Damai Lubis: Megawati Takut Hadapi Petugas Partai?, Puncak Kebodohan di 2014 - 2023, Jangan Buat Negara ini Mirip Srimulat

 




Selasa, 17 Oktober 2023

Faktakini.info

Megawati ngadapi sang petugas partai nyalinya mengkerut ?

Damai Hari Lubis

Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212

Apakah kartu as Mega ada ditangan Jokowi, atau malah saling mencengkeram ? Hanya Tuhan dan mereka berdua yang tahu.

Pastinya ketika Jokowi yang sekedar " petugas partai PDIP ", yang nota bene status keanggotaan dirinya, jauh lebih rendah dibawah level sang ketua umum. Namun nyatanya ketika sang petugas partai secara " telanjang " memberikan dukungan capres untuk kontes pilpres 2024 justru bukan kepada Ganjar Pranowo, capres sesama kader hasil keputusan resmi partai, sebaliknya sikap Megawati hanya sekedar memperlihatkan kekesalannya melalui beberapa statemen yang tidak reasonable ( tidak sewajarnya ) selaku seorang Ketum partai dan selaku tokoh yang sudah kenyang makan asam garam politik.


Atau apakah adu kuat atau perang prestise dan prestasi antara keduanya, justru wujud pola diplomasi mereka berdua, sebagai bentuk implementasi arahan dari negeri tempat Jokowi banyak menumpuk hutang ? Sehingga diskursus politik yang mereka tampilkan justru sekedar mengisi waktu sambil menunggu aba - aba dari penguasa negara dimana para petinggi " partai wong cilik " mengikuti paket kursus kilat politik statetegis ?


Kemudian whatever, mereka siap nunut, untuk penyatuan perbedaan persepsi terkait figur pasangan Capres - Cawapres 2024 yang pantas dan wajib mereka usung.


Wallahu 'alam


...

Puncak Kebodohan Bangsa Indonesia berada di Kurun Waktu 2014 - 2023


Damai Hari Lubis

Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212


Dasar kebodohan sebuah bangsa adalah faktor kepemimpinan dari orang nomor satu, top one penyelenggara pemerintahan.


Tentu sebuah hal yang logis dan masuk akal, jika terdapat kebodohan atau faktor penyimpangan intelektual sebagai faktor kesalahan dibebankan kepada diri pemimpin penguasa tertinggi penyelenggara negara, dalam hal ini adalah individu Jokowi selaku Presiden RI. Oleh sebab penanggung jawab pencerdasan bangsa, adalah tugas si pembantu rakyat dengan inisial pejabat publik penyelenggara negara , maka akan kembali kepada si petugas rakyat, seorang Jokowi selaku pengemban utama tanggung jawab pencerdaskan bangsa, vide pasal UUD.1945.


 Jokowi menyimpang dari teori Immanuel kant : "Satu-satunya hal yang baik tanpa syarat adalah kehendak untuk berbuat baik (good will)." 



Gejala apa saja yang dapat men- jastifikasi masa periode kebodohan atas dasar kebebasan berpendapat ini dengan didasari data empirik ?


Contoh, seorang intelektual sekelas Moh. Mahfud MD profesor dan Dr. yang dibebani tanggung jawab moralitas terhadap kebijakan politik republik ini dan keamanan negara ini, mengambil langkah diskresi, saat pagebluk Covid 19 yang katanya Luhut, sebagai pandemi yang amat mematikan manusia, sebaliknya justru Menkolpohukam mempersilahkan jutaan manusia melakukan kerumunan saat 10 November 2020 atau boleh menularkan penyakit khusus hari dan tanggal tersebut saat penjemputan Imam Besar Habib Rizieq Shihab di Bandara SOETTA dan mutatis mutandis mengkerdilkan anggaran merujuk UU. Covid 19 yang nilai anggarannya 100 triyun lebih.


Lalu, dengan bangganya pihak Polri memenjarakan Sang Imam oleh sebab tuduhan melànggar prokes covid 19 ( ius konstituemdum ) namun walau sudah berbayar denda, sudah nyata sesuai ketentuan, lalu dihukum lebih dari yang sekedar di hukum yang mudah mudahan berlaku, karenal tuduhan berkerumun dengan jumlah ribuan orang atas kewajiban mulia akad nikah putrinya dan sekaligus acara tradisi keagamaan maulid nabi.


Luhut melakukan kebohongan yang sengaja dipublis tentang eksistensi 110 juta big data, bahwa bangsa ini " menginginkan pemilu 2024 ditunda ", data bodong ini berdampak nyawa seorang anggota polri melayang, Ade Armando nyaris telanjang bulat terkena eigenrichting implikasi dari psikologi kerumunan dan Pos Polisi Pejompongan, Tanah Abang Jakpus, terbakar. Luhut imun hukum, melenggang, karena sebagai sosok orang terpandai sebangsa dan setanah air, terbukti belasan jabatan publik dia sendiri yang memikulnya.


Kontra hukumnya, Sang Imam Besar di tanah air, justru dihukum penjara, akibat tuduhan bohong, sekedar nyatakan dirinya " sehat ".


Rezim pimpinan Jokowi, menugaskan seorang Insinyur menjadi Menteri kesehatan, tidak maknai dunia akademisi dan ilmu pengetahuan, tidak bernalar ilmiah, tidak menghormati disiplin ilmu atau profesi, sehingga nyata tidak inovatif bahkan mundur dan melulu " ngeyelitas " alias kepala batu.


Menteri - menteri Jokowi banyak yang disinyalir dengan fakta dan data masuk dalam daftar para individu bermasalah dalam kejahatan ekstra ordinari ( Tipikor ), lebih kurang ada 7 orang, belum lagi indikasi korupsi dari beberapa orang menteri yang menjabat, namun tidak diberhentikan serta nir proses hukum, padahal yang dilanggar justru hukum positif ( ius konstitum ).


Jokowi, selaku presiden mengkerdilkan hirarkis sistim konsitusi. Fakta hukumnya Undang - Undang Dasar 1945 TAP MPR RI dan Undang - Undang berposisi dibawah Keppres dan Inpres Vide Keppres No..17 Tahun 2022 Jo. Inpres No. 2 Tahun 2023. 


Dan terparah, Jokowi mengaku akan membawa ekonomi bangsa dsn negara ini meroket, sambil mencanangkan Gerakan Nasional Wakaf Uang/ GNWU terhadap pemerintahan yang Ia pimpin, lalu sonder permisi menggunakan dana ongkos haji untuk kepentingan tugas dibidang infrastruktur.


Dibawah kepemimpinan dirinya, pejabat publik eksekutif merekayasa akronim BPIP menjadi kependekan dari Badan Penghancuran Ideologi Pancasila, karena jeroan didalamnya berkomplot gotong royong berinisiasi bersama mayoritas para legislatif, mengesahkan RUU HIP missi mengamputasi Pancasila sebagai dasar falsafah negara lalu korupsi sejarah dengan cara menghapus keberadaan TAP MPR RI NO. XXV Tahun 1966, tentang larangan menyebarkan paham komunisme, dan lagi - lagi Jokowi selaku top eksekutif menyepelekan makna pentingnya tindakan tegas terhadap kepada para intelektual dader, walau cukup sekedar perintah kepada bawahannya, agar lakukan proses hukum terhadap tindakan " MAKAR " kepada Pancasila dan UUD. 45 yang justru jika pejabat publik yang melakukannya harus plus pemberatan, karena dilakukan dengan unsur dolus ( mensrea ), dan terbukti tranparansi dengan pola konspirasi, karena dilakukan oleh para pejabat publik negara dengan modus mengesahkan RUU. HIP untuk menggantikan falsafah Pancasila.


Terakhir Jokowi selaku Presiden RI. Telah digugat beberapa kali oleh perwakilan publik bangsa ini di mahkamah peradilan negara, karena tuduhan terhina bagi orang yang di cap memiliki dan menggunakan ijasah palsu S.1 dari UGM.


Namun nyatanya, Jokowi selaku presiden tidak role model, tidak serius menampik tuduhan publik yang amat menghinakan diri dan martabat serta moralitas diri dan keluarganya, dimata seluruh anak bangsa dan sejarah nasional serta dimata dunia internasional, negara yang seharusnya memiliki kepribadian dan adab dari jati diri layaknya seorang peminpin bangsa yang semestinya dimuliakan serta terhormat, sebaiknya dirinya mencontohkan perilaku penguasa halàl berdusta serta kesan kuat Jokowi melahirkan gagasan dengan kategori ketertutupan informasi publik, selanjutnya Jokowi sama sekali bergeming dengan permintaan Ia harus membuktikan keaslian ijasahnya, walau sudah berakibat kepada si penuduh vonis dari PN. Surakarta, Jateng, sanksi penjara 4 tahun, maka kelak jika Jokowi terbukti menggunakan ijasah palsu, maka benarlah pemimpin dan para pemimpin eksekutif dan legislatif serta yudikatif yang terang - terangan tidak perduli etika hakim dengan " telanjang bulat " sebagai Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, dan lalu anggota hakim majelis lainnya nampak bodoh, dan bodo amat , mengetuk palu membantu keponakannya atau anak kandung Jokowi dengan metode obok - obok sistim hukum, agar dapat meloloskan sang keponakannya menjadi Capres maupun Cawapres, lengkap sudah kebodohan bangsa ini karena melakukan pembiaran para hakim untuk menginjak - injak kepastian dan keadilan ( rechamtigheid dan gerechtigheit ) didepan mata dan kepala mereka 

perilaku dan tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan standar yang dapat diterima secara luas.


Teori filsafat moral yang mengajarkan bahwa sebuah tindakan itu benar kalau tindakan tersebut selaras dengan prinsip kewajiban yang relevan untuknya.


Maka kebodohan bangsa oleh pimpinan tertinggi pemerintahan ini, benar adanya, bahkan tidak dalam waktu 2014 - 2023, bisa jadi bangsa ini bodoh sampai dengan akhir masa jabatan Jokowi pada akhir tahun 2024.karena etika Jokowi, bertentangan dengan teori filsafat moral yang mengajarkan bahwa sebuah tindakan itu benar kalau tindakan tersebut selaras dengan prinsip kewajiban yang relevan untuknya, dan tidak unik hobi berdusta puluhan kali. 



Wallahu'alam


...

*Jangan buat negara ini mirip srimulat*


Damai Hari Lubis

Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212


Sepak terjang Joko Widodo dan para pembantunya di Kabinet Indonesia Maju, yang polanya mirip srimulat diatas panggung, kebanyakan hanya sandiwara paling banter melucu, selebihnya tidak mau bertanggung jawab terhadap nasib ratusan juta anak bangsa 


Jokowi, tidak serius mengelola negara ini yang telah dipercayakan kepada dirinya selaku top eksekutif sebagai pemimpin bangsa sekaligus penanggung jawab pengelola kekayaan negara serta tanah air dalam posisi puncak pemerintahan tertinggi, namun realitas lebih banyak bersenda gurau.


Pertama - tama faktor leadership Jokowi dan para pembantunya, melulu terbiasa dengan narasi pengantar yang padat, lalu dilanjut dengan kata pendahuluan, kemudian diisi sedikit materi retorika, selanjutnya aksi dari para aktor dan aktris diistana yang hanya punya gaya ala srimulat, cukup pertontonkan suguhan nikmatnya puluhan janji tak berujung, bahkan bisa jadi semua janji Jokowi secara individu ( janji politik ) estimasi dustanya berjumlah total 100 kali lebih, dan hampir semua janji bakal tidak mungkin ditepati oleh Jokowi dan para pembantunya, oleh sebab masa jabatan segera berakhir, bahkan sebagian diantaranya, tetap bersandiwara walau sudah tepat dihadapan meja hijau. 


Rezim yang segera the end, disisa kursi kekuasaannya masih dapat bercanda, dengan pola melakukan pembiaran untuk wacana 3 periode atau perpanjang masa jabatan, walau merupakan wacana inkonstitusional, namun Jokowi tetap sosok unik, Jokowi nyatakan, *" biar saja itu kan sekedar wacana "*. Dan atas kalimat diftong-nya menurut kacamata jubah jatidiri yang melekat pada kepribadiannya, bahwa " publik merasa Jokowi amat kepingin ", lalu Jokowi menambah kelucuannya lagi, Ia ber - statemen, *" tahun 2024 garis kemiskinan ekstrim penduduk bangsa ini akan berada pada posisi dibawah nol prosen ".*


Kedua, diskresi Jokowi sungguh menyebalkan serta membuat muak banyak publik, kuat kesan dirinya tidak bertanggung jawab kedepan terhadap kelanjutan kehidupan dan penghidupan anak cucu cicit bangsa, salah satunya adalah metode penjualan pulau - pulau oleh sebab ketidakmampuan dirinya untuk mengelola. Sehingga Jokowi terjun langsung, bagai marketing atau calo negara yang sibuk menawarkan IKN yang berada di kecamatan Samboja dan kecamatan Sepaku, kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur yang belum terbangun, untuk ditinggal warga Singapura, serta menawarkan HGB dan HGU kepada investor korporasi asal WNA asal yang umumnya berasal RRC negara komunis terbesar penduduknya didunia, untuk selama masing - masing 170 tahun untuk HGB dan 200 tahun ( plus jika sebelumnya telah mendapatkan izin tinggal 10 tahun tertuang dalam Pasal 148 PP 40/2023 ). Maka pantas saja jika Rocky Gerung melalui satire yang sarkastik menyatakan, " Jokowi hanya memikirkan keselamatan dirinya sendiri, dengan penyempurnaan kalimat, maka Jokowi itu Bajingan Tolol ".


Sehingga banyak publik yang jika dikaitkan dengan penjualan ( pulau ) tanah air, kasus P. Rempang dan pengesahan HGB berjangka anak , cucu dan cicit dengan kepemilikan investor asing terhadap HGB dan HGU untuk jangka waktu dimaksud sekian lama. Belum lagi perluasan wilayah tanah, jika ternyata bisnis investor asing ternyata menguntungakan ditanah air termasuk ada tujuan laian secara politis, maka perlu rasa - rasanya, rakyat mengingatkan kesadaran Jokowi, termasuk wakil rakyat yang asik terlelap tidur, sehingga lupa dengan 3 ( tiga ) hak yang mereka miliki Interpelasi, angket dan hak untuk dan menyatakan pendapat, amat penting untuk menegur mereka secara rame - rame tanpa batas jumlah sesuai sistim hukum yang tertera pada UU. RI. Nomor. 9 Tahun 1998 dan UU. RI Nomor 39 Tahun 1999 dan dalam rangka peran serta masyarakat yang dimintakan oleh semua sistim hukum positif ( hukum yang harus berlaku ) agar mereka para anggota legislatif sadar, bahwasanya mereka memiliki kewenangan untuk mewakili seluruh kepentingan bangsa ini, dan segera beranjak dari kursi mewahnya di Gedung yang berposisi tepat diseberang Kelurahan Bendungan Hilir atau berbatasan dengan Kelurahan Pejompongan, Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pasat.


Ketiga, mari doakan agar Jokowi tidak memproduk hal dan hak yang tidak penting, jangan terkait yang akibatkan keterpurukan


Kapan lagi ? Ayook segerakan !!