Abdullah Hehamahua: Orde Perubahan, Menyambut Indonesia Berkah (15)

 



Senin, 23 Oktober 2023

Faktakini.info 

ORDE PERUBAHAN, MENYAMBUT INDONESIA BERKAH (15)

Abdullah Hehamahua

       Presiden 2024 harus memenuhi hak asasi warga negara yang ketujuh, “kebebasan berkumpul, berserikat, dan mengemukakan pendapat.” Hal tersebut sesuai dengan perintah pasal 28, UUD 18 Agustus 1945.


       Presiden 2024 dengan demikian tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan rezim orde lama, orba, dan orde reformasi. Apalagi yang dilakukan Jokowi. Sebab, dalam masa 9 tahun, pemerintahan Jokowi telah mengkriminalisasi sejumlah aktvis, tokoh, dan ulama, serta mengakibatkan lebih dari seribu orang tewas.



Kebebasan Berkumpul

      Pasal 28, UUD 18 Agustus 1945 menetapkan, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.” 


       Maknanya, setiap warga negara bebas berkumpul, baik dalam ormas, LSM, organisasi profesi, yayasan, maupun parpol. Mereka juga bebas ikut dalam kegiatan kemasyarakatan, baik berupa kongres, seminar, diskusi publik, maupun unjuk rasa.   

      Presiden 2024, dalam kontek ini, membiarkan, ada suatu pertemuan dibatalkan hanya karena pelaksana berbeda aliran politik dengan pemerintah.


       Presiden 2024 juga harus memastikan, tidak boleh ada pembatalan pertemuan suatu kelompok hanya karena tidak ada ijin dari pemilik gedung. Olehnya, pemerintah harus sediakan balai pertemuan rakyat di setiap kecamatan seluruh Indonesia. 

       Penggunaan balai pertemuan ini tidak perlu ijin pengelola. Cukup pemberitahuan. Tidak juga perlu ijin kepolisian. Pengelola saja yang lapor ke kepolisian atas kegiatan yang dilangsungkan di balai pertemuan tersebut.


       Presiden 2024 juga menerbitkan Inpres yang melarang instansi mana pun melakukan kegiatan mata-mata terhadap aktivitas warga negara. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi saling curiga di antara rakyat dan pemerintah sebagaimana terjadi selama Orla, Orba, dan Orde Reformasi sekarang ini.



Kebebasan Berserikat 

      Setiap warga negara, bebas berserikat. Mereka boleh mengikatkan diri dalam suatu perkumpulan atau organisasi. Perkumpulan itu dapat berupa organisasi profesi, ormas, dan LSM. Ia dapat dianggotai pelajar, pemuda, mahasiswa, pengusaha, lawyer, dokter, akuntan, akademisi, karyawan swasta, maupun ASN. 


       Warga negara juga bebas menjadi anggota parpol yang diminati. Mereka tidak boleh dianggap sebagai “musuh” ketika menjadi anggota parpol yang berbeda dengan yang dipuyai Penguasa. Jadi, Presiden 2024 jangan mengulangi kejahatan Jokowi yang mengkriminalisasi partai tertentu hanya karena mendukung capres yang berbeda dengan keinginanya.



Kebebasan Berbicara

      Setiap warga negara bebas mengemukakan pendapatnya. Asalkan bukan fitnah. Presiden 2024 jangan mengulangi kejahatan rezim ini yang penjarakan orang hanya karena mengemukakan pendapat yang berbeda dengan penguasa. 


       Penangkapan wartawan senior, Edy Mulyadi yang hanya menyatakan ketidaksetujuannya terhadap IKN merupakan salah satu contoh konkrit pelanggaran konstitusi yang dilakukan rezim Jokowi. Begitu pula halnya Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang ditersangkakan Polda Metro Jaya hanya karena mereka kritik LBP dalam masalah Freeport. 


       Bahkan, dokter Ani Hasibuan yang menganggap ganjil atas meninggalnya 894 petugas KPPS, dipanggil Polda Metro Jaya. Ustadz Rahmat Baiquni ditangkap Polda Jabar karena memersoalkan kematian ratusan petugas KPPS tersebut.

 

       Jahatnya rezim Jokowi juga dapat dilihat dari penganiayaan, penangkapan, bahkan pembunuhan para unjuk rasa. Tahun 2019 saja, menurut YLBHI dan Komnas HAM, 52 orang pengunjuk rasa se-Indonesia meninggal dunia


       Periode pertama Jokowi, Oktober 2014 – Maret 2019, Amnesty Internasional Indonesia mengatakan, ada 203 kasus pidana yang dialami mereka yang mengeritik kebijakan publik pemerintah. Pada periode kedua Jokowi, 2019 – 2022, Amnesty Internasional Indonesia mencatat, ada 328 kasus serangan fisik dan digital terhadap masyarakat sipil. Setidaknya ada 834 korban. Mereka terdiri dari pembela HAM, aktivis, jurnalis, penjaga lingkungan, mahasiswa, dan demonstran. Terduga pelaku kekerasan adalah aktor negara dan nonnegara. Bahkan, pada rentang waktu yang sama, ada 332 korban yang dijerat dengan dugaan melanggar pasal 27 (1) dan (3) serta pasal 28 (2) UU ITE. 


      Usman Hamid, Ketua Amnesty Internasional Indonesia menyebutkan dua contoh pelanggaran hak-hak sipil: Pertama, dalam rentang waktu 31 Juli – 2 Agustus 2023, 1000 warga Nagari Air Bangis dan mahasiswa unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumbar. Mereka menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) kilang minyak dan petro kimia dengan konsesi 30.000 hektar lahan. Sebab, PSN tersebut menyerobot lahan yang selama ini dilola rakyat. 

      Aparat Penegak Hukum (APH) menghalau pengunjuk rasa dengan kekerasan dan intimidasi. Bahkan, 18 orang aktivis dan mahasiswa ditangkap. Tindakan intimidasi juga dilakukan terhadap empat jurnalis yang meliput unjuk rasa tersebut.


       Amnesty Internasional Indonesia menyebutkan contoh kedua, yakni kasus Rempang. Pada 7 September 2023, aparat Polda Kepri melakukan kekerasan dan intimidasi terhadap warga pulau Rempang Galang, Batam karena menolak PSN “Rempang Eco City.” Mereka dihalau dari kampung halaman sendiri. Enam warga ditahan. Puluhan luka-luka. Bahkan, ratusan murid sekolah harus menyelamatkan diri dari serangan gas air mata yang dilakukan polisi ke kawasan sekolah.


      Amnesty Internasional Indonesia, menyebutkan, dari tahun 2018 – 2022, setidaknya 94 kasus pembunuhan yang melibatkan TNI, Polri, petugas LP, dan kelompok pro kemerdekaan Papua. Ditemukan 179 warga sipil yang meninggal. Pada waktu yang sama, ada 35 anggota TNI, 9 anggota Polri, dan 23 anggota kelompok pro kemerdekaan Papua, meninggal dunia.


       Kekerasan berdarah di tanah Papua ini, 16 Oktober 2023, berlaku pula terhadap para penambang di distrik Sradala, Kabupaten Yahukimo, provinsi Papua. Kekerasan tersebut menyebabkan 7 orang meninggal dunia dan 7 luka-luka.



Kebebasan Menulis

       Salah satu tujuan kemerdekaan sebagaimana tersurat dalam Mukadimah UUD 45 adalah bangsa yang cerdas. Indikator kecerdasan, selain fasih bicara secara analitis, tersturuktur, dan ilmiah, juga punya kemampuan menulis. Itulah sebabnya, salah satu instrumen ujian murid sekolah dan mahasiswa adalah ulangan umum, UTS, UAS, skripsi, tesis, dan disertasi.


      Presiden 2024 jangan mengulangi kejahatan rezim Jokowi yang memberangus kecerdasan rakyat yang diekspresikan melalui berita, artikel, SMS, WA, Instagram atau buku. Kriminalisasi aktivis, akademisi, dan tokoh masyarakat karena tulisan mereka dengan dalih UU ITE adalah kejahatan intelektual yang paling primitive.


       Bahkan, Bambang Tri Mulyono yang menulis analisisnya tentang ijazah Jokowi, dipenjara, tanpa menyelesaikan akar masalah. Sebab, Hakim tidak menghadirkan Jokowi di pengadilan untuk didengar keterangannya mengenai ijazahnya. Apakah Majelis Hakim juga meminta ijazah asli Jokowi untuk diperlihatkan dalam persidangan.?


      Simpulannya, Presiden 2024 harus menerbitkan beberapa Perppu untuk kembalikan UU ITE ke substansi pasal 28 UUD, 18 Agustus 45. Presiden juga harus menerbitkan Inpres dan atau Keppres berkaitan dengan penyalahgunaan jabatan, wewenang, dan kesempatan dalam mengkriminalisasi anggota masyarakat yang berbeda aliran politik. Semoga !!! (Depok, 23 Oktober 2023).