Ammi Alidien, Sang Pejuang di jalan sunyi
Selasa, 21 Mei 2024
Faktakini info
*Ammi Alidien, Sang Pejuang di jalan sunyi*
Oleh: Ali Abubakar Alatas
Ammi Alidien, begitu kami murid-muridnya memanggil Al Habib Ali Zainal Abidin bin Hasan Al Ali bin Abdullah Assegaf, seorang insinyur mesin yang bergelut di dunia nasab. Sangat pantas bila Habib Ayman Al Habsyi menggelari beliau An Nasabah Nusantara, walaupun beliau selalu menghindari julukan tersebut dengan mengatakan "ana hanya Khodim (pelayan)", tetapi bilamana kita akan melihat dari dekat bagaimana pengabdian, kerja keras serta kesungguhan beliau dalam menjaga dan merawat kemurnian nasab Saadah Bani Alawi, rasanya tidak akan berani memungkiri bahwa beliau sudah sangat memenuhi kriteria sebagai An Nasabah.
Ammi Alidien mulai menceritakan bahwa dirinya mulai "tenggelam" dalam pengkajian nasab saadah Bani Alawi sejak saat masih di Palembang dibawah bimbingan Habib Isa Al Kaff, pribadi yang menurut Ammi Alidien unik, secara khusus ammi Alidien bercerita bahwa Habib Isa Al Gatmir Al Kaff ini juga shohibul Karomah, yang beberapa kejadian disaksikan oleh Ammi Alidien sendiri.
Setelah selesai berkuliah Teknik Mesin di Palembang, Ammi Alidien mencoba mengadu nasib dengan merantau ke Jakarta. Tetapi pertemuan dengan Habib Muhammad bin Alwi Al Bin Hud Al Athos membuat Ammi Alidien memutuskan fokus mendalami di dunia pernasaban.
Ammi Alidien bercerita beliau memulai belajar dengan "Ammi Muhammad", begitu Ammi Alidien memanggilnya, dengan membawakan tasnya, menuntun cucu Habib Muhammad, menuangkan teh ke cangkir Habib Muhammad. Maka benarlah Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki, yang lebih besar mengutamakan murid yang berkhidmat dibandingkan yang rajin. Karena dengan asbab keberkahan khidmat Ammi Alidien kepada gurunya, kami menyaksikan sendiri bagaimana kecerdasan Ammi Alidien dalam ilmu Nasab. Begitu sangat membekas pertemuan dengan Habib Muhammad Al Athos, sampai-sampai Ammi Alidien sering berpesan kepada secara khusus kepada murid-murid beliau yang bermarga Al Athos, "Al Athos itu barometer Alawiyyin, kalau Al Athos sudah tidak peduli dengan nasabnya, maka hancur sudah bangunan nasab Alawiyyin", mungkin pesan ini benar, mungkin juga pesan ini untuk membangun ghiroh muridnya saja, yang pasti bagi pribadi penulis sendiri, pesan ini sangat membekas.
Kecerdasan Ammi Alidien dalam masalah nasab sangat di atas rata-rata, mereka yang pertama kali bertemu umumnya mengira beliau memiliki kelebihan kasyaf, hanya dengan sebut tiga nama, sebut marga dan daerah asal, langsung bisa diketahui asal usul keluarga orang tersebut, bahkan terkadang ada info baru diketahui oleh yang punya nasab sendiri. Tetapi "kasyaf" Ammi Alidien bukan ilmu "tebak-tebakan", seperti yang dikatakan Ammi Alidien sendiri, semuanya bisa dipelajari dengan metode ilmiah.
Ammi Alidien sempat juga menceritakan, lamanya beliau malang melintang di dunia nasab saadah Bani Alawi Nusantara, sempat muncul rasa bosan, sampai-sampai sempat terpikir berhenti sama sekali, akan tetapi ketika sahabat beliau Habib Syafik Khaniman mengundang beliau mengajar ilmu Nasab di rumah Habib Syafik Khaniman saat masih di Jatinegara, niatan berhenti itu pun redup, apalagi ketika melihat begitu banyak pemuda Alawiyyin yang semangat ikut taklim Nasab, semangat beliau kembali bergairah, sampai akhirnya didirikan Majelis Taklim Ilmil Ansab lil Habib Ali bin Jakfar Al Fargas Maula Maryamah Assegaf.
Mereka yang pernah mengikuti Ta'lim Nasab pasti tahu, saat ta'lim dibuka, maka sekitar 30 menit akan habis hanya untuk membacakan Al Fatihah kepada tokoh-tokoh penting Salaf Bani Alawi yang namanya disebut satu persatu! Ammi Alidien selalu menjelaskan bahwa pentingnya membacakan Al Fatihah kepada para salaf pertama supaya kenal para tokoh tersebut, kedua supaya terbiasa dan mengingat, ketiga mudah-mudah dengan keberkahan dari para salaf, mudah dalam belajar nasab, apalagi nasab yang dibahas merupakan keturunan dari tokoh-tokoh tersebut dan bertujuan menjaga kemurnian nasab keturunan tokoh-tokoh salaf Bani Alawi, Ammi Alidien berkeyakinan mustahil para Salaf diam saja.
Secara khusus Al Fatihah disebut dengan selalu menunjukan foto beberapa tokoh yang dianggap Ammi Alidien penting dan berjasa bagi penjagaan nasab Saadah Bani Alawi di Nusantara, yakni Al Habib Ali bin Ja'far Assegaf, Al Habib Alwi bin Thohir Al Haddad, Al Habib Hasyim bin Muhammad Al Habsyi, Al Habib Dhiya' Bin Syahab, Al Habib Isa Al Kaff, Al Habib Ibrahim bin Muhammad Al Kaff, Al Habib Muhammad bin Alwi Al Athos, foto yang paling besar di antara rangkaian foto-foto tersebut adalah foto Al Habib Ali bin Ja'far Assegaf, pendiri Maktab Daimi Rabithah Alawiyah, sekaligus naskah penelitiannya merupakan rujukan utama pada majelis taklim nasab.
Ammi Alidien saat mengajar murid-muridnya menggunakan laptop tua merek HP dan Proyektor, yang menampilkan naskah Habib Ali bin Ja'far Assegaf dan Google Earth, untuk apa Google Earth? Ammi Alidien melatih murid-muridnya tidak hanya menghapal nama-nama, tetapi juga mengenal dimana saja wilayahnya, sampai-sampai murid-muridnya banyak baru mengenal nama daerah yang selama ini tidak pernah sekalipun mereka yg dengar.
Ammi Alidien selalu mengingatkan murid-muridnya, bahwa nama-nama yang ada dalam kitab nasab itu bukan hanya sekedar rangkaian nama, setiap nama memiliki kisah hidup, setiap nama memiliki siroh, setiap nama memiliki perjalanan hidup, sehingga setiap nama yang tertulis selalu ada yang tersurat dan yang tersirat. Hal ini kemudian menjadikan pengkajian nasab Bani Alawi yang dibawakan Ammi Alidien cukup berwarna, karena tidak hanya mengupas nama dan tempat tetapi juga melihat nasab menggunakan alat bantu dari berbagai perspektif keilmuan, seperti sejarah, Arkeologi, Antropologi, Geografi dan lain-lain. Selain ilmu-ilmu di atas, Ammi Alidien selalu menekankan pentingnya tawassul kepada leluhur dari nasab yang sedang diteliti memohon kepada Allah SWT dan keberkahan para wali dipermudahkan dalam kayu meneliti. Ammi Alidien sendiri menceritakan bagaimana suatu kali beliau meneliti satu nasab yang sempat terjadi musykil pada nasab tersebut, kemudian Ammi Alidien meminta kepada ahlul bilad diantarkan berziarah kepada makam leluhur dari nasab yang sedang diteliti itu. Setelah berziarah dan dapat kemudian pulang untuk beristirahat, Ammi Alidien bermimpi didatangi oleh shohibul Maqom, yang menceritakan kepada Ammi Alidien kalau anak cucu dari Shohibul maqom jarang menziarahi dan tidak merawat maqom si Shohibul maqom. Ketika terbangun, Ammi Alidien langsung minta agar keturunannya berkumpul, baik dari kalangan tua maupun muda, Ammi Alidien menegur dan menyampaikan amanat dari si Shohibul maqom sebagaimana yang didapatkan dari mimpinya. Setelah kejadian tersebut beberapa waktu kemudian Ammi Alidien mendapatkan satu naskah tua yang menjawab musykil daripada nasab yang ia teliti tersebut, kemudian akhirnya diitsbatlah nasab tersebut oleh Ammi Alidien.
Jauh sebelum hiruk-pikuk persoalan nasab yang ramai diperbincangkan di media sosial, Ammi Alidien jauh-jauh hari sudah mengingatkan kepada kepada murid-muridnya akan terjadi fenomena yang ia sebut sebagai fenomena "Tsunami Nasab". Ini bukan soal " Kasyaf", tapi soal "Tsunami Nasab" Ini Ammi Alidien simpulkan dari sikap umumnya Saadah Bani Alawi sendiri yang menurut penilaian Ammi Alidien kurang perhatian terhadap nasabnya sendiri.
Kecintaan Ammi Alidien terhadap murid-muridnya begitu luar biasa. Ammi Alidien benar-benar memposisikan dirinya seperti ayah bagi murid-muridnya, mengurus urusan murid-muridnya sampai kepada kehidupan pribadi masing-masing murid, bahkan tidak jarang merogoh kocek pribadi untuk menolong murid-muridnya yang membutuhkan. Pernah dikisahkan tengah malam ketika sedang tertidur lelap, beliau terbangun dari tidurnya karena mendengar ketukan dan salam, ketika dibuka pintunya ternyata salah satu muridnya sedang terengah-engah, ditanyalah murid tersebut apa gerangan maksud dan tujuan datang tengah malam sambil memberi air kepada murid tersebut. Ternyata muridnya tersebut mengalami motor mogok dan harus mendorong motornya berkilo-kilometer untuk sampai ke rumah Ammi Alidien, sedangkan untuk bawa motor ke bengkel uang sudah habis tak tersisa, karena yang bersangkutan hanya mahasiswa perantauan. Ammi Alidien tersenyum langsung paham arahnya, diberinya uang kepada si murid itu, kemudian pulang lah si murid. Akan tetapi pengalaman tersebut di atas tidak lah jadi alasan Ammi Alidien jengah mengajar si murid, terbukti di ta'lim berikutnya si murid tetap hadir dan Ammi Alidien tetap mengajarkan seperti biasa.
Perhatian Ammi Alidien kepada murid-muridnya dirasakan sendiri oleh Penulis, ketika kesibukan mulai melanda, apalagi harus keluar daerah, intensitas penulis berkunjung mulai agak jarang, Penulis ketika berkunjung ke Ammi Alidien sering bercerita soal nasab Saadah Bani Alawi yang dahulu diajarkan beliau kepada Penulis, akhirnya ditemui langsung oleh Penulis di lapangan dan menceritakan juga dapat begitu manfaatnya ilmu yang diajarkan Ammi Alidien ketika pergi ke daerah-daerah tadi, serta tidak lupa menceritakan juga kepada Ammi Alidien ketika kami bertemu dengan murid-muridnya juga yang tersebar di berbagai daerah di Nusantara menyambung silaturrahim. Terlihat Ammi Alidien senang bahagia dan cukup puas ketika Penulis menceritakan pengalaman saat ke berbagai daerah di Nusantara dan hal itu menjadi kepuasan dan kebanggaan tersendiri bagi Penulis. Terakhir ketika cukup lama tak berjumpa, sampai-sampai Ammi Alidien menanyakan Penulis kepada murid-murid lainnya, akhirnya Penulis didampingi sepupu Sayyid Ahmad Zaki bin Hanif Al Athos yang juga dikenal murid Ammi Alidien berkunjung saat malam lebaran 1 Syawal 1445, dan itu ternyata menjadi komunikasi terakhir kami sampai kami dapat kabar senin subuh tanggal 20 Mei 2024, Ammi Alidien memejamkan mata mata untuk terakhir kalinya.
Beliau meninggalkan satu Istri dan dua anak, Sayyid Amr Hasyimi Assegaf dan Sayyid Muhdi Assegaf. Dahulu sempat Penulis menceritakan perjuangan kepada satu Muhibbin tentang perjuangan yang Ammi Alidien lakukan berkeliling Nusantara, masuk ke pelosok-pelosok daerah terpencil, sampai-sampai pernah kehabisan ongkos, akan tetapi bukan harum dan tenar namanya, yang ia hadapi hinaan, cacian, makian, ancaman, tuduhan, fitnahan malah diterima, semua itu hanya untuk menjaga kemurnian nasab Saadah Bani Alawi Nusantara, si Muhibbin lantas mengatakan "memang luar biasa beliau, berjuang dijalan sunyi".
Agaknya sebutan dari Muhibbin itu cocok menggambarkan kisah hidup Al Habib Ir. Ali Zainal Abidin bin Hasan Assegaf, Ammi Alidien. Selamat tinggal guru, kami, selamat tinggal An Nasabah Nusantara, selamat tinggal guruku, selamat tinggal Sang Pejuang di Jalan Sunyi.