BKsPPI, MER-C dan KISDI Kutuk Pembakaran Kitab Suci Al-Qur’an di Swedia
Selasa, 24 Januari
Faktakini.info, Jakarta - Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI) mengutuk keras tindakan rasis pemicu konflik berupa pembakaran salinan Al-Qur’an oleh Rasmus Paludan, pemimpin partai sayap kanan Denmark garis keras di Stockholm, Swedia, Sabtu lalu (21/1).
Sekretaris Umum BKsPPI Dr Akhmad Alim Lc mengatakan, aksi pembakaran Al-Qur’an yang menjadi kitab suci umat Islam seluruh dunia adalah tindakan rasis dan jahat yang mengkonfirmasi adanya Islamofobia, padahal sejak Maret 2022, PBB telah menyatakan penghentian dengan menjadikan sebagai hari anti Islamofobia.
“Aksi pembakaran Al-Qur’an oleh politisi Denmark ini telah menyakiti umat Islam seluruh dunia yang dengan tindakan ini menunjukkan sikap inkonsistensi dan intoleransi terhadap keyakinan Muslim. Padahal Barat selama ini selalu mengkampanyekan narasi toleransi,” jelas Ustaz Alim dalam pernyataannya yang diterima Suara Islam, Senin (23/1/2023).
Menurutnya, aksi rasis pembakaran Al-Qur’an akan memicu konflik horizontal di seluruh belahan dunia jika cara-cara rasis seperti itu tidak dihentikan. “Karenanya, PBB dan negara-negara Islam harus memberikan teguran keras dan sanksi agar tidak menjalar ke negara-negara lain,” tegas Ustaz Alim.
BKsPPI menghimbau kepada seluruh negara di dunia, utamanya Barat untuk tidak lagi mengembangkan narasi Islamofobia, seperti narasi radikalisme, ekstrimisme, terorisme dan sejenisnya, sebab Islam adalah agama damai dan memiliki misi untuk menebarkan rahmat bagi alam semesta.
“BKsPPI juga mengingatkan agar seluruh pemimpin negara di dunia agar tidak memposisikan Islam sebagai musuh, halangan dan ancaman bagi kemajuan negara sehingga dikembangkan berbagai tuduhan dan fitnah. Semestinya dibudayakan dialog peradaban agar kebenaran dan kebaikan Islam bisa dipahami, bukan dibenci,” jelas Ustaz Alim.
Selain itu, BKsPPI mengimbau kepada seluruh jaringan pesantren seluruh Indonesia untuk berperan aktif merespon dan meluruskan problematika gerakan Islamfobia global yang meresahkan dunia Islam.
Lembaga sosial medis untuk kemanusiaan dan perdamaian, Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia mengecam keras aksi pembakaran Al Qur’an yang kembali dilakukan oleh Rasmus Paludan, di Stockholm Swedia pada Sabtu (21/1).
Aksi provokatif ini bukan yang pertama kali. Sebelumnya Rasmus Paludan, seorang politisi Swedia juga pernah menggelar sejumlah demontrasi dengan aksi membakar Al Qur’an.
MER-C sangat menyayangkan pembiaran yang dilakukan Pemerintah Swedia terhadap aksi pembakaran kitab suci umat Islam, sehingga kejadian ini bisa terus berulang.
“Kami mempertanyakan Pemerintah Swedia yang tidak mencegah aksi penistaan dan pelecehan agama Islam tersebut, bahkan memberikan izin atas nama kebebasan berakspresi. Padahal tindakan ini sangat berbahaya bagi kerukunan umat beragama tidak hanya di Swedia namun juga di seluruh dunia,” ujar Ketua Presidium MER-C dr Sarbini Abdul Murad dalam pernyataan sikapnya, Senin (23/1/2023).
Untuk itu, MER-C meminta Pemerintah Swedia agar segera mengambil tindakan tegas dengan menghukum pelaku dan meminta maaf kepada umat Islam di dunia.
“Kami minta Pemerintah Swedia dapat segera bertindak tegas terhadap praktek-praktek penistaan agama seperti ini agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Pembakaran kitab suci Al Qur’an akan memancing kemarahan umat Islam dunia. Pemerintah Swedia sebaiknya segera meminta maaf kepada umat Islam di dunia atas pembiaran aksi tersebut,” tegasnya.
Di sisi lain, Sarbini juga berharap Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) bisa mengambil sikap atas aksi pembakaran Al Qur’an di Swedia sehingga kejadian ini tidak terjadi lagi.
Komita Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) mengutuk keras aksi pembakaran Al-Qur’an yang dilakukan politisi ekstrimis Rasmus Paludan di Swedia.
“Aksi pembakaran tersebut merupakan tindakan rasis yang melukai umat Islam di seluruh dunia, apalagi ini dilakukan dengan penjagaan dan legalisasi dari pihak berwenang di Swedia,” ujar Ketua KISDI HM Mursalin lewat pernyataannya pada Selasa (24/1/2023).
Mursalin menambahkan, aksi pembakaran Al-Qur’an merupakan tindakan ekstrim, intoleran, radikal dan bentuk nyata dari Islamofobia.
“KISDI menyayangkan, sikap anti Islam tersebut muncul setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi menetapkan tentang Anti Islamofobia,” jelas Mursalin.
Karena itu, ia mendesak PBB agar komitmen dengan ketetapannya dan segera memberi sanksi tegas kepada pelaku penista agama dan Swedia yang melindunginya.
"KISDI juga meminta pemerintah Indonesia untuk bisa memberikan tindakan yang lebih konkret dengan memanggil Duta Besar Swedia di Indonesia dan memberikan teguran keras agar kejadian ini tidak terulang di kemudian hari,” tegas Mursalin.
Namun, kata dia, apabila sikap kecaman dan desakan secara diplomasi dari banyak negara tidak digubris dan hukum tidak ditegakkan, jangan sampai ada yang bertindak seperti dahulu yang dilakukan kepada Salman Rushdie yang melakukan penistaan agama..
Saat itu, kata Mursalin, pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ruhollah Khomeini mengeluarkan fatwa yang menyerukan umat Islam mengeksekusi Salman Rushdie beberapa bulan setelah novel The Satanic Verses (ayat-ayat setan) yang menghina Islam diterbitkan.
"Karena itu, segala bentuk penistaan agama harus diberikan hukuman tegas agar aksi Islamofobia ini tidak berulang kembali,” tandasnya.
Foto: Rasmus Paludan
Sumber: suaraislam.id