Kasus KM 50 Dibahas Dalam Debat Capres, Ini Tanggapan Aziz Yanuar




Rabu, 13 Desember 2023

Faktakini.info, Jakarta - Calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan berdebat seru dengan capres nomor urut 2 Ganjar Pranowo. Mereka membahas soal dua peristiwa yang merenggut korban jiwa: peristiwa KM 50 dan tragedi Kanjuruhan menjadi pembahasan.

"Ada dua peristiwa yang menarik perhatian dan perlu kita bahas di sini. Peristwa Kanjuruhan dan peristiwa KM50. Di situ proses hukum sudah dijalankan. Tetapi, rasa keadilan masih belum muncul," kata Anies di arena Debat Pilpres 2024, di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (12/12/2023).

Menurut Anies, dua peristiwa berdarah itu masih memuat banyak pertanyaan. Keluarga-keluarga korban masih mempertanyakan kejelasan peristiwanya. Anies ingin kasus itu dituntaskan dengan seadil-adilnya.

Aziz Yanuar SH Kuasa Hukum 6 Syuhada FPI korban pembunuhan di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek yang terjadi pada Senin (7/12/2020) lalu, turut angkat bicara. Berikut ini pernyataan Aziz selengkapnya yang diterima Faktakini.info, Rabu (13/12) siang.

Kasus KM 50 itu adalah bentuk nyata dari gross violation of human rights (pelanggaran HAM Berat) yang sistematis. Berdasarkan pasal 9 huruf a dan f UU 26 Tahun 2000, maka pembunuhan (extra judicial killing) dan penyiksaan (torture) yang dialami oleh 6 orang pengawal HRS adalah salah satu bentuk dari Crime Againts Humanity (kejahatan terhadap kemanusiaan). Dan pelakunya adalah aparatur negara yang secara sengaja ditugaskan untuk mengintai dan mentarget HRS beserta pengawalnya.

Jadi itu bukan peristiwa tembak menembak seperti yang direkayasa oleh satgas merah putih pimpinan Sambo bersama fadhil imran. Tapi ada kekuasaan diatas mereka yang memang merencanakan pembunuhan tersebut dengan target HRS dan pengawalnya.

Makanya orang orang yang memiliki rantai tanggung jawab komando dalam peristiwa km 50 ini, mulai dari pelaku by commission (pelaku aktif) maupun pelaku by ommission (pelaku pasif) harus diseret ke pengadilan ke pengadilan HAM berdasarkan UU 26 Tahun 2000. Karena itu bukan pidana biasa.