Terkait Laporan GP Ansor ke Faizal Assegaf, Damai Lubis: NU Ormas Islam Milik Umat, Tidak Boleh Anti Kritik

 



Kamis, 10 November 2022

Faktakini.info 

Perihal : " Laporan GP Ansor yang dibuat di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya pada Selasa, 8 November dengan nomor laporan LP/B/5700/XI/2022/SPKT/POLDA METRO JAYA " 


N.U. Ormas Islam Milik Umat Muslim pada umumnya. Tidak boleh anti kritik

Semua pernyataan Faisal Assegaf / FA. yang disampaikan terkait Nahdlatul 'Ulama/ NU. Dan atau sekalipun terhadap para tokoh-tokohnya, ( Staquf dan Yaqult ), jika disimak secara teliti, tidak ada nada hujat atau wujud hinaan, yang ada dan menonjol justru hanyalah beberapa pesan dalam bentuk narasi kritik yang membangun, dengan gaya bahasa yang ceplas - ceplos kepada titik permasalah yang dirinya rasakan atau to the point

Selanjutnya pesan yang dapat dibaca, narasinya sarat dengan muatan historis yang juga tidak keluar dari koridor haknya F.A dalam   kemerdekaan atau kebebasan menyampaikan pendapat   dimuka umum, baik lisan maupun secara tertulis atau sebagai aplikasi peran serta publik terhadap pejabat publik ( Menag ) dan publik figur yakni Ketua Umum NU. 

Diantara beberapa narasi FA. yang menjadi objek ( laporan ) perkara, contoh "  Staquf gagal merekonstruksi tudingan ’pengungsi’ yang dialamatkan pada habaib", "Ormas yang dulu ngebeng pada pemikiran cemerlang & pengaruh para tokoh habaib, kini dibajak untuk membenci habaib ", dan juga pernyataannya "Berbagai data yg dihimpun, Loyalis Ketum PBNU & Menag makin agresif menyerang habaib & Arab secara brutal. Alasannya penjaga NKRI "

Maka statemen FA. yang demikian materi narasinya, merupakan rangkaian komentar yang masih dalam kategori standar, atau pendapat yang logis di negara yang terproteksi untuk mengekspresikan haknya dalam batasan etika berdemokrasi,sebagai wujud kemerdekaan dan  atau kebebasan berpendapat. Terlebih FA. Sebagai individu yang  punya fam/ clan/ atau garis keturunan " Assegaf "

Ideal dalam hal ini  Penyidik tidak boleh cepat tanggap yang berkesan " overdosis ", penyidik lebih bijak mencoba untuk lebih dulu mengutamakan peran edukasi hukum terhadap khususnya dalam hal perihal asas atau prinsip hukum tentang eksistensi kebebasan berpendapat dimuka umum baik lisan maupun tulisan yang halal tuk disampaikan oleh seorang WNI yang dilindungi oleh sistem konstitusi yang bersifat positif ( final dan mengikat ) atau peran " korektif " masyarakat terhadap pejabat publik serta figur / tokoh publik yang menjadi " akar masalah "

Jika alasan F.A. ternyata dirinya justru ingin membangun citra  NU. Karena dia sendiri adalah simpatisan NU. Jadi apa salah atau dimana letak kelirunya FA. Baik dari sisi hukum dan hak penyampaian kritik atau pendapat publik

Jadi penyidik mesti mengantongi pengetahuan hal fundamen atau asas hukum dan juga tentang karakteristik atau bakat individu atau tepatnya perihal kemampuan gaya bahasa dari seseorang, pastinya ungkapan sastra, baik yang disampaikan secara lisan dan atau melalui tulisan oleh seseorang tidak dapat dituntut menjadi sebuah delik pidana

Dan sekali lagi andai ada kelanjutan proses hukum  terhadap laporan dari seseorang atas nama warga NU. penyidik kelak mesti klarifikasi secara detil untuk mengungkap modus FA. Mengeluarkan pernyataan yang menjadi objek laporan. Karena FA. Dari isi konten pernyataannya, hakekatnya cukup objektif, indikasinya lebih subtansial kepada faktor pembelaan dirinya dan atau pun golongannya, dari dirinya sebagai seorang individu yang memiliki status sebagai dari WNI asal keturunan Arab atau golongan yang Ia merasa teraniaya atau terdzolimi dan atau merasa dimusuhi, walau sesuai data impirik, atau dengan kata lain pendapat ( FA ) ini sungguh tidak apriori karena berkesesuaian dengan banyak buku sejarah di republik ini dan faktanya memang tidak bisa dinafikan, bahwa banyak daripada tokoh - tokoh golongan atau kelompok keturunan arab. Bahkan keberadaanya di nusantara, cikal bakal NRI ini, sudah ratusan tahun amat dan sangat membantu baik dalam bentuk dukungan tenaga harta benda serta pikiran ( moril dan materil )  dalam upaya perjuangan  merebut kemerdekaan RI dari tangan negara kolonialis. Namun FA. Tidak mau menggunakan haknya untuk melapor para pendzolim yang rasis terhadap suku asal bangsa Arab atau golongannya. Tentu rasisme ini pun bertentangan dengan prinsip NKRI yang bhinneka tunggal ika dan  melanggar sumpah pemuda

Jadi sekali lagi penyidik sebagai aparatur penegak hukum negara mesti objektif dalam pelaksanaan tupoksinya, harus due procces dan equal, selain mesti punya tanggung jawab hukum juga harus terbebani pertanggung jawaban moral kepada publik, diantarnya mengayomi dan melindungi semua lapisan masyarakat ( non discrimintion ) dari berbagai golongan atau Lintas SARA, atau teguh pada prinsip menghargai persamaan derajat, tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap para  pihak yang bertikai,  baik terhadap pelapor maupun terhadap pihak terlapor, termasuk tanpa melihat suku bangsa, warna kulit, status social, afiliasi atau ideology dan 

sebagainya termasuk apapun jabatan yang disandang oleh para pihak.

Dan hendaknya penyidik bijaksana jika memberi pandangan terkait metode alternatif atau pola penyelesaian sengketa hukum yang dapat dilakukan di tanah air, dengan cara mengedepankan praktek penyelesaian musyawarah ( restorative justice ) yang biasa digunakan selama ini terhadap beberapa peristiwa laporan kasus tindak pidana yang ( pernah ) ada sebelum-sebelumnya 

Terhadap pokok permasalahan sesuai kaidah hukum, bahwa secara spesifik  N.U. adalah Ormas Islam namun milik umat muslim pada umumnya, bukan milik pribadi serta organisasi pastinya tidak boleh anti kritik. Seandainya ada didalam anggaran dasar dan rumah tangga AD/ RT. N.U. melarang individu maupun kelompok orang  dari internal ( anggota maupun simpatisan ) dan atau dari eksternal NU. Menyampaikan kritik terhadap anggotanya yang menjadi pejabat publik atau figur publik, tentunya ketentuan AD/RT yang demikian, adalah bertentangan dengan UU. Ormas dan berlawanan dengan UUD.1945  ( rule of law ), sehingga AD./ RT. NU. lebih dulu wajib untuk direvisi, agar selaras dan mengacu kepada sistem hukum atau rule of law

Damai Hari Lubis 

Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212