Bantah Pembenci Habaib: DNA Tak Bisa Jadi Rujukan Memastikan Nasab Orang Dalam Jangka Waktu Sangat Jauh Apalagi 1.000 Tahun

 




Ahad, 9 April 2023

Faktakini.info 

Jawaban Terhadap Artikel yang Menolak Keabsahan Nasab Ba’Alawi

Oleh: Abu Syarief Putro Bintang 

Sumber: 

https://islamindonesia.id/kolom/kolom-jawaban-terhadap-artikel-yang-menolak-keabsahan-nasab-baalawi.htm

Artikel Terkait: 

Terputusnya Silsilah Habib Kepada Nabi Muhammad 

https://qbadindo.com/2023/01/07/terputusnya-silsilah-habib-kepada-nabi-muhammad-saw/ 

Tentang Keabsahan Nasab Ba’Alawi

Akhir-akhir ini beredar sejumlah tulisan di media sosial yang menyangkal keaslian nasab habaib (sayyid dari jalur Ba’Alawi) sebagai keturunan Nabi. Upaya penyangkalan itu termasuk dengan mengemukakan klaim hasil tes DNA. Namun disayangkan tulisan-tulisan tersebut mencerminkan pengetahuan dan pemahaman yang serba sedikit dari penulisnya menyangkut persolan DNA yang pada dasarnya sangat kompleks.

Mutasi Haplogroup

Sekelompok peneliti dan pakar DNA dari Universitas Cornell dan New York Genome Center di Amerika Serikat melakukan penelitian yang melibatkan 1700 sampel DNA laki-laki dan menemukan laju mutasi yang berbeda antar Haplogroup sehingga estimasi umur Haplogroup juga bisa berbeda-beda. Penelitian ini juga secara tidak langsung mengindikasikan mutasi genetik yang mungkin terjadi antar Haplogroup dan tidak hanya terbatas pada SNP atau subclade saja.

Para ahli belum mampu memahami mengapa hal ini terjadi dan apa sebab-sebabnya. Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Mollecular Biology oleh Universitas Oxford pada 2020. Maka menjadi sangat naif jika seseorang yang memungut data parsial dan terbatas dari sekelompok interst group atau perusahaan DNA dan media sosial di dunia maya, lalu secara tergesa mengambil kesimpulan.

Bahkan, dalam penelitian ilmiah yang serius dan kredibel pun, sampai saat ini DNA belum bisa dijadikan rujukan untuk memastikan keturunan atau nasab seseorang dalam rentang waktu yang sangat jauh, apalagi lebih dari 1000 tahun yang lampau. Banyaknya discrepancy yang ditemukan menyebabkan kesulitan dalam pengambilan kesimpulan.

Kesalahan Fundamental dan Elementer

Maka kesalahan fundamental yang dilakukan oleh penulis artikel yang menggugat kesayyidan Ba’Alawi itu, tidak terbatas pada kesimpulan dan pemahamannya terhadap dunia DNA dan perkembangannya saja, melainkan juga berbagai kesalahan yang bersifat elementer.

Tulisan itu diawali dengan kesimpulan bahwa secara umum etnis Arab di Jazirah Arab berada dalam Haplogroup J dan E untuk yang tinggal di Afrika Utara (Arab suku Ber-Ber). Pernyataan ini sendiri sudah salah kaprah, karena suku Barber itu sendiri adalah etnis yang tidak termasuk dalam kategori ‘Arab’. Mereka sendiri pun tidak mengaku sebagai bagian dari etnis Arab, bahkan mereka mempunyai bahasa lokal tersendiri.  

Si penulis artikel tersebut juga menyebutkan bahwa berdasarkan hasil tes DNA yang open posting di FamilyTreeDNA, para habib berhaplogroup G. Artinya garis laki laki mereka ternyata berasal dari Kaukasia. Lagi-lagi ini sebuah kesimpulan yang tergesa-gesa. 

Kalau toh kita mempercayai teori asal-usul Haplogroup itu, yang berbagai detailnya masih diperdebatkan para ahli hingga sekarang, banyak teori lain yang diungkapkan para ilmuwan bahwa Haplogroup G-M201 itu berasal dari fertile cresent, atau daerah yang meliputi Levant, Mesopotamia dan Turki Selatan saat ini.[1]

Tingginya frekuensi Haplogroup atau subclade tertentu di sebuah lokasi tidak berarti dan memastikan di situ pula asal-usul mereka. Ada berbagai teori migrasi yang memprediksikan mengapa terdapat beberapa konsentrasi tinggi G-M201 ini di daerah Kaukasus.[2]

Penulis artikel yang menggugat kesayyidan Ba’Alawi itu menyebutkan bahwa etnis Arab berasal dari Haplogroup J dan etnis Arab itu berada dalam cabang Haplogroup J1. Pernyataan ini sendiri pada dasarnya bermasalah ditinjau dari berbagai sudut. Pertama, definisi etnis Arab itu sendiri sangat kabur karena realitasnya tidak semuanya berasal dari keturunan yang sama. Kedua, Haplogroup J1 tidak spesifik terbatas etnis Arab saja melainkan mencakup berbagai etnis lain, walaupun mempunyai konsentrasi tertinggi di Timur Tengah.

Ketiga, asal-usul Haplogroup J1 atau J-M267 itu sendiri masih diperdebatkan oleh para ahli dan pada dasarnya belum bisa dipastikan. Sebuah penelitian mutakhir mengenai Haplogroup J1 yang dipublikasikan oleh para ilmuan dalam sebuah laporan ilmiah yang diterbitkan pada 2021 dan juga dalam artikel lain di journal ilmiah Nature Communications menyimpulkan bahwa Haplogroup J1 ini bermula dari penemuan manusia tertua di daerah Kaukasus, yaitu gua Satsurblia Cave, yang berada di daerah Georgia sekarang ini ( Jones et. al 2015).[3] 

Secara statistik Haplogroup J1 juga mempunyai konsentrasi tinggi di beberapa daerah Kaukasus. Mengikuti teori ini, Haplogroup J1-M267 ini berasal dari Kaukasus dan kemudian menyebar di Timur Tengah. 

Keempat, banyak populasi etnis yang dianggap ‘Arab’ juga berada di Haplogroup lain, seperti J2 yang merupakan cabang lain dari Haplogroup J, demikian pula G dan E, bahkan ada yang berada di Haplogroup T. Ini juga bisa dibuktikan di berbagai database perusahan-perusahaan DNA komersial, termasuk yang sering dirujuk sendiri oleh si penulis, yaitu family treeDNA. 

Bahkan ada sebuah interest group di situs family tree DNA yang beranggotakan ratusan orang memfokuskan ke penelusuran genetik kelompok Arab yang tergolong dalam Haplogroup G yang disebut G Arabia, di mana bisa ditemukan berbagai sampel dari bebagai golongan dari berbagai suku Arab dan individu sayid yang berada di Timur Tengah, seperti jalur Al-Jammaz, Al-Qitali Ar-Rifa’i, para sayid Musya’sya’in, Al-Abbasi Al-’Alawi, ‘Ubaidali, Al-Ja’fari, Jammaz, Hasyimi dan lain-lainnya.[4] 

Selengkapnya klik:

Jawaban Terhadap Artikel yang Menolak Keabsahan Nasab Ba’Alawi (Menjawab Fitnah Habib-habib Palsu)

https://www.faktakini.info/2023/02/jawaban-terhadap-artikel-yang-menolak.html 

Foto: Keakraban dzurriyah Sayyidina Hussein (Habib Taufiq bin Abdul Qodir Assegaf) dengan dzurriyah Sayyidina Hasan (Sayyid Muhammad Amin Al Idrisi Alhasani)