PUSKESMAS & AKSES INTERNET, APA POSITIF NEGATIFNYA ?

 




Senin, 20 Mei 2024

Faktakini nfo

*PUSKESMAS & AKSES INTERNET, APA POSITIF NEGATIFNYA ?* 

 _Oleh : Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes_ 

Dunia Kesehatan Indonesia mendadak menjadi pemberitaan dunia, bukan soal disederhanakan (baca: dihilangkannya klas ekonomi) di Layanan BPJS-Kesehatan baru2 ini yg sempat heboh & membuat resah masyarakat kemarin, namun justru malahan muncul berita positif ttg fasilitas Puskesmas di Indonesia yg kini sudah terkoneksi dgn Jaringan Internet baru & canggih StarLink dan bahkan diresmikan langsung oleh Tokoh yg sedang naik daun namanya di berbagai bidang berbau teknologi canggih dan bergaya eksentrik, Elon Musk.


Ditengah2 kehadirannya dalam WWF / Water World Forum di Bali hari ini (20/05/24) yg tampak diistimewakan oleh Pemerintah kita karena sampai harus memberikan sambutan khusus di Pembukaan WWF tadi pagi, pemilik bisnis Otomotif EV Tesla, Platform SosMed X (dulunya Twitter) dan Penyelenggara Jasa Eksplirasi Luar Angkasa Space-X tsb bersama MenKes Budi Gunadi Sadikin meresmikan Layanan Internet utk 3 Pusat Kesehatan Masyarakat sekaligus, yakni : Puskesmas Pembantu Sumerta Kelod di Bali, Puskemas Pembantu Bungbungan di Klungkung, serta Puskesmas Tabarfane di Maluku.

 

"Dari 10.000 Puskesmas yg ada di Indonesia, sekitar 745 puskesmas tidak memiliki akses internet sama sekali dan 1.475 puskesmas memang memiliki akses internet tapi terbatas. Semuanya tersebar di 7.000 pulau di Indonesia,” kata MenKes BGS dalam keterangannya yg termuat di berbagai media. Sehingga peresmian secara simbolis di 3 Puskesmas hari ini adalah mewakili utk Peresmian sarana yg sama bagi 700 Puskesmas di seluruh Indonesia tersebut. 


Kalau kita lihat data di BPS / Badan Pusat Statistika, jumlah Puskesmas di Indonesia utk tahun 2023 adalah aebanyak 10.416 unit. Meski jumlah ini naik 0,4% atau bertambah 42 unit dari tahun sebelumnya (2022) yg sebanyak 10.374 unit, namun jumlah Puskesmas tsb dibanding jumlah Penduduk Indonesia (278.7 juta jiwa) rasionya masih tergolong minim. Ini artinya 1 Puskesmas harus bisa utk melayani sebanyak 26,5 rb jiwa, dapat dibayangkan bagaimana crowdednya apabila semua layanannya harus dikerjakan dgn manual / offline seperti sekarang, apalagi jika letak Puskesmas jauh alias berkilo-kilometer dari tempat tinggal penduduk.


Sebagai juga pemegang resmi gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.Kes) / Public Health dari Universitas Gadjah Mada (Asli) yg tidak diragukan apalagi sampai perlu dipertanyakan dan disidangkan segala, tentu saya menyambut positif kolaborasi inovasi ini, karena memang bidang kesehatan modern niscaya tidak akan bisa lepas dari kemajuan teknologi, karena akan semakin banyak sinergi antar ilmu keduanya.Teknologi yg dimaksud bisa sebagai Alat bantu Preventif atau Prognosisnya atau bahkan selaku Alat Utama Kuratif dalam Penyembuhan / Eksekusinya.


Peresmian ini tentu juga bisa dianggap sedikit memberi harapan cerah bagi masa depan Kesehatan Masyarakat Indonesia di usia 116 tahun Kebangkitan Nasional hari ini, 20/05/24, dimana dibayangi Ironi di hampir semua sisi lainnya (Ekonomi, Kolusi, Korupsi, Demokrasi dsb, sebagaimana tulisan saya sebelumnya). Kehadiran aplikasi "Satu Sehat" yg dikembangkan Kemenkes tentu sangat terbantu dgn teknologi Internet ini, dimana masyarakat dpt mengakses data kesehatan mereka secara real-time. Contohnya untuk USG / Ultra Sonografi dan imunisasi, BuMil bisa langsung mengetahui data2 dgn menerima notifikasi otomatis di aplikasi WA / WhatsApp.


Selain hasil USG, ada imunisasi elektronik sejak 1,5 tahun lalu sampai Masyarakat kini bisa men-download sertifikat vaksin di Aplikasi Satu Sehat tsb. Menurut data resmi dari Kemenkes, dari Januari 2023 sampai awal 2024 ada 200-an juta data kesehatan masyarakat Indonesia yang sudah direkap oleh Aplikasi ini. Tentu yg utama bukan hanya soal beragamnya fasilitas diatas, namun juga akselerasi kecepatan dan ketersediaan akses bagi Rekan sejawat dan Tenaga Medis di Puskesmas sekaligus masyarakat utk berinteraksi lebih jauh lagi, baik utk Konsultasi secara Visual misalnya menggunakan Zoom atau Google meet atau sekedar Auditif menggunakan Telepon berbasis WA yg sangat ekonomis dibanding Direct-call dimasa lalu.


Namun demikian apakah Backbone StarLink ini ada sisi negatifnya bagi perkembangan dunia telekomunikasi di Indonesia ? Tentu hal ini tidak dapat diabaikan begitu saja, karena uniknya dgn Jumlah penduduk 278.7 Juta jiwa yg saya sebut sebelumnya, jumlah HP di Indonesia justru sebanyak 353.3 juta (lebih banyak dari jumlah penduduk) dgn pengakses Internet sebesar 185.3 juta dan SocMed sebesar 139 juta (data terbaru per Januari 2024). Semua ini sebelumnya dilayani oleh Operator seluler Telkomsel, Indosat-Oredoo, XL-Asiata dan SmartFren. Kita ingat dulu sempat ada operator2 seluler lain, sebelum akhirnya terkena "seleksi alam" dan saling merger seperti TelkomFlexi-Telkomsel, Satelindo-Indosat dan Smart-Mobile8/Fren.


Apalagi StarLink menggunakan teknologi LEO / Low Earth Orbital Sattellite yg terletak di 340 km sd 1.200 km diatas bumi, berbeda dgn Satelit biasa yg ditempatkan di Geostasioner Orbit biasanya di 35.786 km diatas bumi. Secara teknis LEO-sat ini bagaikan "balon terbang" membawa BTS / Base Transceiver Sattellite diatas bumi, *_sehingga lebih fleksibel alias bisa dimanfaatkan oleh perorangan / organisasi tanpa harus berbentuk negara. Ini sisi positif sekaligus negatifnya, karena artinya bisa saja dimanfaatkan oleh OTB / Organisasi Tanpa Bentuk atau Kelompok separatis utk berkomunikasi tanpa harus melalui negara tertentu asal sanggup membayarnya. Jadi bisa ada masalah Hukum bagi Indonesia bilamana StarLink ini justru mudah dimanfaatkan oleh pihak2 yg bisa mengganggu integitas bangsa jika tidak diwaspadai termasuk pengaturan Yurisdiksinya._*


Kesimpulannya, selain harus dijaga soal "Level playing field" yg sama dengan pihak2 lain yg sudah terlebih dulu eksis di Indonesia, bagaimanapun juga kehadiran Opeator Telekomunikasi, Internet dan Akses media baru bagi Indonesia ini tentu akan menimbulkan sisi Positif (misalnya utk Kesehatan diatas) *_dan sisi Negatif (utk Keamanan dan Ekosistem Telekomunikasi) yg sudah ada._* Oleh karena itu memang kita tidak bisa menolak teknologi, apalagi sekarang bukan hanya masuk era Industry 4.0 tetapi sudah Society 5.0, namun cermat dan bijaklah dalam membuat semua Policy ...


)* *Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes selain selaku Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB adalah juga Magister Kesehatan Masyarakat (Public Health) UGM Asli.*