Biografi Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad
Senin, 11 Juni 2023
Faktakini.info
Biografi Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad
Referensi
1. KELAHIRAN
Al-habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad dilahirkan pada malam senin 5 Shafar 1044 H / 1624 M di Subair, di pinggiran kota Tarim, Hadramaut, Yaman. Pada tahun kelahirannya, terjadi beberapa peristiwa, di antaranya adalah wafatnya Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim dan Sayyid Yusuf bin Al-Fasi (Murid Syekh Abu Bakar bin Salim) dan terbunuhnya Sayyid Ba Jabhaban.
2. NASAB AL-HABIB ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD
Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar bin Ahmad bin Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin Al-Faqih Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi Ammil Faqih bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Mirbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi' Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraidli bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein. Radliyallahu ‘anhum ajma’in.
3. WAFAT
Pada hari Kamis, 27 Ramadhan 1132 H / 1712 M, Al-Habib Abdullah Al-Haddad sakit, sehingga tidak bisa ikut shalat ashar berjamaah di masjid dan pengajian sore. Beliau memerintahkan orang-orang untuk tetap melangsungkan pengajian seperti biasa dan ikut mendengarkan dari dalam rumah. Malam harinya, beliau shalat isya' berjamaah dan tarawih. Keesokan harinya beliau tidak bisa menghadiri shalat jum'at. Sejak hari itu, penyakit beliau semakin parah.
Beliau sakit selama 40 hari sampai akhirnya pada malam Selasa, 7 Dzulqaidah 1132 H / 1712 M beliau wafat di kota Tarim, disaksikan anak beliau, Hasan. Beliau wafat dalam usia 89 tahun, meninggalkan banyak murid, karya dan nama harum di dunia. Beliau dimakamkan di pemakaman Zanbal, Tarim, Yaman. Meski secara fisik telah tiada, secara batin Habib 'Abdullah bin Alwi Al-Haddad tetap hadir di tengah-tengah kita, setiap kali nama dan karya-karyanya kita baca.
Al-Habib Umar bin Zain bin Smith mengatakan bahwa ada seseorang yang hidup sezaman dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad, bermukim di Mekkah, sehari setelah Al-Habib Abdullah Al-Haddad wafat, ia memberitahukan kepada sejumlah orang bahwa semalam beliau sudah wafat. Ketika ditanya dari mana ia mengetahuinya, ia menjawab, “Tiap hari, siang dan malam, saya melihat beliau selalu datang berthawaf mengitari Ka’bah (padahal beliau berada di Tarim, Hadhramaut). Hari ini saya tidak melihatnya lagi, karena itulah saya mengetahui bahwa beliau sudah wafat.” Al-Quthub Al-Habib 'Abdullah bin Alwi al-Haddad, mempunyai enam orang anak laki-laki; Hasan, Alwi, Muhammad, Salim, Husain, dan Zain.
4. KELUARGA
Kedua orang tua Al-habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad adalah Sayyid Alwi bin Muhammad Al-Haddad. Ayah Habib Abdullah Al-Haddad dikenal sebagai seorang yang sangat sholeh. Sayyid Alwi, sejak kecil berada di bawah asuhan ibundanya Syarifah Salwa, yang dikenal sebagai wanita ahli ma’rifah dan wilayah. Bahkan Al-Habib 'Abdullah bin Alwi Al-Haddad sendiri banyak meriwayatkan kekeramatannya. Kakeknya dari sisi ibu, Syaikh Umar bin Ahmad Al-Manfar Ba’alawi adalah termasuk ulama yang mencapai derajat ma’rifah sempurna.
Suatu hari Sayyid Alwi bin Muhammad Al-Haddad mendatangi rumah Al-Arif billah Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi, pada waktu itu ia belum berkeluarga, lalu ia meminta Syaikh Ahmad Al-Habsyi mendoakannya. Kemudia Syaikh Ahmad berkata kepadanya, ”Anakmu adalah anakku, di antara mereka ada keberkahan”. Kemudian ia menikah dengan cucu Syaikh Ahmad Al-Habsyi, Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi.
Al-Habib Idrus adalah saudara dari Al-Habib Husein bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi. Dan Al-Habib Husein ini adalah kakek dari Al-Arif billah Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi (Mu’alif Simtud Durror). Maka lahirlah dari pernikahan itu Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Ketika Habib Abdullah lahir, ayahnya berujar, “Aku sebelumnya tidak mengerti makna tersirat yang diucapkan Syekh Ahmad Al-Habsyi terdahulu, dan setelah lahirnya Abdullah, aku baru mengerti, aku melihat pada dirinya tanda-tanda sinar Al-Wilayah (Kewalian)."
5. MASA KECIL HABIB ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD
Ketika Habib Abdullah berusia 4 tahun, beliau terserang penyakit cacar. Demikian hebat penyakit itu, hingga hilanglah penglihatan beliau. Namun musibah ini sama sekali tidak mengurangi kegigihannya dalam menuntut ilmu. Beliau berhasil menghafal Al-Qur’an dan menguasai berbagai ilmu agama ketika masih kanak-kanak. Beliau sejak kecil gemar beribadah dan melakukan riyadloh. Nenek dan kedua orang tuanya sering kali tidak tega menyaksikan anaknya yang buta ini melakukan berbagai ibadah dan riyadloh. Mereka menasehati agar beliau berhenti menyiksa diri. Demi menjaga perasaan keluarganya, si kecil Abdullah pun mengurangi ibadah dan riyadloh yang sesunguhnya amat beliau gemari. Di masa mudanya beliau berperawakan tinggi, berdada bidang, berkulit putih, berwibawa dan di wajahnya tidak tampak bekas-bekas cacar yang dahulu menyebabkan beliau kehilangan penglihatannya.
6. GURU-GURU HABIB ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD, DI ANTARANYA ADALAH:
Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar bin Abdurrohman Al-Aththos bin Aqil bin Salim bin Abdullah bin 'Abdurrohman bin Abdullah bin Abdurrohman as-Segaff.
Al-'Allamah Al-Habib Aqil bin Abdurrohman bin Muhammad bin Ali bin Aqil bin Syekh Ahmad bin Abu Bakar bin Syekh bin Abdurrohman as-Segaff.
Al-'Allamah Al-Habib Abdurrohman bin Syekh Maula Aidid Ba’alawy.
Al-'Allamah Al-Habib Sahl bin Ahmad Bahasan al-Hudaily Ba’alawy.
Al-Mukarromah Al-Habib Muhammad bin Alwy bin Abu Bakar bin Ahmad bin Abu Bakar bin Abdurrohman Asseqaff.
Syaikh al-Habib Abu Bakar bin Imam Abdurrohman bin Ali bin Abu Bakar bin Syaikh Abdurrahman Asseqaff.
Sayyid Syaikhon bin Imam Husein bin Syaikh Abu Bakar bin Salim.
Al-Habib Syihabuddin Ahmad bin Syaikh Nashir bin Ahmad bin Syaikh Abu Bakar bin Salim.
As-Sayyid As-Syaikh Al-Habib Jamaluddin Muhammad bin Abdurrohman bin Muhammad bin Syekh al-Arif Billah Ahmad bin Quthbil Aqthob Husein bin Syaikh al-Quthb al-Robbani Abu Bakar bin Abdullah Al-Idrus.
As-Syaikh Al-Faqih As-Sufi Abdullah bin Ahmad Ba'alawy Al-Asqo.
As-Sayyid As-Syaikh Al-Imam Ahmad bin Muhammad Al-Qusyasyi.
7. MURID-MURID HABIB ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD, DI ANTARANYA ADALAH:
Habib Hasan bin Abdullah Al-Haddad (putra beliau).
Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi.
Habib Abdurrahman bin Abdullah bil-Faqih.
Habib Muhammad bin Zein bin Smith.
Habib Umar bin Zein bin Smith.
Habib Umar bin Abdullah al-Bar.
Habib Ali bin Abdullah bin Abdurrahnan as Segaf.
Habib Muhammad bin Umar bin Toha ash-Ahafi as-Segaf, dll.
Suatu hari beliau berkata: "Dahulu orang menuntut ilmu dari semua orang, kini semua orang menuntut ilmu dariku." Keaktifannya dalam mendidik dan berdakwah membuatnya digelari Quthbud Da’wah wal Irsyad. Beliau berpesan: “Ajaklah orang awam kepada syariat dengan bahasa syariat, ajaklah ahli syariat kepada tarekat ( thariqah ) dengan bahasa tarekat, ajaklah ahli tarekat kepada hakikat (haqiqah) dengan bahasa hakikat, ajaklah ahli hakikat kepada Al-Haq dengan bahasa Al-Haq, dan ajaklah Ahlul Haq kepada Al-Haq dengan bahasa Al-Haq.”
8. KETEKUNAN IBADAH HABIB ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD
Pada masa bidayah-nya (permulaannya), setiap malam beliau mengunjungi seluruh masjid di kota Tarim untuk beribadah. Telah lebih 30 tahun lamanya beliau beribadah sepanjang malam. Ketika beliau berada di bidayah-nya, Al-Faqih Abdullah bin Abu Bakar Al-Khotib, salah seorang guru Fiqih beliau, berkata: "Aku bersaksi bahwa Sayyid Abdullah Al-Haddad berada di Maqom Sayyid At-Thoifah Junaid".
9. PENYUSUNAN RATIB AL-HADDAD DAN WIRDUL LATHIF
Ketika beliau berusi
a 27 tahun, beberapa orang (Syi’ah) Zaidiyyah masuk ke Yaman. Para Ulama khawatir akidah masyarakat akan rusak karena pengaruh ajaran para pendatang syi’ah itu. Mereka lalu meminta beliau untuk merumuskan sebuah doa yang dapat mengokohkan akidah masyarakat dan menyelamatkan mereka dari faham-faham sesat. Beliau memenuhui permintaan mereka lalu menyusun sebuah doa yang akhirnya dikenal dengan nama Ratib Al-Haddad. Disamping itu beliau juga merumuskan bacaan dzikir yang dinamainya Wirid Al-Lathif.
Ketika berusia 28 tahun, ayah beliau meninggal dunia dan tak lama kemudian ibunya menyusul. Keluhuran budi beliau dalam kehidupannya, beliau juga mendapat gangguan dari masyarakat lingkungannya, beliau berkata: "Kebanyakan orang, jika tertimpa musibah penyakit atau lainnya, mereka tabah dan sabar, mereka sadar bahwa itu adalah qodlo dan qodar Allah SWT. Tetapi jika diganggu orang, mereka sangat marah. Mereka lupa bahwa gangguan-gangguan itu sebenarnya juga qodlo dan qodar Allah SWT, mereka lupa bahwa sesungguhnya Allah SWT hendak menguji dan menyucikan jiwa mereka. Rasulullah bersabda : “Besarnya pahala tergantung pada beratnya ujian. Jika Allah SWT mencintai suatu kaum, ia akan menguji mereka. Barang siapa ridlo, ia akan memperoleh keridloannya; barang siapa tidak ridlo, Allah SWT akan murka kepadanya.” (HR. Thabrani dan Ibnu Majah).
Habib Abdullah juga menjadikan Ratib Al-Atthas karya gurunya, Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas sebagai rujukan. Ketika seseorang datang minta ijazah atau izin mengamalkan Ratib Al-Haddad; beliau berkata : “Bacalah Ratib Guruku, kemudian baru Ratibku”. Ini merupakan cermin bagaimana seorang murid menghormati gurunya, meski karyanyalah yang lebih populer. Habib Abdullah tidak pernah menyakiti hati orang lain, apabila beliau terpaksa harus bersikap tegas, beliau kemudian segera menghibur dan memberikan hadiah kepada orang yang ditegurnya. Beliau berkata: "Aku tak pernah melewatkan pagi dan sore dalam keadaan benci dan iri pada seseorang!”.
Dalam mengarungi bahtera kehidupan, beliau lebih suka berpegang pada hadits Rasulullah SAW: ”Orang beriman yang bergaul dengan masyarakat dan sabar menanggung gangguannya, lebih baik dari pada orang yang tidak bergaul dengan masyarakat dan tidak pula sabar menghadapi gangguannya.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad). Dalam kesempatan lain beliau berkata: “Sesungguhnya aku tidak ingin bercakap-cakap dengan masyarakat, aku juga tidak menyukai pembicaraan mereka, dan tidak peduli kepada siapapun dari mereka.
Sudah menjadi tabiat dan watakku bahwa aku tidak menyukai kemegahan dan kemasyhuran. Aku lebih suka berkelana di gurun sahara. Itulah keinginanku; itulah yang kudambakan. Namun, aku menahan diri tidak melaksanakan keinginanku agar masyarakat dapat mengambil manfaat dariku.” Beliau menulis dalam sya’irnya: Bila Allah SWT mengujimu, bersabarlah karena itu haknya atas dirimu. Dan bila ia memberimu nikmat, bersyukurlah. Siapapun mengenal dunia, pasti akan yakin bahwa dunia tak syak lagi adalah tempat kesengsaraan dan kesulitan."
Beliau tidak pernah bergantung pada makhluk dan selalu mencukupkan diri hanya kepada Allah SWT. Beliau berkata: “Dalam segala hal aku selalu mencukupkan diri dengan kemurahan dan karunia Allah SWT. Aku selalu menerima nafkah dari khazanah kedermawanannya." “Aku tidak pernah melihat ada yang benar-benar memberi, selain Allah SWT. Jika ada seseorang memberiku sesuatu, kebaikannya itu tidak meninggikan kedudukannya di sisiku, karena aku mrnganggap orang itu hanyalah perantara saja,” Beliau sangat menyayangi kaum faqir miskin, “Andaikan aku kuasa dan mampu, tentu akan kupenuhi kebutuhan semua kaum faqir miskin. Sebab pada awalnya, agama ini ditegakkan oleh kaum mukminin yang lemah.” Dengan sesuap makanan tertolaklah bencana.
10. KARYA-KARYA BELIAU :
An-Nashoihud Diniyyah wal Washoyal Imaniyyah.
Ad-Da’watut Tammah wat Tadzkiratul ‘Ammah.
Risalatul Mu’awanah wal Muzhoharah wal Muazaroh.
Al-Fushul ‘Ilmiyyah.
Sabilul Iddikar.
Risalatul Mudzakaroh.
Risalatu Adabi sulukil Murid.
Kitabul Hikam.
An-Nafaisul ‘Uluwiyah.
Ithafus Sail Bijawabil Masail.
Tatsbitul Fuad.
Risalah Shalawat; diantaranya Shalawat Thibbil Qulub (Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammadin thibbil qulubi wadawa-iha, wa’afiyati abdani wa syifa-iha, wanuril abshari wadliya-iha, wa’ala alihi washahbihi wasalim).
Ad-Durul Mandhum (kumpulan puisi ).
Diwan Al-Haddad (kumpulan puisi).
Karya-karya beliau sarat dengan inti sari ilmu syari’at, adab islami dan tarekat, penjabaran ilmu hakikat, menggunakan ibarat yang jelas dan tata bahasa yang memikat. Semuanya ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami. Berisi ajaran tasawuf murni. Beliau berkata: “Aku mencoba menyusunnya dengan ungkapan yang mudah, supaya dekat dengan pemahaman masyarakat, lalu kugunakan kata-kata yang ringan, supaya segera dapat dipahami dan mudah dimengerti oleh kaum khusus maupun awam.”
Seluruh tulisannya sarat dengan ajaran islam (tauhid, syari’at, akhlaq, tarekat) semuanya tersaji bercirikan tasawwuf. Dalam Ad-Durrul Mandhum, misalnya beliau menulis: “Dalam bait-bait yang aku tulis ini, terdapat berbagai ilmu yang tidak ada dalam kitab lainnya. Maka barang siapa membacanya secara rutin, lalu berpegang teguh kepadanya, cukup sudah baginya.” Ada keyakinan di kalangan sebagian kaum muslimin, membaca karya Habib Abdullah bisa mendapatkan manfaat besar, yaitu keselamatan, bukan hanya bagi pembacanya, melainkan juga masyarakat sekitarnya.
11. MUJADDID ABAD KE 11 H
Penganut Mazhab Syafi’i, khususnya di Yaman, berkeyakinan bahwa Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad adalah Mujaddid (pembaharu) abad 11 H. pendapat ini diutarakan oleh Ibnu Ziyad, seorang ahli fiqih terkemuka di Yaman yang fatwa-fatwanya disejajarkan dengan tokoh-tokoh Fiqih seperti Imam Ibnu Hajar dan Imam Ramli. Seseorang pernah menggambarkan kedudukan beliau dengan ungkapan yang indah, yaitu: ”Dalam Dunia Tasawuf Imam Ghazali ibarat pemintal kain, Imam Sya’rani ibarat tukang potong dan Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad adalah penjahitnya.” Beberapa Ulama memberinya beberapa gelar, seperti :
Syaikhul Islam (Rujukan utama keislaman).
Fardul A’lam (Orang Ter-‘alim).
Quthbul Ghauts (Wali tertinggi yang bisa menjadi wasilah pertolongan).
Quthbud Da’wah wal-Irsyad (Wali Tertinggi yang memimpin Dakwah).
Pendapat Ulama tentang Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad. Al-Arif billah Quthbil Anfas Al-Imam Habib Umar bin Abdurrohman Al-Athas r.a. mengatakan, “Al-Habib Abdullah Al-Haddad ibarat pakaian yang dilipat dan baru dibuka di zaman ini, sebab beliau termasuk orang terdahulu, hanya saja ditunda kehidupan beliau demi kebahagiaan umat dizaman ini (abad 12 H)”. Al-Imam Al-Arif billah Al-Habib Ali bin Abdullah Al-Idrus mengatakan, “Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad adalah Sultan seluruh golongan Ba’alawi".
Al-Imam Al-Arif billah Muhammad bin Abdurrohman Madehej mengatakan, “Mutiara ucapan Al-Habib Abdullah Al-Haddad merupakan obat bagi mereka yang mempunyai hati cemerlang sebab mutiara beliau segar dan baru, langsung dari Allah SWT. Di zaman sekarang ini kamu jangan tertipu dengan siapapun, walaupun kamu sudah melihat dia sudah memperlihatkan banyak melakukan amal ibadah dan menampakkan karomah, sesungguhnya orang zaman sekarang tidak mampu berbuat apa-apa jika mereka tidak berhubungan (kontak hati) dengan Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebab Allah SWT telah menghibahkan kepada beliau banyak hal yang tidak mungkin dapat diukur.” Al-Imam Abdullah bin Ahmad Bafaqih mengatakan, “Sejak kecil Al-Habib 'Abdullah Al-Haddad bila matahari mulai menyising, mencari beberapa masjid yang ada di kota Tarim untuk sholat sunnah 100 hingga 200 rakaat kemudian berdoa dan sering membaca Yasin sambil menangis. Al-Habib Abdullah Al-Haddad telah mendapat anugerah (futuh) dari Allah SWT, sejak masa kecilnya."
Sayyid Syaikh Al-Imam Khoirud Din Al-Dzarkali menyebut Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai Fadhilun min Ahli Tarim (orang utama dari Kota Tarim). Al-Habib Muhammad bin Zein bin Smith berkata, “Masa kecil Al-Habib Abdullah Al-Haddad adalah masa kecil yang unik. Uniknya semasa kecil beliau sudah mampu mendiskusikan masalah-masalah sufistik yang sulit seperti mengaji dan mengkaji pemikiran Syaikh Ibnu Al-Faridh, Ibnu Arobi, Ibnu Athoillah dan kitab-kitab Al-Ghozali. Beliau tumbuh dari fitrah yang asli dan sempurna dalam kemanusiaannya, wataknya dan kepribadiannya”.
Al-Habib Hasan bin Alwi bin Awudh Bahsin mengatakan, “Bahwa Allah telah mengumpulkan pada diri Al-Habib Al-Haddad syarat-syarat Al-Quthbaniyyah.” Al-Habib Abu Bakar bin Said Al-Jufri berkata tentang majelis Al-Habib Abdullah Al-Haddad sebagai majelis ilmu tanpa belajar (ilmun billa ta’alum) dan merupakan kebaikan secara menyeluruh.
Dalam kesempatan yang lain beliau mengatakan, “Aku telah berkumpul dengan lebih dari 40 Waliyullah, tetapi aku tidak pernah menyaksikan yang seperti Al-Habib 'Abdullah Al-Haddad dan tidak ada pula yang mengunggulinya, beliau adalah Nafs Rohmani, bahwa Al-Habib 'Abdullah Al-Haddad adalah asal dan tiada segala sesuatu kecuali dari dirinya".
Seorang guru di Masjidil Haram dan Nabawi, Syaikh Syihab Ahmad At-Tanbakati berkata, “Aku dulu sangat ber-ta’alluq (bergantung) kepada Sayyidi Syaikh 'Abdul Qodir Al-Jailani. Kadang-kadang dia tampak di hadapan mataku. Akan tetapi setelah aku condong kepada Al-Habib Abdullah Al-Haddad, maka aku tidak lagi melihatnya. Kejadian ini aku sampaikan kepada Al-Habib Abdullah al-Haddad. Beliau berkata; 'Syekh Abdul Qodir Al-Jailani di sisi kami bagaikan ayah. Bila yang satu ghoib (tidak terlihat), maka akan diganti dengan yang lainnya. Allah lebih mengetahui.' Maka semenjak itu aku berta'alluq kepadanya".
Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi seorang murid Al-Habib Abdullah Al-Haddad yang mendapat mandat besar dari beliau, menyatakan kekagumannya terhadap gurunya dengan mengatakan, "Seandainya aku dan tuanku al-Habib Abdullah al-Haddad ziarah ke makam, kemudian beliau mengatakan kepada orang-orang yang mati untuk bangkit dari kuburnya, pasti mereka akan bangkit sebagai orang-orang hidup dengan izin Allah. Karena aku menyaksikan sendiri bagaimana dia setiap hari telah mampu menghidupkan orang-orang yang bodoh dan lupa dengan cahaya ilmu dan nasihat. Beliau adalah lauatan ilmu pengetahuan yang tiada bertepi, yang sampai pada tingkatan mujtahid dalam ilmu-ilmu Islam, Iman dan Ihsan. Beliau adalah mujaddid pada ilmu-ilmu tersebut bagi penghuni zaman ini."
Syaikh Abdurrohman Al-Baiti pernah berziarah bersama Al-Habib Abdullah Al-Haddad ke makam Sayyidina Al-Faqih Al-Muqoddam Muhammad bin 'Ali Ba’Alawi, dalam hatinya terbetik sebuah pertanyaan ketika sedang berziarah, “Bila dalam sebuah majelis dzikir para sufi hadir Al-Faqih Al-Muqaddam, Syekh Abdurrohman As-seqaf, Syekh Umar Al-Mukhdor, Syekh Abdullah Al-Idrus, Syekh Abdul Qodir al-Jailani, dan yang semisal setara dengan mereka, mana di antara mereka yang akan berada di baris depan? Pada waktu itu guruku, Al-Habib Abdullah Al-Haddad, menyingkap apa yang ada dibenakku, kemudian dia mengatakan, ‘Saya adalah jalan keluar bagi mereka, dan tiada seseorang yang bisa masuk kepada mereka kecuali melaluiku.’ Setelah itu aku memahami bahwa beliau Al-Habib Abdullah Al-Haddad, adalah dari abad 2 H, yang diakhirkan kemunculannya oleh Allah SWT pada abad ini sebagai rahmat bagi penghuninya.” Al-Habib Ahmad bin Umar bin Smith mengatakan, “Bahwa Allah memudahkan bagi pembaca karya-karya Al-Habib ‘Abdullah Al-Haddad untuk mendapat pemahaman (futuh), dan berkah membaca karyanya Allah memudahkan segala urusannya agama, dunia dan akhirat, serta akan diberi ‘afiat (kesejahteraan) yang sempurna dan besar kepadanya.” Al-Habib Thohir bin Umar Al-Haddad mengatakan, “Semoga Allah mencurahkan kebahagiaan dan kelapangan, serta rezeki yang halal, banyak dan memudahkannya,bagi mereka yang hendak membaca karya-karya Quthbul Aqthob wal Ghouts Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad."
12. CHART SILSILAH SANAD
Berikut chart silsilah sanad murid Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad dapat dilihat di sini.
13. REFERENSI
Diolah dan dikembangkan dari berbagai sumber.