Terlibat dalam Pemilu Curang Sama Saja Melegitimasi Kecuramgan

 


Senin, 12 Februari 2024

Faktakini.info

*TERLIBAT DALAM PEMILU CURANG SAMA SAJA MELEGITIMASI KECURANGAN*


Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik



Ada pesan penting yang disampaikan Zainal Arifin Mochtar dalam Film Dirty Vote. Dia, meminta siapapun yang menonton film tersebut untuk melakukan 'penghukuman'. 


Namun, Zainal tidak merinci apa bentuk hukumannya, kepada siapa hukuman diberikan, dengan cara apa hukuman itu dilakukan. Satu hal pesan tegas disampaikan dalam film Dirty Vote: Pemilu 2024 kotor, penuh kecurangan, dalam berbagai proses dan tahapan, dilakukan oleh berbagai lembaga penyelenggara Pemilu hingga MK.


Dengan demikian, kita perlu merinci sendiri, apa bentuk hukuman bagi Pemilu curang, kepada siapa hukuman diberikan karena Pemilu curang, dengan cara apa hukuman itu dilakukan terkait Pemilu curang.


Kalau kita rinci, analisis Pemilu curang itu melibatkan dua subjek utama. Pertama, pelaku kecurangan. Kedua, yang menikmati kecurangan.


Dari sisi Pelaku kecurangan, bisa diurut sebagai berikut: Presiden curang karena tidak netral, dan berpihak pada Gibran. MK curang, karena membuat putusan 90 yang memuluskan pencalonan Gibran. KPU curang, karena meloloskan pencalonan Gibran, meski belum mengubah PerKPU.


Lalu, dari sisi yang menikmati kecurangan tentu saja Gibran. Gibran diuntungkan dengan tidak netralnya Presiden, bukan Anies atau Ganjar. Gibran diuntungkan putusan MK Nomor 90, bukan Anies atau Ganjar. Gibran diuntungkan dengan keputusan KPU yang meloloskan dirinya menjadi Cawapres, bukan Anies atau Ganjar.


Lalu, sampai pada sikap, siapa yang harus dihukum? Apa bentuk hukumannya? Bagaimana caranya?


Mungkin saja, kita akan mengajukan ide untuk menghukum Gibran, dengan tidak memilih Gibran dan memilih Anies. Atau, kita akan mengajukan ide untuk menghukum Gibran, dengan tidak memilih Gibran dan memilih Ganjar. Caranya, dengan menggunakan hak suara kita di TPS pada tanggal 14 Februari 2024 besok.


Namun, apakah penghukuman seperti itu yang dimaksud oleh Zainal Arifin Mochtar? Apakah, model penghukuman tersebut akan efektif?


Kita coba berfikir lebih mendalam. Kalau Presiden tidak netral, MK berani curang, KPU juga demikian. Ini menunjukan proses Pemilu sudah sedemikian curang. Kalau prosesnya sudah curang, apa ada jaminan hasilnya tidak akan curang?


Kalau dalam penetapan calon saja, KPU bisa curang. Apa tidak mungkin, penetapan pemenang juga tidak akan curang?


Lagipula, aneh ada desain curang hanya pada proses. Desain curang, itu orientasinya hasil, yakni menang Pemilu. Jadi, bukan hanya pada proses, tapi juga hasil Pemilu berupa menang berdasarkan keputusan KPU dan menang hasil sengketa Pemilu melalui putusan MK nantinya.


Jangan naif, hanya melihat kecurangan pada proses pemungutan suara. Curang yang lebih signifikan, itu adalah dalam penghitungan suara dan penetapan pemenang berdasarkan penghitungan suara.


Itu artinya, mau menghukum tidak memilih Gibran, mau fokus memilih Anies atau Ganjar, jika desain Pemilu curang, semua tindakan ini tidak akan berefek sebagai penghukuman. Malahan, terlibat dalam Pemilu curang hanya akan melegitimasi kecurangan.


Kelak, jika hasil Pemilu tak sesuai harapan, lalu menuduh curang, orang akan mudah patahkan argumen ini. Orang akan katakan "Biasalah, kalau kalah tuding pemenang curang." Begitu kira-kira.


Jadi, menurut penulis hukuman paling efektif adalah tidak terlibat dalam Pemilu dan sejak awal menolak proses Pemilu curang termasuk hasilnya. Tindakan ini, lebih efektif menjadi sarana 'penghukuman' ketimbang tetap nekat ikut Pemilu walau sudah tahu prosesnya curang.


Kelak, yang tidak terlibat Pemilu lebih leluasa mengkritik hasil Pemilu yang prosesnya telah dimulai secara curang. Kelak, yang tidak terlibat Pemilu tidak bisa dikatakan kalah lalu tuduh curang. Kelak, yang tidak ikut Pemilu lebih punya integritas untuk mengontrol kekuasaan, bersuara lantang Pemilu curang, ketimbang yang terlibat Pemilu dan kalah lalu baru menyatakan Pemilu curang. [].

Posting Komentar untuk "Terlibat dalam Pemilu Curang Sama Saja Melegitimasi Kecuramgan"