Debat Nasab: Gus Rumail Gilas Imaduddin Utsman dan Tunjukkan Bukti-bukti Kesalahannya

 





Senin, 11 Maret 2024

Faktakini.info, Jakarta - Gus Rumail Abbas unggul telak dalam dialog soal nasab Habaib (Ba'alawi) melawan Imaduddin Utsman yang ditayangkan secara live di channel Padasuka, Ahad (10/4/2024) malam.

Gus Rumail tampil tenang dan tidak terpengaruh dengan manuver Imad yang sedari awal berusaha memaksakan pendapatnya. Gus Rumail kemudian menunjukkan kesalahan-kesalahan Imaduddin.

Rumail Abbas

Semalam, tidak mewakili RA (baca: Rabithah Alawiyah, bukan Rumail Abbas), akhirnya dialog dengan pembatal Baalawi bisa saya lakukan.

Banyak yang membuat reaction atas video itu: Pro-Pembatalan Baalawi menilai saya di-skak mat dan kalah; Pro-Baalawi menilai saya melibas Kiai Imaduddin.

Dan hal seperti itu lumrah saja (kecuali bagi orang yang berpikir).

Mendengar penjelasan Kiai Imad, saya beberapa kali menganulirnya. Di antaranya...

Kala dia mengatakan Qiladat Al-Nahr diinterpolasi Baalawi (sehingga dia tidak percaya), kebetulan ada fitur share screen. Maka, saya tampilkan Qiladat Al-Nahr versi cetakan lain di live tersebut.

Pada kitab yang saya tampilkan, Qiladat Al-Nahr jelas ditulis oleh intelektual non-Baalawi, di-tahqiq non-Baalawi, dan diterbitkan perusahaan non-Baalawi.

Versi cetak non-Baalawi ini terbit lebih dulu daripada versi cetak yang di-tahqiq Baalawi. Kendatipun demikian, isi keduanya mirip 100% (kecuali beberapa footnote).

Kiai Imaduddin, keliru untuk kali pertama.

Saat mengatakan Al-Muhajir (Sang Hijrah) baru disematkan untuk Imam Ahmad pada abad ke-10/ke-12 Hijriyah, Kiai Imad juga keliru untuk kali kedua. Dan saya tunjukkan naskah yang ditulis tahun 820 H. sudah mereportase kehijrahan Imam Ahmad.

"Tapi, kan, aneh. Ini kitab baru kok mereportase orang di abad ke-4 Hijriyah?" sanggahnya.

"Itu perkara lain. Yang pasti, klaim bahwa abad ke-11/ke-12 Hijriyah baru diketahui sebagai Al-Muhajir adalah perkiraan yang keliru." jawab saya.

Saat menyebutkan kitab Arba'in yang naskahnya terdapat di Saudi, saya memvalidasi kitab itu dari berbagai cara:

- Penulis Al-Jauhar Syafaf (855 H.) melihat naskah itu sebagai karya Ali Bin Jadid, dan disebutkan pula oleh Qiladat An-Nahr (lahir: 870 H.),

- Empat tsabat orang yang mendapatkan isnad kitab Arba'in melalui rangkaian guru-guru yang tsiqah (seperti saya mendapatkan kitab Taqrib melalui Gus Rouf Maimoen sampai muallif-nya sendiri, atau Kiai Munawwir Irsyad mendapatkan Mughni Al-Labib melalui Mbah Zubair sampai muallif-nya sendiri [silakan lihat bukti materielnya di beranda Gus Nanal Ainal Fauz]),

- Tiga salinan Al-Arba'aun (dua naskah disalin non-Baalawi, satu naskah disalin Habib Salim Bin Jindan [hanya dimiliki saya & Ibnu Kharish, tapi Kiai Imad mengklaim memilikinya, dan saya ragu tentang hal itu]). Isi tiga salinannya sama persis dengan naskah asli yang ditulis tahun 611 H. (kecuali beberapa saqt naskh yang sangat dimaklumi),

- Naskah yang dilihat oleh Syaikh Yasin Al-Fadani kemudian ia kutip dalam Arba'un Haditsan 'an Arba'in Kitaban min Arba'in Syaikhan.

Maka, dengan bukti-bukti penguat ini, naskah yang tertulis di badan naskah bahwa "telah rampung ditulis tahun 611 H. di Mekah Al-Mukarramah" yang saya miliki adalah benar-benar ditulis oleh Ali Bin Jadid (w. 620 H.).

Perlu diketahui, Ali Bin Jadid adalah keturunan Jadid ibn Ubaidillah/Abdullah ibn Ahmad Al-Muhajir, hidup tahun 500-an Hijriyah, seorang ahli hadis pilih tanding di Yaman (Abdullah ibn As'ad Al-Yafi'i juga menjulukinya seperti itu), dan memungkinkan mengetahui generasi buyut-canggah tahun 400-500 Hijriyah.

Pada naskah itu, Ali Bin Jadid mendapatkan beberapa hadis melewati generasi kakek-buyut-canggahnya, salah tiganya:

- Sayid Ali Khali' Qasam Baalawi

- Sayid Muhammad Shahib Mirbath Baalawi

- Sayid Salim bin Bashri (...ibn Ubaidillah ibn Ahmad Al-Muhajir)

Kata Kiai Imad ketika saya berkesimpulan naskah itu orisinil berdasarkan 10 macam penguat yang telah saya sebutkan untuk memastikan apakah ada kontaminasi di dalamnya...

"Saya tidak percaya." kata Kiai Imad,

"Lha, saya tidak peduli," tandas saya.

Bagi saya, peneliti itu berkata berdasarkan temuan dan hasil bacaannya, bukan diatur perasaannya.

Silakan menyimak: 

https://www.youtube.com/live/isktn-KGQ7k?si=CFeWSew5HWKlyFcQ

Semoga jadi perdebatan terakhir di bulan Sya'ban, supaya puasa ini bisa tenang menjelaskan historiografi Baalawi lebih gayeng (mau saya ulas temuan saya secara berkala di Pamitnya Ngantor sepanjang Ramadan).

Salam.