Damai Lubis: Gugatan Terhadap Presiden Jokowi Ijasah S.1 Palsu Onrechmatige overheidsdaad ( Perdana )

 



Kamis, 12 Oktober 2023

Faktakini.info

Gugatan Terhadap Presiden Jokowi Ijasah S.1 Palsu Onrechmatige overheidsdaad ( Perdana )

Damai Hari Lubis

Koordinator advokat dan drafter gugatan Jokowi Ijasah Palsu

Kemarin, 9 Oktober 2023 di Pengadilan Negeri/ PN. Jakarta Pusat, sehubungan dengan gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh penguasa ( 1365 BW ) atau onrechtmatigedaad overheidsdaad, dari Para Penggugat yakni para anak bangsa M. Hatta Taliwang, Cs. Terhadap Joko Widodo Cs. Hal Telah Menggunakan Ijasah Palsu S.1 asal UGM/ Universitas Gadjah Mada.

Sesuai fakta sidang perdana yang berjalan, terhadap perkara perdata perbuatan melawan hukum dengan register perkara nomor 610/ Pdt.G/ 2023/ PN. Jkt.Pst. dengan susunan Majelis Hakim, Astriwati, S.H.,M.H. Teguh Santoso,S.H. Ig. Eko Purwanto, S.H., M.Hum. Nampak ada " sinar bias hukum acara " dari Ketua Majelis dari sisi pandang keberlakuan hukum, Astriwati menyatatakan bahwa para pemberi kuasa, yang mengaku dari Kemensesneg untuk mewakili Presiden Jokowi selaku Tergugat 1, ada keanehan yang tidak lazim yang keluar dari mulut Ketua Majelis Hakim pernyataan kalimat di muka persidangan, bahwa " Tergugat 1 yang mendapat sekedar surat tugas dari Kementrian Sekretaris Negara bukan dari Jokowi Presiden RI sendiri selaku Tergugat 1 prinsipal, adalah sebagai beritikad baik "

Tentu dalam hukum acara perdata HIR atau RBG tidak dikenal untuk sahnya seorang yang mewakili tergugat melalui syarat formil dalam bentuk surat tugas, melainkan wajib melalui surat kuasa serta bersifat khusus.

Tentang eksistensi hukum pentingnya surat kuasa dalam sebuah perkara perdata tersirat didalam hukum perdata materil, yakni, " Pasal 1792 KUHPerdata yang menjelaskan bahwa pemberian kuasa adalah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.

Sehingga kata kunci, *surat kuasa khusus justru merupakan syarat formil keberadaan surat kuasa. Bukan itikad baik, namun kepatuhan terhadap makna hukum positif ( harus berlaku )*

Adapun rumusan surat kuasa memiliki keharusan adanya ke khususan, sesuai perintah hukum acara perdata formil ditegaskan dalam Pasal 123 HIR/147 RBg, yang menyatakan bahwa “Kedua belah pihak, kalau mau, masing- masing boleh dibantu atau diwakili oleh seseorang yang harus dikuasakannya untuk itu dengan surat kuasa khusus, kecuali kalau pemberi kuasa itu sendiri hadir.

Bahwa untuk memperkuat, makna khusus pada surat kuasa dalam perkembangan hukum, Mahkamah Agung RI menerbitkan SEMA Nomor 6 Tahun 1994, menerbitkan , bahwa surat kuasa harus menurut undang - undang dan harus mencantumkan dengan jelas penggunaannya sesuai perkara yang diwakilkannya sehingga tidak dan bukan bersifat umum.

Oleh karena fakta dan sebab hukum, proses perkara perdana terhadap para tergugat yang nota bene 10 orang pejabat publik, dan 3 orang tergugat diantaranya tidak hadir ( Tergugat DPR RI, Mendikbud dan ristek serta Menkeu ) oleh panggilan mahkamah, dan atas pernyataan hukum yang publis, Tergugat I Jokowi telah beritikad baik, kebalikan dari fakta hukum bad attitude, jauh dari role model seorang Jokowi sebagai Kepala Negara RI yang sama kedudukannya dimata hukum ( equality before the law ). Dan selebihnya melanggar asas - asas tentang penyelenggaraan negara yang baik ( Good governance ) vide asas - asas umum pemerintahan yang baik yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Jo. Undang - Undang Nomor 28 Tahun 1999 serta melanggar asas contante yustitie ( sistim peradilan yang cepat sederhana, biaya ringan ), vide pasal 2 ayat (4) Undang - Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Maka analisa hukum selaku koordinator Tim Kuasa Hukum, bahwa sejak awal sidang pertama, 9 Oktober 2023 jika dianalogikan dengan adagium ( pendapat para ahli hukum ) bahwa sejak awal dimulainya perkara, hakim harus berlaku adil, jika tidak, maka *JANGAN HARAPKAN KEADILAN AKAN DITEMUKAN.*