh sebab hukum, demi rasa keadilan dan demi kepastian hukum, bukan atau tidak secara otomatis oleh sebab diberikan penangguhan tahanan, dimana secara hukum pun penetapan syarat untuk adanya penangguhan penahanan ini merupakan conditio sine quanon atau syarat mutlak oleh karena diawali dengan permohonan penangguhan oleh TSK Atau TDW. yang Hak Penangguhannya dimiliki oleh Penyidik secara subjektif. Sehingga, tanpa adanya syarat yang ditetapkan lebih dulu, penangguhan penahanan tidak boleh diberikan. Adapun ketentuan persyaratan yang mengikuti setelah penangguhan diberikan oleh penyidik, sebagaimana diterangkan pada penjelasan Pasal 31 KUHAP, antara lain:


1. Wajib lapor, atau Tersangka atau TDW. diwajibkan untuk melapor. Frekuensi melapor ini bisa berbeda-beda, bisa setiap hari, satu kali dalam tiga hari, satu kali seminggu dan lainnya.


2. Tidak keluar rumah. Terdakwa atau tersangka harus tetap tinggal di rumahnya selama masa penangguhan penahanan. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat mempersulit penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan

3.Tidak keluar kota. Terdakwa atau tersangka tidak boleh keluar kota karena mereka diwajibkan untuk melapor pada waktu yang ditentukan

Dalam hal ini, pada kenyaatannya yang diperintahkan KUHAP sesuai Pasal 31 Kuhap, Tidak dikenakan terhadap ES. Dan ini sebagai bukti notoire feiten derogat ( Sepengetahuan Penyidik dan publik atau sudah sepengetahuan umum, termasuk Andar Situmorang ) ES. Sudah terbiasa keluar kota , bahkan keluar negeri, bukankah hal ini secara logika hukum, ES. Tidak terbukti oleh Penyidik untuk ditindak lanjuti secara hukum atas poeging makar-nya ?

Maka pemberkasan perkara otomatis dapat dihentikan walau tanpa adanya SP. 3 atau oleh sebab hukum praperadilan oleh ES. Selaku TSK. Terlebih jika dikaitkan ES. Realitas fakta hukum terhadap diri ES. Pernah ditahan 31 hari, lalu ditangguhkan masa penahanannya ? *Lalu apa maknanya dengan penahanan TSK E.S selama 31 hari, atau sudah melewati batas penahanan perdana atas hak subjektif penyidik yang 20 hari, kecuali TSK. ES. Tidak pernah mengalami proses penahanan dengan alasan subjektif yang 20 hari pertama,* yang  jika dihubungkan dengan hak kebebasan serta fungsi kepastian hukum ( rechmatigheid ), sebagai WNI, ini tentu merupakan pelanggaran hukum dan HAM terhadap E.S. Sebuah Hal pelanggaran HAM yang tidak bisa disepelekan oleh sebab pelakunya adalah Penyidik yang memiliki predikat aparat penegak hukum dengan segala hak dan kewenangannya ( Tupoksi ) untuk dan atas nama sebagai lembaga Kepolisian RI. Atau dengan makna hukumnya sebuah kejahatan yang dilakukan secara sah disertai fakta hukum yang dilakukan oleh aparatur daei sebuah institusi negara atau nama lain negara ( state crime )

Tentang hak menahan subjektif yang dimiliki penyidik serta sudah dilaksanakan, adalah merujuk sesuai bunyi pada Pasal 20 KUHAP :

*" Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan "*

Maka terhadap hal ini ( Pasal 20 dan Pasal 11 kuhap) pada kenyataan dan fakta hukumnya, penyidik dan atau JPU. tidak berupaya setelah 3 tahun lebih, sehingga proses perkara ini telah masuk kategori daluwarsa tahapan daripada tahap penyidikan dan tahapan penuntutan ? 

Selanjutanya perlu disampaikan untuk krjelasan hukimnya, terkait hak penahanan dari sisi yuridis formil, jika dirinci sesuai KUHAP oleh masing - masing para penegak hukum ( Penyidik, JPU, dan Hakim Majelis ) merujuk prosedural sesuai due process of law  tentang Penahanan dan Perpanjangan Penahanan Vide KUHAP, adalah bahwa, perintah penahanan yang diberikan penyidik atau penuntut umum *hanya berlaku paling lama 20 hari. Jika pemeriksaan belum selesai, waktu penahanan oleh penyidik dapat diperpanjang paling lama 40 hari dan penahanan oleh penuntut umum diperpanjang 30 hari*, kemudian perintah penahanan yang diberikan *hakim pengadilan negeri dan pengadilan tinggi berlaku paling lama 30 hari. 

Lalu, waktu perpanjangan penahanan diberikan *selama 60 hari jika pemeriksaan belum selesai dan untuk perintah penahanan harus diberikan hakim Mahkamah Agung yang berlaku paling lama 50 hari. Lalu, dapat ditambah lagi perpanjangan penahanan selama 60 hari jika pemeriksaan belum selesai*

Maka jika ditotal keseluruhannya untuk penyelesaian kasus dalam perkara tindak pidana umum dalam hal ini termasuk terkait problematika hukum atas tuduhan makar terhadap ES. Untuk kelanjutan perkaranya yang sudah menahan 31 hari, maka tentu untuk penyelesaian kasusnya dalam perhitungan hak menahan dari para fungsional penegak hukum, hitungan harinya adalah 20 + 40 + 30 + 30 + 60 + 50 + 60 sehingga total penyelesaian kasus ES. yang sudah melalui ditahan selama 31 hari oleh Penyidik sampai dengan tuntutan serta vonis Mahkamah Agung/ MA. Hanya 290 hari - 31 hari atau sama dengan 259 hari, jika dihubungkan dengan 259 hari sejak 24 Juni 2019, tentunya perkara ini sudah vonis, entah apa isi vonis Majelis Hakim

Namun ES. tidak melakukan upaya hukum untuk melakukan tuntutan terhadap Polri  serta tidak juga menuntut ganti rugi terhadap Pemerintahan Negara RI atau terhadap POLRI sebagai institusi atau lembaga negara

Dan terkait KUHAP yang merupakan ketentuan hukum positif atau hukum yang harus berlaku mengikat di negara ini ( ius konstitum ) terhadap semua isinya serta dikaitkan dengan asas fiksi hukum yang berlaku di NRI atau prinsip hukum daripada presumptio iures de iur bahwa *" semua tentang keberadaan ketentuan kaidah atau norma - norma hukum yang berlaku di negara ini dianggap sudah diketahui oleh semua masyarakat bangsa ini, walau sekalipun seorang individu atau kelompok masyarakat bangsa ini pada realita kesehariannya tinggal dan hidup terpencil di atas pegunungan serta mereka tidak tamat SD./ Sekolah dasar sekalipun "*

Maka bagaimana jika dihubungkan dengan status Penyidik Polri, Sang Para Penegak Hukum dan seorang Andar Situmorang yang Advokat, seorang penegak hukum menurut Pasal 5 UU. Advokat. Bukankah oleh seorang Andar yang notabene patut melekat pada profesi advokat ( penasihat hukum) dirinya mengetahui asas fiksi hukum, lalu karena desakannya yang publis di berbagai media sosial ini, dirinya tentu dapat dituntut sesuai asas NRI yang berdasarh hukum ( rule of law ) serta belaku equal atau berlaku kepada siapa saja, oleh karena pernyataan bohong atau pencemaran nama baik yang dilakukannya melalui media elektronik ini ( UU. ITE ). Kembali kepada Eggi/ ES. Apakah ES. Mau melaporkan Andar Situmorang kepada Penyidik Polisi Siber Bareskrim Mabes Polri. Oleh sebab subjek hukum, Ia, ES memiliki legal standing terhadap perbuatan delik aduan ini, akibat atas desakan Andar Situmorang kepada Penyidik Mabes Polri agar melanjutkan perkara ES. Terkait Makar yang sudah tutup buku sesuai ketentuan KUHAP. 

Namun diluar unsur " kecerobohannya atau kekurang mengertiannya Andar terhadap hukum, setidaknya kurangnya pendalaman hukum terhadap pasal - pasal a quo didalam Kuhap. Pastinya Andar Situmorang, S.H., M.H. sudah membuka aib atau mempermalukan Para Penyidik Polri, walau  ES sendiri yang memiliki hak hukum atas pelanggaran HAM terhadap dirinya, hakekatnya nampak " sudah melupakan atau memaafkan kelalaian " daripada partner-nya selaku sesama penegak hukum - yaitu Para Penyidik Polda Metro Jaya, atau Penyidik Bareskrim Polri, oleh sebab kekeliruan milik manusia atau manusiawi dan Polri adalah salah satu aset negara yang teramat penting untuk NKRI. POLRI merupakan sahabat bangsa ini, dan khususnya sahabat masyarakat aktivis pencahari keadilan dalam peran masyarakat sesuai UU. Polri dan sistim hukum yang ada di tanah air.

Demikian Legal Opini Damai Hari Lubis , Ketua Tim Advokasi Aktivis Muslim Senior , Prof. DR. Eggi Sudjana , SH. MSI