Rumail Abbas: Melacak Ubaidillah

 



Rabu, 26 Juli 2023

Faktakini.info

Barusan saya membaca tulisan Kiai Imaduddin (tapi di situs RMINU Banten, bukan di nahdlatululum) yang berjudul: Nasab Ba Alawi Tidak Masuk Akal.


(FYI: sesudah saya cek, situs nahdlatululum itu cuma nge-lag biasa. Servernya terlalu sedikit untuk kunjungan penonton yang besar. Jadi, hal seperti ini lumrah. Bukan hacked. Silakan hubungi provider atau mengganti yang bukan shared hosting, tuh)


Menurut Kiai Imaduddin, Ali Al-Sakran tidak mempunyai dalil yang mendukung klaimnya bahwa Baalawi dan Bajadid merupakan saudara biologis dari Ubaidillah ibn Ahmad Al-Muhajir.


Menurut Kiai Imaduddin lagi, Al-Al-Sakran adalah orang pertama yang menyebutkan Ubaidillah, dan ia bukanlah Abdullah ibn Ahmad Al-Muhajir (baca: Abdullah dan Ubaidillah adalah orang yang berbeda, kata beliau).


Sewaktu saya bilang bahwa Kiai Imaduddin itu terburu-buru menyimpulkan, sebenarnya saya tidak menggertak. Itu bukan bluffing.


Kenapa?


Karena sebelum Ali Al-Sakran, sudah ada orang sezaman dengan Ali Bajadid (yang disebutkan Al-Janadi) dan hidup bersama keturunan Alwi ibn Ubaidillah di Yaman, Mekah, dan Oman.


Iya, tokoh ini menyebutkan datuk Baalawi dan Bajadid dengan "Ubaidillah" di masa itu, jauh sebelum Ali Al-Sakran baligh.


Saya memang belum membahas ini, karena menunggu manuskripnya datang dulu untuk mengkonfirmasinya. Saya kemarin-kemarin mengulas Bajadid dulu sampai tuntas, barulah saya bergeser ke Baalawi.


Nah...


Kitab itu berjudul Al-Jauhar Al-Syafaf yang ditulis oleh Al-Khatib yang wafat pada tahun 724 H. (sewaktu Ali Bajadid wafat, ia berumur sekitar dua tahun). Al-Khatib hidup seratus tahun lebih, dan sezaman dengan keturunan Alwi ibn Ubaidillah.


Melalui kitab ini, saya akan menguraikan kepada Anda bahwa Bajadid dan Baalwi adalah saudara biologis, dan terkonfirmasi sejak abad ketujuh, sezaman dengan Al-Razi (w. 606).


Kitabnya tidak dicetak, hanya tersedia tiga manuskripnya, yaitu di Kuwait (nomor indeks: 1212), Yaman (tak berindeks) & Madinah (nomor indeks: 442).


Kiai Imad menolak dalil dari manuskrip yang belum didesklasifikasi (dibuka), padahal itu sikap pengecut yang memakai kedok ilmiah.


Slebew~


Peneliti harus berani memakai sumber primer dan mencarinya, bukan mencukupkan diri dengan Maktabah Syamilah, atau kitab versi modern yang sebenarnya tidak bisa disebut sumber primer (karena telah melewati proses editing dan pen-tahqiq-an).


Semalam, manuskrip itu datang. Saat kitab ini ditulis, Al-Sakran tidak hanya masih remaja, tapi masih balita. Tapi di sana sudah disebutkan nama "Ubaidillah" sebagai anak Ahmad Al-Muhajir. Manuskrip itu datang dari Yaman, bentuknya PDF, dan saya menunggu manuskrip lain dari Kuwait dan Madinah.


Saya minta desainer untuk membuatkan thumbnail, karena saya sedang menuliskan naskah untuk video di Pamitnya Ngantor. Eh, tiba-tiba sudah jadi, padahal naskahnya belum selesai.


Sampai ketemu di sana.


Salam,

Rumail Abbas


NB: lho, sumber sezaman di mana? Kok, tahunnya sezaman dengan Al-Razi (w. 606)?


Sabar~