Damai Lubis: Pidato Jokowi bak Komedian, Saling Stressing dan Steering Antara Istana dan Megawati, Kapan Pertikaian Mega - Jokowi usai ?

 



Selasa, 22 Agustus 2023

Faktakini.info

https://indeksnews.com/presiden-jokowi-mengaku-tak-masalah-disebut-firaun/

Pidato Jokowi Didepan Sidang Tahunan MPR 2023 Bak Komedian

Damai Hari Lubis

Aliansi Anak Bangsa


Semestinya Jokowi sebagai Kepala negara bukan menepis olok - olok terhadap dirinya, yang disebut lurah dan fir'un, kemudian mengklarifikasi dengan gaya " jumawa, bahwa dirinya adalah Presiden RI. "


Selayaknya Jokowi lebih konsen sebagai seorang kepala negara, sampaikan pidato kenegaraan dan fokus kepada inti problematika ekonomi pada bangsa ini. Contoh, perihal informasi tentang keberadaan posisi utang negara dan solusi pembayaran utang, yang ditengarai publik hampir mencapai 8.000 triliyun, bahkan deras rumornya, bahwa sebenarnya utang negara sudah mencapai 20.000 Triliun.


Selebihnya Jokowi, sepantasnya mengupas hal yang cukup trending, terkait realisasi janji - janji politiknya, bahwa IKN, di Sepaku, Kabupaten Panajam, Kalimantan Timur, akan mulai bermunculan gedung - gedung tinggi pada awal 2023, lalu kenapa justru info yang publik terima bulan Agustus 2023 dirinya baru minta bantuan desain IKN kepada ahli di RRC. 


Lalu mengapa pada momentum yang tepat, dia tidak singgung janji santer yang diharapkan kebenarannya oleh publik, tentang angka kemiskinan ekstrim penduduk di tanah air ditahun 2024 akan berposisi dibawah 0 %.


Dan ada yang paling krusial, tak Jokowi sentuh, justru ini amat menohok pribadinya, dibanding, olok olok Lurah dan Firaun, padahal ada 2 orang korban menjadi terpidana, yakni Gus Nur dan Bambang Tri, oleh sebab narasi kedua individu ini, menuduh ( Jokowi ) menggunakan ijasah palsu. 


Ini justru isu terpenting yang perlu ia klarifikasi. Karena jika kelak benar isu kategori moral hazard ini, tentu beresiko sanksi badan, selain dapat menimbulkan polemik pada bangsa ini dari sisi hukum ketatanegaraan, serta implikasi daripada status hukum jabatan presiden selama 2 periode 2014- 2024, berikut keabsahan sejumlah diskresi dan regulasi yang pernah Ia tebitkan, ini dilematiis. Termasuk tanggung jawab hukum dan moralitas sebagai mantan Walikota Solo, serta Gubernur Jakarta.


Nyatanya, Jokowi malah sibuk mengulas hal tidak prinsip, berkesan cuci tangan dari statemen cawe - cawe yang pernah Ia sampaikan, narasi selebihnya mirip aktor pelawak, padahal pertanggungjawaban moral jabatannya sebagai presiden selama 10 tahun, sisa sebentar lagi.

...

Saling Stressing dan Steering Antara Istana dan Megawati


Damai Hari Lubis

Ketua Aliansi Anak Bangsa


Sontak, ketika Airlangga Hartarto dipanggil oleh Kejagung RI, publik menengarai, hal ini merupakan gejala sinyal negatif untuk Mega dan Puan, yang operatornya berasal dari istana.


Publik punya alasan, hal ini implikasi dari Airlangga yang pernah mencoba diskursus politik dengan pola merapat ke Anies Baswedan, dan keyakinan publik bertambah, ketika Airlangga kembali nempel kepada Prabowo, lalu berita hasil penyidikan 12 jam oleh Kejagung pun sirna.


Kemudian teranyar, 15 Agustus, Ismail Thomas anggota legislatif fraksi PDIP Komisi 1 ditangkap Kejagung karena dugaan korup. Maka publik menengarai, lagi - lagi istana mengirim Red bip, agar paksa Mega " menyerah ", karena sinyal merah diduga bisa membias ke arah Puan, dan Ganjar, dampak kasus e KTP, dan inklud menyasar ke menantu Mega, terkait " cerita " korup BTS.


Sebegitunyakah, penghuni istana kepada Mega, ibarat anak ayam lupa setelah dibesarkan bebek selaku yang mengeraminya ?


Tidak mustahil, " Red bip kepada Mega," bangkitkan berangnya para senioren partai berlogo banteng kepada pihak pengendali istana, yakni Jokowi, lalu pasang strategi handal agar Jokowi kembali ke kandang, lalu saling stressing ( menekan ) yang semata - mata sebagai steering ( kemudikan ) kepada kawan juga lawan politik. 


Maka naga - naganya, masing - masing elite politik sudah saling stressing demi steering, karena nampak ada sounding cukup keras dilayangkan Hasto yang ingatkan peristiwa Kudatuli.


" Bahwa DPP PDI Perjuangan akan membentuk tim hukum untuk membuka kembali dokumen autentik yang membuktikan adanya pelanggaran HAM berat."


Terkait stressing Hasto, jelas identik sebagai Red bip, karena yang tersandung Kudatuli, adalah Prabowo, karib istana saat ini, atau kah justru semuanya adalah steering istana kepada Prabowo, antisipasi agar tidak tinggalkan dirinya, dikalahkan dibutuhkan? bahkan rumornya istana siap hibahkan Gibran setelah lolos dan lulus dari Mahkamah Konstitusi, untuk bersanding dengan Prabowo.


Politik memang bias, selalu ke kiri atau kekanan, jarang yang tetap berdiri ditengah sampai injure time mendekati jelang pendaftaran pasangan Capres - Cawapres di KPU ditutup, maka hal - hal yang muskil dan mengejutkan publik bisa saja terjadi, tak tertutup kemungkinan, jika Gibran akhirnya disumbangkan Jokowi untuk dampingi Ganjar. Tentunya pemirsa harap sabar, wait and see apakah Jokowi akan tetap serumah dengan Prabowo, atau kembali ke gerbong ideologis nya sesama wong cilik.


Lalu Cak Imin dan Zulhas kemana ? Mereka tentu mengikuti kemana Jokowi berlabuh, tidak mau beresiko mirip Airlangga yang langsung terkena sengatan listrik ? Terlebih publik mengetahui para intelektual sekalipun " para pemilik partai " ada kalung jerat leher, yang tali kekangnya milik orang istana, tepatnya berada ditangan Jokowi.


Sekali lagi penonton memang harus bersabar menunggu

...

Kapan Pertikaian Mega - Jokowi usai ?

Secara kasat mata politik, seolah ada gejala - gejala ketidak cocokan antara Presiden Joko Widodo/ Jokowi, dengan Megawati Soekarno Putri/ Mega, penampakan ( politik ) amat transparan, karena antara " empunya partai " dengan petugas partai, memiliki capres berbeda, Mega mendukung Ganjar Pranowo/ GP, lalu Jokowi, " nampak " mengusung Prabowo Subianto/ PS.


Walau fakta historis politik menunjukan, bahwa Mega berhasil mengusung sang petugas partai menjadi presiden selama 2 periode 2014 - 2019 dan 2019 - 2024.


Lalu apa penyebab peperangan diantara keduanya ", bisa jadi salah satunya, disebabkan problem ketersinggungan, disatu sisi "empunya partai" ingin selalu mendapat tempat terhormat dari si petugas partai, dalam wujud harus mengikuti segala perintahnya, namun disisi lainnya, sang petugas partai punya rasa " sakit hati " oleh sebab " hasratnya, untuk mendapatkan tiket menjabat 3 ( periode ) tidak memperoleh rekomendasi dari Sang Ketum.


Terkait rekomendasi 3 periode, walau Mega menolak hasrat Jokowi yang inkonstitusional, tentunya high risk and chaotic, beresiko kegaduhan luar biasa, implikasinya bisa berupa instabilitas terhadap bangsa dan negara.


Disisi lainnya sang petugas partai merasa sudah cukup membayar imbal jasa melalui 2 ( dua ) jabatan terhormat setingkat menteri telah Ia persembahan untuk empunya partai, yakni sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP dan Ketua Dewan Pengarah BRIN, sehingga termasuk kemudian dalam perjalananya sang empu partai mendapatkan perolehan berbagai gelar akademik secara honoris causa, termasuk " case closed " terkait si TSK Harun Masiku yang kini buron dan ghoib ".


Selanjutnya pada perkembangan dinamika politik antara keduanya, lantas saja sang petugas partai memperlihatkan tajinya untuk membuktikan, bahwa dirinya bukan " sekedar petugas partai," namun seorang presiden yang justru handal tuk sterring (mengendalikan) bahkan dapat melakukan stressing ( tekanan ) terhadap seorang yang bakal calon yang tidak Ia dukung, walau GP. Ia ( Jokowi ) sukai, namun lantaran ingin buktikan Objek figur dari subjek yang mendapat dukungan " rival internalnya Mega, yang menjadi seteru sementaranya " dapat ia stressing.


Jokowi dalam perseteruannya tanpa melalui statemen politik apapun, selain menggunakan pengaruh jabatan atau kekuasaannya.


 Jokowi mengawali start dengan manis " dalam rangka pertikaian " dengan melakukan manuver politik rangkul PS dan paksakan para tokoh Ketua umum partai, mulai dari Golkar, PAN dan PKB. Para sosok yang telah Ia " pegang kerah leher bajunya, agar patuh kemana ujung jari cawe - cawenya menunjuk. Sementara perang dalam ronde gengsi ini dimenangkan oleh Jokowi 3 - 1. Mega mendapat PPP. Sedangkan Jkw mendapatkan Golkar, PAN dan PKB. 


Selanjutnya, andai saja pada kenyataannya dalam perjalanan adu gengsi kekuatan dan pengaruh kekuasaan, antara Jokowi yang " membelot dari pilihan Mega Sang Ketua Umum PDIP. ". Jika diprediksi sampai bulan akhir September 2023 ini, antara keduanya belum ada tanda - tanda yang akan menyerah atau tunduk mengalah, secara realitas diantara mereka ( Jokowi atau Mega ), dengan kata lain PS. atau GP yang pantas untuk dijadikan Capres di 2024. Atau Mega dan Jokowi masing - masing tidak mau jagoannya dijadikan sebagai orang kedua, atau menjadi Cawapares. 


Siapa diantara keduanya PS. Ketua Umum Partai Gerindra atau GP. yang lemah, tak punya gigi." dikarenakan GP hanya berstatus petugas partai, tentu GP. tidak punya hak serta kekuatan apapun, tanpa seizin Mega Sang Empunya partai PDIP ".


Antiklimaks " perang prestise/ gengsi " antara Mega dengan Jokowi, diprediksi diyakini akan berakhir lalu mencair, faktor penyebabnya adalah, munculnya kesadaran kedua belah pihak, serta demi kepentingan dan kekuasaan yang mereka ( Jokowi dan Mega ) sama - sama nikmati selama ini, maka alhasil perang gengsi pun akan meredup lalu mencair kemudian menghasilkan traktat yang disepakati bersama.


Tehentinya adu kekuatan demi gengsi pribadi antara kedua tokoh sentral didalam wadah partai yang sama ( PDIP ), adalah atas kesadaran, akan timbulnya akibat dari resiko pecah batu, karena tiga capres ( PS. GP dan Anies Baswedan ), implikasinya suara mereka terbelah, tentu subtansial kerugian suara mereka bersama untuk mempertahankan kekuasaan dan terancam sistim yang mereka sudah bangun selama ini mengalami perubahan atau pembaruan jika suara mereka pecah batu sehingga berdampak rusaknya kantong - kantong suara mereka, yang nota bene cenderung berbasis ( sosialis ), jargon dengan corak partai, wong cilik, serta sama - sama dicintai para wong cilik.


Oleh sebab itu penulis meyakini mereka kedua tokoh wong cilik akan bargaining duduk bersama demi kepentingan kelompok serta " keselamatan diri dan keluarga serta kolega masing masing ", maka tarik menarik akan dihentikan oleh para tokoh Partai Wong Cilik tersebut dan hal yang wajar, tentunya siapa pun yang mengalah tentunya tidak gratisan, pasti ada traktat politik dari Jokowi maupun Mega, dan keduanya akan lebih dulu pada titik faktor keselamatan partai dan kebersatuan internal partai PDIP, dibanding kepentingan " eksternal ? " Maka tidak mustahil jika ada win win solution dari Mega selaku empu partai kepada Jokowi, pastinya berupa tawaran yang pas dan cocok untuk Jokowi selaku pribadi, maka diakhiri polemik, keduanya akan kembali berpelukan sebagai tanda usainya pertempuran internal antara kedua tokoh partai berbasis wong cilik.    


Namun apa kira - kira hasil bargaining politik sehingga keduanya mesra kembali ? Penulis yakin Ganjar Capres, Gibran cawapresnya !

 

Lalu PS kemana ? Emperik, 2019 PS. cukup dengan jatah menteri, lalu dari capres yang mana ? berdasarkan teori bad politics " kerah baju ", track record PS. punya kesama-an indikasi dengan Muhaimin, Airlangga Hartarto, Zulhas. Maka PS akan ikut kemana Jokowi berlabuh.


Sehingga judul artikel dalam bentuk pertanyaan terjawab sudah, pertikaian Mega - Jokowi selesai akhir September, menjelang Oktober 2023 saat pendaftaran Capres - Cawapres, akan dibuka oleh KPU. Atau estimasi, tidak lama, setelah batas usia berdasarkan putusan MK. Tanpa hak banding dan kasasi, mengikat bak undang - undang.


By, DHL.

Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212

Posting Komentar untuk "Damai Lubis: Pidato Jokowi bak Komedian, Saling Stressing dan Steering Antara Istana dan Megawati, Kapan Pertikaian Mega - Jokowi usai ?"