Bertemu Syarif Mekkah, Gus Rumail Diberi Buku "Pokok dan Kaidah dalam Menyingkap Para Pengklaim Syarif dan Para Pemalsu Nasab"

 


Senin, 29 Juli 2024

Faktakini.info

Rumail Abbas

Saat bertemu Ibrahim bin Manshur Al-Hasyimi, seorang syarif Mekkah yang produktif menulis tentang kajian nasab, saya diberi oleh-oleh karangannya, salah satunya di bawah ini:

اصول وقواعد فى كشف مدعى الشرف ومزورى النسب

Secara sederhana berarti "Pokok dan Kaidah dalam Menyingkap Para Pengklaim Syarif dan Para Pemalsu Nasab" yang dicetak kali pertama tahun 2016.

Kitab ini mengambil tema pengakuan Ala' Dairawan Al-Halabi yang mengklaim sebagai bagian keluarga besar wangsa Al-Musawi (zuriah Imam Musa Al-Kadzim).

Saya belum tahu apakah sudah ada versi PDF-nya atau belum, tapi tema ini perlu saya gali karena versi prakris metodologi pembatalan nasab dari pakarnya langsung.

Kan, dua tahun terakhir ada Kiai Kresek yang sedang membatalkan sebuah wangsa, dan saya masih tahu diri untuk bertanya kepada pakar nasab, siapa tahu penafsiran saya tentang ilmu ini memiliki bias, jadi harus saya tahqiq di depan praktisinya langsung.

Kenapa orang Arab tertarik pada nasab?

Ahmad ibn Faris Al-Qazwini, sejarawan asal Iran yang wafat tahun 395 H. dalam reportase Imam Al-Suyuthi berkata (lihat: Al-Muzhir fi Ulum Al-Lughah, Vol. I, hlm. 259):

وللعرب حفظ الانساب وما يعلم احد من الامم عنى بحفظ النسب عناية العرب

"Orang Arab memiliki minat dalam menjaga (atau menghafal) nasab. Belum diketahui satupun umat manusia yang punya perhatian lebih dalam menjaga nasab seperti perhatian orang Arab."

Makanya, seperti tesis Engseng Ho dalam The Grave of Tarim mengatakan orang Arab (dan Hadlrami secara khusus) pada dasarnya dikenal berdasarkan nasabnya, bukan kewarganegaraannya.

Untuk konteks Hadlramaut, seperti postulat Prof. RB Serjeant dalam The Saiyids of Hadramawt yang diterbitkan di University of London pada tahun 1957 menegaskan...

Despite the lack of early sources, however, there is no great reason to be suspicious of the descent of the Hadrami Saiyids, for it difficutl ini Arabia to suppoer a spurious pedigree, the more so, of course, when financial considerations enter.

Singkatnya, sulitnya mencari sumber-sumber tua Hadrami sudah sangat diketahui intelektual modern, bahkan kalangan Barat sekalipun. Hanyasaja, memalsukan nasab, dengan kondisi seperti ini, adalah suatu kemustahilan karena tidak ada alasan kuat yang bisa mengarahkan para peneliti ke sana.

Tapi kenapa ada kitab yang spesifik membahas tentang muzawwir (pemalsu nasab)?

Karena mau sekuat dan seperhatian apapun orang Arab dalam menjaga nasab, toh, ada yang mengklaim memiliki nasab mulia--apalagi sudah ada urusan finansialnya, seperti khumus. Makanya, genre spesifik ini jadi panduan dalam menepis dan menyingkap para pemalsu dalam membersihkan wangsa mereka dari impostor (penyusup/dakhili).

Di samping kuat dalam menjaga nasab, mereka pun menyusun panduan (qawa'id) dalam memasukkan dan mengeluarkan siapa saja yang sahih-dan-tidak-sahih sebagai keluarga biologis wangsa mereka.

Oiya, saya mengapresiasi sikap PBNU yang secara struktural menginstruksikan Banom untuk membersihkan sejarah Pendirian NU dari anasir-anasir cerita yang menyimpang dari pakem atau hikayat yang tidak memiliki dasar historis.

Kendatipun harus diakui hikayah-hikayat seperti ini kerap ditemukan dalam cerita-cerita kiai dalam mimbar pengajian, dan kadang kali termasuk bagian dari "sejarah alternatif" atau "sejarah versi lain" karena menjadi hikayat personal.

Soal nasab, orang Arab memang susah disusupi. Tapi soal sejarah, apapun bisa terjadi.

Salam,

Rumail Abbas