Keterangan Ahli Pidana Jujur & Objektif, Gus Nur & Bambang Tri Harus Bebas (Vrijspraak) atau Setidaknya Lepas (Onslag)
Kamis, 16 Februari 2023
Faktakini.info
*KETERANGAN AHLI PIDANA JUJUR & OBJEKTIF, GUS NUR & BAMBANG TRI HARUS BEBAS (VRIJSPRAAK) ATAU SETIDAKNYA LEPAS (ONSLAG)*
Oleh : *Eggi Sudjana*
_Ketua Umum TPUA/Tim Penasehat Hukum Gus Nur & Bambang Tri Mulyono_
Setelah memeriksa 16 (enam belas) saksi fakta dan 4 ( Empat ) ahli, baru keterangan ahli pidana yang saya nilai memberikan keterangan obkjektif, sistematis , Toleran, Jujur, Benar, Adil . Obyektif maksud penjelasannya sesuai fakta tidak memihak jaksa walaupun Ia didatangkan oleh Jaksa artinya lebih untuk kepentingan Dakwaan Jaksa. Sistematis maksudnya penjelasan nya Runut berdasar hukum yang berlaku , Toleran maksudnya mau menerima pendapat Orang Lain, tidak mempertahankan pendapatnya sendiri, Jujur maksudnya tidak menyembunyikan ilmunya yang mengenai pidana, Benar maksudnya terjadi persesuain antara pernyataan nya dengan kenyataan, Adil maksud nya mampu menempat kasus ini sesuai Hukum bukan kepentingan.
Bahwa berdasarkan Eggi Sudjana teori Ost jubedil tersebut, Prof. Dr. MOMPANG L. PANGGABEAN, S.H., M.Hum adalah Ahli bidang hukum Pidana yang dihadirkan oleh JPU dalam sidang Gus Nur & Bambang Tri, pada Selasa 7 Februari 2022 di Pengadilan Negeri Surakarta. Ahli dimintai keterangannya sebagai ahli pidana, telah mampu memenuhi kaedah berfikir Ilmiah maka saya menerima kesaksian nya .
Ahli diambil keterangannya dalam perkara Dugaan Tindak pidana yang melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan tindak pidana Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan/atau Dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dan/atau Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat dan/atau Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong dan/atau Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat.
Pada tahap awal, ahli secara rinci menerangkan sejumlah doktrin, teori dan referensi hukum pidana. Pemaparannya sistematis, rujukannya jelas.
Hal ini berbeda dengan tiga ahli sebelumnya, baik ahli Agama Islam ,ahli bahasa dan ahli sosiologi yang tidak merujuk referensi dari teori yang mereka sampaikan. Pemaparannya tidak siatematis, bahkan dalam simpulannya justru menghakimi terdakwa. Seolah, ahli Agama , ahli bahasa dan ahli sosiologi telah mengambil alih peran Majelis Hakim.
Ahli begitu runut menjelaskan unsur pidana dari Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 156a huruf a KUHP dan/atau Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Saat ditekan oleh Jaksa, untuk menilai bagaimana dengan fakta yang dilakukan oleh Terdakwa Gus Nur dan Bambang Tri?
Prof. Dr. MOMPANG L. PANGGABEAN, S.H., M.Hum dengan bijak menerangkan, bahwa kewenangan untuk menilai itu ada pada Majelis Hakim. Jaksa tak mampu mendapatkan keterangan dari ahli untuk memberatkan terdakwa.
Disisi yang lain, ahli jujur menyatakan tidak boleh ada ekstensifikasi (perluasan) tafsir menggunakan analogi. Tafsir UU harus sejalan dengan apa yang dikehendaki oleh UU.
Kami menilai, jaksa telah memperluas tafsir 'menerbitkan keonaran dikalangan rakyat' yang semestinya terjadi dalam alam nyata, sebagaimana UU No 1/1946 dibentuk tidak ada internet, namun saat ini dipaksakan dengan tafsir keonaran itu berupa adanya pro kontra komentar di channel youtube yang dianggap menimbulkan rasa resah dan gelisah.
Ahli juga menerangkan semestinya ada klarifikasi ke terdakwa sebelum dikenakan pasal penodaan agama. Hal ini sejalan dengan ahli agama, yang menejankan adanya niat menodai agar terpenuhi unsur menodai agama.
Gus Nur tidak pernah berniat menodai agama. Gus Nur membimbing Mubahalah Bambang Tri untuk mendapatkan keyakinan soal Ijazah palsu Jokowi.
Bambang Tri juga berani beubahalah bukan karena ingin menodai agama, tetapi karena meyakini ijazah Jokowi palsu berdasarkan bukti yang dimilikinya. Bahkan Bambang Tri berani mendapatkan laknat Allah SWT kalau ternyata dia berbohong.
Yang menarik ahli juga jujur menerangkan, bahwa apabila perbuatan pidana yang didakwakan tidak terbukti (semua unsurnya)secara sah dan meyakinkan, maka Hakim harus memberikan Putusan bebas (Vrijpraak).
Sedangkan apabila perbuatan pidana yang didakwakan terbukti secara sah dan meyakinkan tetapi perbuatan pidana tersebut tidak mengandung unsur kesalahan, maka hakim haris menjatuhkan putusan lepas (Onslag).
Bahwa disisi lain keterangan ahli menerangkan contoh kasus di PN Gorontalo , Hakim tidak menerima pembuktian dengan bahan fotocopyan , sementara dalam kasus Gus Nur dan B.Tri , Jaksa menggunakan foto copyan dari ijasah jokowi tidak pernah menampilkan ijasah Asli nya Presiden RI Jokowi.
Kami yakin, Gus Nur dan Bambang Tri tidak bersalah. Maka kami berharap hakim memberikan putusan bebas atau setidaknya lepas, agar masyarakat dapat menilai masih ada keadilan yang dilahirkan dari putusan pengadilan di negeri ini. [].
Foto: Eggi Sudjana