Almarhum Pak Aru, Pernah Jadi Anak Menteng
Ahad, 9 Juli 2023
Faktakini.info
Pernah Jadi Anak Menteng
Saat itu hujan rintik2. Yamaha Nmax miliknya, disuruh bawa pulang salah satu staf Suara Islam. Kami baru saja keluar dari rumah Pak Fadli Zon, di kawasan Margasatwa, Jaksel.
Lalu Pak Aru saya bonceng. Pake Honda Beat. Tujuannya Senen. Mau nyari apa di Psr Senen, sy nggak nanya sedikitpun. Yg penting sy hati2 bawa motor. Waktu itu kondisinya tidak sehat betul.
Dari Margasatwa, kita lewat Warung Buncit, Mampang, lurus Rasuna Said. Lalu HOS Tjokroaminoto, Menteng. Di salah satu kavling, saya dipameri: "di daerah ini dulu tempat tinggal saya. Juga Pak Natsir." Jaman itu namanya masih Jalan Jawa. Pak Aru muda --yg saat itu tinggal bersama kerabatnya-- bertetanggaan dengan Pak M Natsir, mantan PM sekaligus Ketum Dewan Da'wah.
Lurus, akhirnya sampai di Senen. Dekat dg Terminal. Badan saya sdh setengah basah. Sy ikuti saja dr belakang, tanpa tanya apa yg beliau cari.
Ternyata kosong, tak ada. Lalu kita geser ke TB Gunung Agung, di Kwitang. Eh..ketemu. Dibelilah barang itu: Serial Komik Kho Ping Hoo.
Dan inilah rahasia, penggunaan diksi dlm tulisan2 beliau di rubrik Khatimah Tabloid Suara Islam. Ternyata gaya nulisnya terpengaruh oleh model Kho Ping Hoo berkisah.
Jd reporter sejak muda di Serial Media Dakwah, yg sering diceritakan pd sy adalah ruangannya yg bersebalahan dg ruang Pak Natsir, yg diberi kaca kecil sehingga Pak Natsir bisa mengetuk tuk menanyakan "sudah makan belum?" Pak Natsir, kata beliau, jg selalu mendahulukan gaji kru Media Dakwah.
Lain itu, yg sering diulang2 ceritanya adalah saat haji atas undangan Rabitah Alam Islami bersama salah satu sahabatnya, Pak Zulfi Syukur . Ceritanya terkait dg alm Pak Siddik (belakangan jd ketum Dewan Da'wah) yg saat itu jg berhaji. Agak panjang, tapi Pak Zulfi pun suka terpingkal kalau diingatkan kembali pengalaman mrk itu.
Lain kali, beliau cerita kpd saya, bgmn ia menjemput Pak AR Baswedan (kakek Pak Anies) di Stasiun Senen, tuk ke rumah Bung Hatta, mengambil hadiah mobil sedan Impala.
Pak Aru, nama lengkapnya Aru Syeif Fachruddin Assadullah. Dulu, suka nulis inisial ASA. Sy mengenalnya sejak 2006, ketika beliau bsm sejumlah tokoh mendirikan Tabloid Suara Islam.
Beliau jd Pemred sekitar 9-10 tahun. Hingga 2019, ketika dg sangat terpaksa kami tdk terbitkan lagi.
Pak Aru adalah putra dari Alm Kolonel Moch. Koen Syarwanie, Komandan Laskar Hizbullah Karesidenan Madiun. Setelah lebur ke TNI, pangkat beliau jd Letkol dan tergabung dlm STM 31 ( skrg Korem 081).
Saat sejumlah tokoh Masyumi ditahan di RTM Madiun, ibu-ibu para istri tapol tsb ketika hendak membesuk suami mereka di tahanan, transitnya di rumah mertua Pak Koen yg skrg menjadi rumah adik Pak Aru, yakni Pak Muhammad Halwan
Krn itu tak heran bila Pak Aru akhirnya berkhidmat di Media Dakwah -media milik Dewan Da'wah yg didirikan oleh tokoh2 eks Masyumi-, di saat media tsb jaya-jayanya hingga tutup, dan kemudian mendirikan Tabloid Suara Islam.
***
Sabtu pagi tadi, perasaan sy mulai tdk enak ketika dikabari bahwa beliau sedang kritis di RS UI. Hingga siang, sy merasa sesuatu.
Dan akhirnya terkaget, ketika hampir jam 13.30, Faza putri saya ngabari kalau ada WA yg ngabarkan kalau Pak Aru meninggal dunia.
Beliau org baik. Satu keluarga pernah diajaknya ke rumah sy desa di Pujon, Malang. Pdhl sy di Jkt. Bahkan melalui istri sy, sy pernah diminta tuk menempati rumahnya yg kosong. Hingga akhirnya dua tahun sepuluh bulan sy menempati rumah tsb.
Allahummaghfirlahu warhamhu waafihi wa'fuanhu. Smg beliau husnul khatimah, diterima segala amal baiknya, dan dimaafkan kesalahan2nya. []
Foto 1: Alm Pak Aru dan Alm Kiai Abdul Rasyid AS. Keduanya sahabat. Ini momen saat kami berada di ruang tunggu di Rumah Kertanegara IV, jelang Pilpres 2019 silam.
Foto 2: Rapat redaksi Tabloid Suara Islam sekitar 2009 silam, di Kantor Pak Luthfie Hakim di Jl Jeruk, Menteng. Tiga orang yg sdh tiada: Alm Kiai Abdul Rasyid AS, Alm Pak Aru, dan Alm H Cholil Badawi.
