Kebodohan Imad bin Sarman dalam menelaah kitab-kitab abad ke-5

 



Jum'at, 14 Juni 2024

Faktakini.info

Kebodohan Imad bin Sarman dalam menelaah kitab-kitab abad ke-5

Mari kita mulai *‘tamasya’* menuju Abad ke 5 dengan menelaah kitab-kitab abad ke 5 yang dijadikan rujukan oleh KH. Imad untuk menyatakan nasab habib di Indonesia tidak tersambung kepada Rasulullah SAW..


Kitab *Tahdzibul Ansab wa Nihayatul Alqab* Karya Al Ubaidili, menyatakan : *“Dan Ahmad bin Isa an-Naqib bin Muhammad bin Ali al-Uraidi diberikan gelar an-Naffat, sebagian dari keturunannya adalah Abu Ja’far (al-A’ma: yang buta) Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad, ia buta di akhir hayatnya, ia pergi ke Basrah menetap dan wafat di sana. Dan ia mempunyai anak. Saudaranya di al-jabal (gunung) juga mempunyai anak.”*


Kitab *al-Majdi fi Ansabittholibin,* karya Sayyid Syarif Najmuddin Ali bin Muhammad al-Umri an-Nassabah, menyatakan : *“Dan Ahmad Abul Qasim al-Abah yang dikenal dengan “al-Naffat” karena ia berdagang minyak nafat (sejenis minyak tanah), ia mempunyai keturunan di bagdad dari al-Hasan Abu Muhammad ad-Dalal Aladdauri di Bagdad, aku melihatnya wafat diakhir umurnya di Bagdad, ia anak dari Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa bin Muhammad (an-Naqib) bin (Ali) al-Uraidi.”*

 

Kitab *Muntaqilatut Tholibiyah,* karya Abu Ismail Ibrahim bin Nasir ibnu Thoba Thoba, menyatakan : *“Di Kota Roy, (ada keturunan Abu Tholib bernama) Muhammad bin Ahmad an-Naffat bin Isa bin Muhammad al-Akbar bin Ali al-Uraidi. Keturunannya (Muhammad bin Ahmad) ada tiga: Muhammad, Ali dan Husain.”*


Ketiga kitab diatas adalah kitab abad ke 5, yang paling digadang-gadang membuktikan bahwa UBAIDILLAH BUKAN ANAK AHMAD BIN ISA ? *kita akan mulai dari kitab Tahdzibul Ansab.*


Dalam kitab *Tahdzibul Ansab wa Nihayatul Alqab* Karya Al Ubaidili (wafat 490 H), sangat jelas terbaca bahwa yang menjadi obyek dari pembahasan bukanlah anak-anak Ahmad bin Isa melainkan Abu Ja’far (al-A’ma: yang buta) Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad. artinya yang jadi obyek pembahasan adalah cucu ke-tiga (turunan ketiga) dari Ahmad bin Isa. Al Ubaidili tidak sedang merinci nama anak-anak Ahmad bin Isa, sehingga sangat wajar jika Al Ubaidili tidak menyebutkan nama selain dari yang menjadi Obyek pembahasannya. Selain itu, Al Ubaidili sendiri dengan sangat tegas dan jelas menyebutkan kata *“SEBAGIAN”*. Tetapi Anehnya, KH. Imad langsung menyimpulkan bahwa Al Ubaidili tidak menulis nama Alawi dan Ubaidillah karena memang bukan anak dan cucu Ahmad bin Isa. padahal obyek pembahasan bukanlah anak-anak Ahmad bin Isa dan bukan merupakan pembahasan keseluruhan tetapi sekali lagi *HANYA SEBAGIAN*.


Seandainya dalam kitab tersebut yang menjadi obyek pembahasan adalah anak-anak dari Ahmad bin Isa, maka tentulah Al Ubaidili akan menuliskan : *“Dan anak-anak Ahmad bin Isa berjumlah”* atau *“adapun anak-anak Ahmad bin Isa jumlahnya”*. Tetapi ternyata, Al Ubaidili tidak menjadikan anak-anak Ahmad bin Isa sebagai obyek pembahasan, melainkan hanya salah satu keturunan Ahmad bin Isa yakni Abu Ja’far (Muhammad bin Ali dst.). itupun Al Ubaidili dengan terang dan jelas menyatakan *“SEBAGIAN”.*


Mari kita lihat kitab kedua yang dijadikan rujukan yakni : Kitab *al-Majdi fi Ansabittholibin* karya Sayyid Syarif Najmuddin Ali bin Muhammad al-Umri, menyatakan : *“Dan Ahmad Abul Qasim al-Abah yang dikenal dengan “al-Naffat” karena ia berdagang minyak nafat (sejenis minyak tanah), ia mempunyai keturunan di bagdad dari al-Hasan Abu Muhammad ad-Dalal Aladdauri di Bagdad, aku melihatnya wafat diakhir umurnya di Bagdad, ia anak dari Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa bin Muhammad (an-Naqib) bin (Ali) al-Uraidi.”*


Berdasarkan pada kutipan diatas, lagi-lagi KH. Imad berkesimpulan bahkan menuliskan kalimat : *“Kedua kitab abad lima ini sepakat tidak ada nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad dan Alawi sebagai cucu Ahmad.”* (lihat : https://rminubanten.or.id/menjawab-ludfi-rochman-tentang-terputusnya-nasab-habib/)


Dengan kalimat tersebut, KH. Imad seolah-olah ingin menyampaikan pesan *(MENGGIRING OPINI)*, bahwa kedua ulama tersebut sepakat, Ubaidillah bukan anak Ahmad bin Isa. Padahal, sekali lagi KH. Imad salah memahami kitab tersebut, karena yang menjadi obyek pembahasan adalah keturunan Ahmad bin Isa yakni al-Hasan Abu Muhammad ad-Dalal Aladdauri di Bagdad. bukan anak-anak Ahmad bin Isa. Artinya baik Al Ubaidili maupun Najmuddin Ali bin Muhammad al-Umri, sama-sama hanya menceritakan tentang salah satu keturunan (bukan anak) dari Ahmad bin Isa yaitu Abu Ja’far (Muhammad bin Ali) dan Al Hasan bin Muhammad bin Ali dst. dengan kata lain yang menjadi Obyek pembahasan adalah anak-anak dari Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Isa.


Kita lanjut untuk melihat kitab ketiga, Kitab *Muntaqilatut Tholibiyah* karya Abu Ismail Ibrahim bin Nasir ibnu Thoba Thoba. berikut kutipannya : *“Di Kota Roy, (ada keturunan Abu Tholib bernama) Muhammad bin Ahmad an-Naffat bin Isa bin Muhammad al-Akbar bin Ali al-Uraidi. Keturunannya (Muhammad bin Ahmad) ada tiga: Muhammad, Ali dan Husain.”*


Berdasarkan kitab ini, KH. Imad merasa bahwa hujjahnya semakin kuat, karena tiga kitab abad ke – 5 (lima) konsisten tidak menyebut nama Ubaidillah dan Alawi sebagai anak cucu Ahmad bin Isa.