Rumail Abbas: Bukti Materiil dan Historis Baalawi: Masjid Sayyid Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir
Rabu, 26 Juli 2023
Faktakini.info
BUKTI MATERIIL
Bagi mereka yang menekuni kesarjanaan historis, pandangan bahwa sosok di masa lalu memiliki sebutan yang berkembang secara bertahap (hingga matang di masa setelahnya) bukanlah sesuatu yang kontroversial.
Seperti Ali Kholi' Qasam Baalawi, Faqih Al-Muqoddam Baalawi, dan Shohib Mirbath Baalawi ternyata bukanlah julukan yang diberikan kepada tiga sosok historis tersebut di masanya, minimal dalam litetarur sezaman.
Lagi-lagi, kala di masa itu julukan baik itu tidak ada bagi mereka, dan baru muncul masa-masa belakangan, itu bukanlah suatu aib dan kontroversi.
Jangankan sosok historis, Islam sendiri (dalam sejarahnya) menjadi agama yang "berbingkai sempurna" melalui berbagai proses yang tidak sebentar. Tentu, kita bisa berdebat apakah Islam perlu proses ataukah tidak, sehingga menjadi agama yang "berbingkai sempurna" seperti yang kita saksikan sekarang.
Metodologi historis adalah tool yang saya pakai untuk menangkap jejak-jejak di masa lalu supaya situasi historisnya menjadi lebih mudah dipahami oleh saya, orang yang hidup satu milenium lebih dari sejarah itu.
Kala serius melacak nama problematik yang sedang digugat (yaitu Abdullah ibn Ahmad Al-Muhajir), saya menyusun tiga pertanyaan untuk memulai penelitian:
Pertama,
Bagaimana cara menelusuri konteks historis di masa Abdullah ibn Ahmad Al-Muhajir (dan keturunannya)?
Kedua,
Bukti historis apa saja yang bisa saya gunakan?
Ketiga,
Bagaimana cara menggunakan bukti-bukti historis itu?
Bukti historis berupa literatur (kajian pustaka) sudah rampung, saya kira. Kiai Imaduddin sudah merampungkannya dalam tiga buku (dua berbahasa Indonesia, dan satu berbahasa Arab).
Nah, sudahkah ada yang mencari bukti materiil masa lalu yang tersedia sekarang? Bukti itu bisa dari penginggalan koin, inskripsi di bebatuan, arsitektur bangunan, dan data-data arkeologis lainnya.
Kiai Imaduddin belum melakukannya, dan saya berusaha menggenapinya. Supaya kesunyian nama Abdullah ibn Ahmad Al-Muhajir terkonfirmasi secara historis lewat semua bukti yang lengkap.
Nah, apakah ia sosok fiktif?
Sepanjang penelitian saya, Abdullah ibn Ahmad Al-Muhajir adalah sosok historis dan faktual. Seperti salah satu bukti materiil yang saya unggah di bawah (dan masih ada yang lain).
Ia adalah masjid yang didirikan Alwi ibn Abdillah ibn Ahmad Al-Muhajir pada abad kelima hijriyah. Di bawah masjid itu terdapat sumur yang didapat melalui terowongan (sirdab), dan terukir nama "Ubaidillah" di dinding sumur itu.
Uniknya, sedikit Baalawi yang memerhatikan masjid ini, bahkan sedikit yang 'menziarahinya' sebagai destinasi utama ke Yaman. Saya mendapatkan bukti materiil ini dari Sayid Ali Toli-Toli, menantu Ami Syekh (sesepuh Baalawi di Polonia). Keduanya adalah orang yang 'menampung' saya sewaktu lontang-lantung di Jakarta-Bogor.
"Baalawi lebih memerhatikan kabilahnya masing-masing. Al-Idrus sibuk memerhatikan datuk Al-Idrusnya, Al-Jufri sibuk memerhatikan daruk Al-Jufrinya, sampai-sampai datuk mereka yang bernama Alwi ibn Ubaidillah terlupakan." demikian gelisah Sayid Ali Toli-Toli dan Ami Syekh sewaktu menjamu saya sarapan Roti Canai dan Roti Maryam (ditabur madu dari Australia).
Setelah dua minggu lebih melakukan penelitian lapangan, insya Allah saya akan mengunggah uraian riset yang saya capai dalam bentuk video di Pamitnya Ngantor.
Perlu saya jelaskan, tidak ada yang jelas-jelas maqthu' (pasti) selain Alquran. Hadis sahih sendiri, dalam beberapa kategori pendapat, pun di tahap madznun (sangkaan). Maka, perkara riwayat nasab dan kajian historis pun tidak akan bisa 'menandingi' kesahihan Alquran. Semua hipotesa dan tesis akan madznun adanya.
Sampai ketemu di sana.
Salam,
Rumail Abbas