Rumail Abbas: Walisongo Mirip Baalawi (Dalam Jejak Historis)

 



Rabu, 30 Agustus 2023

Faktakini.info

Rumail Abbas

WALISONGO MIRIP BAALAWI (DALAM JEJAK HISTORIS)

Kemarin pagi, setelah temu kangen dengan tim ISLAMI.co dan menginap semalam di mabesnya, saya ke kediaman Ami Syekh Asegaf di Polonia. Karena waktu yang mepet, saya belum sempat bertemu Om Shakir Al-Jufri (insya Allah kali lain).

Saya memang melakukan penelitian paling awal ke dalam ekosistem Baalawi, karena merekalah sumber prImer. Kemudian, saya memakai "sumber luar" dan saya konfrontasi dengan sumber-sumber lintas disiplin (thobaqot, sirah, dan manaqib).

Ditemani Sayid Ali Tolitoli dan Wan Faishal Jindan (alumni Suriah), saya sedikit presentasi:

"Gini Ami Syekh, sebenarnya nasib Bani Walisongo itu mirip Bani Alawi (Baalawi). Jika kitab yang sampai kepada kita (bukan manuskrip yang belum direstorasi) adalah referensi tunggal, memang benar kata Kiai Imad bahwa Baalawi sempat sunyi. Bedanya, menurut beliau sunyi 550 tahun, tapi saya 350 tahun."

Sekali lagi, itu jika kita memakai kitab tunggal versi cetak yang sampai kepada kita, bukan manuskrip yang "belum ditemukan" atau "belum direstorasi".

Kemudian penjelasan saya begini...

Sambil melacak Imam Ubaidillah ibn Ahmad Al-Muhajir, saya pun meneliti silsilah Walisongo. Jadi ini penelitian "sekali tepuk yang dapat dua Bani sekaligus".

Makanya, saat di Bondowoso saya menemui keturunan Sunan Giri, termasuk Bani Kiai Hasan Genggong dan Kiai Hasan. Saat di Demak menemui keturunan Sunan Kalijogo (anonim). Dan di Banten menemui Tubagus-Tubagus keturunan Sunang Gunung Jati.

Di Banten, saya pun njagong dengan beberapa naqib dari Kesultanan Cirebon. Orangnya masih muda, tapi dzauq-nya tajam banget. Saya saja bisa ia "tebak" dengan tepat padahal baru kenal kali pertama, ya, di saat itu.

Dulu, sebelum Baalawi memiliki naqib pada abad kesembilan, "orang luar" pertama yang menuliskan silsilah Baalawi adalah Al-Janadi dalam Al-Suluk (sesuai manuskrip yang telah sampai kepada saya, dan versi cetak modern yang sampai ke Anda semua).

Setelah memiliki naqib, barulah catatan seluruh kabilah turunan Baalawi relatif rapi dan terjaga hingga sekarang (dan yang paling rapi ialah Rabithah Alawiyah yang berkantor di Jakarta).

Di pihak lain, Bani Walisongo (tiga saya temui: Sunan Kalijaga, Sunan Giri, dan Sunan Gunung Jati) punya nasib yang sama. Sebelumnya, silsilah mereka ditulis oleh keluarga masing-masing sebagai catatan personal. Sebagian yang menjadi keturunan raja memiliki naqib administratif yang kredibel dan menjaga musyajjar silsilahnya hingga abad ke-18/ke-19 Masehi.

Setelah itu, catatan ditulis oleh keluarga masing-masing (lagi) setelah kesultanan bubar. Bani Walisongo, pasca era kesultanan, punya kesunyian 350 tahun (kecuali catatan personal keluarga masing-masing).

Saat Baalawi sudah kokoh dalam pencatatan, Bani Walisongo mulai menapaki fase-fase penulisan tanpa naqib personal (kecuali keturunan kesultanan yang ditulis oleh naqib kesultanan).

Masalahnya, Wan Alidien Asegaf (Naqobatul Asyraf) kurang dalam meneliti silsilah Baalawi. Hingga terakhir ditemui Kesultanan Banten (lewat Tubagus Imam), Wan Alidien masih memiliki natijah yang sama: Walisongo tidak memiliki keturunan karena data yang dimiliki Alidien tidak ada.

Itu, sih, permasalahan Alidien, bukan permasalahan Bani Walisongo.

Seperti yang saya tujukan kepada Kiai Imad (manakala tidak ada catatan sezaman), hal yang sama juga saya tujukan kepada Wan Alidien: ketika tidak ada catatan, seharusnya fakta ini menjadi "pertanyaan tesis" untuk dijawab.

Bukannya langsung disimpulkan menjadi "karena tidak ada catatan, maka batal silsilahnya"!

Bagaimana jika ada manuskrip dan catatan tua (plus sezaman) Bani Walisongo yang tidak ia temukan, sama seperti Bani Alawi?

Saya sudah membaca tulisan Kiai Imad, sudah menonton prescon dari KRT Faqih & Gus Fuad, sudah membaca kajian tes DNA Mas Sugeng. Mungkin saya akan mempersiapkan sanggahan untuk mereka semua dalam waktu dekat. Tapi nunggu nge-restore kondisi tubuh yang maraton seminggu ini dari ujung Timur Jawa hingga ujung Barat Jawa.

Seperti biasa, sanggahan saya akan Anda dapatkan di sini: teer.id/stakof (klik).

Sambil rebahan, saya melihat-lihat galeri, dan sampai pada foto di bawah ini. Foto di bawah ini paling menyenangkan karena bisa njagong sampai jam dua pagi dengan Bani Azmatkhan (Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati).

Saat melihat ulang foto ini, yang terlintas di kepala saya ialah:

"Duh, 'Habib Swasta' pada ngumpul~"

Salam,

Rumail Abbas

Posting Komentar untuk "Rumail Abbas: Walisongo Mirip Baalawi (Dalam Jejak Historis)"