Muhammad Ismael Al Kholilie Impian terbesar Grand Syaikh Al-Azhar

 




Rabu, 10 Juli 2024

Faktakini.info

Muhammad Ismael Al Kholilie

Impian terbesar Grand Syaikh Al-Azhar

Jakarta, selasa 9 juli 2024.

Alhamdulillah setelah bertemu dan “bertabarruk” pertama kalinya dengan Grand Syaikh Al-Azhar Syaikh Ahmad Tayyib di Auditorium Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah, setelah ashar Allah takdirkan kembali hamba untuk bertemu dengan beliau di acara tertutup di Bayt Al-Quran asuhan Pak Quraish Syihab. acara ini bisa dibilang “bertabur bintang” karena dihadiri ulama-ulama keren seperti Kh. Ahsin Sakho Muhammad, Habib Jindan, Gus Baha’ dan bintang-bintang lainnya. saya sendiri bisa hadir karena diajak Gus Zia, pengasuh Ponpes Darsun putra Almarhum Yai Ali Mustafa Ya’qub. 


Dalam pertemuan yang super singkat tapi full berkah ini, Habib Quraish sebagai tuan rumah berkata dalam sambutannya : 


“ rasanya segala ungkapan dan sambutan tak akan cukup untuk membalas segala jasa-jasa dan kebaikan Grand Syaikh kepada kami, saya bisa seperti ini sampai menjadi doktor berkat Al-Azhar, mulai sejak usia 14 tahun saya dihidupi oleh Al-Azhar, tadi pagi saya sampaikan kepada Grand Syaikh : 


“ mungkin banyak diantara yang hadir tidak bisa memahami semua yang anda sampaikan, tapi tujuan mereka hanya satu, yaitu untuk melihat wajah mulia anda “ 


Grand Syaikh membalas sambutan Habib Quraish itu :


“ dalam satu syair disebutkan :


تسمع بالمعيدي خير من أن تراه 


tentang seorang bernama “Mu’aidi” yang suaranya sangat indah sekali, tapi ternyata wajahnya tidak seindah suaranya, karena itu dikatakan : “ kamu mendengar tentang Mu’aidi itu lebih baik daripada kamu melihatnya langsung “ 


“ barangkali saya” - kata Grand Syaikh - “ adalah “Muaidi”-nya pertemuan kita ini 


Kemarin Beliau juga menceritakan “impian terbesar”-nya yang belum beliau capai sampai saat ini, impian salah satu tokoh muslim paling berpengaruh di dunia saat ini, yang kemana-mana disambut sebagai tamu agung negara bak Presiden dan perdana menteri. kata beliau :


أقصى أماني حتى اليوم أن أترك مكاني و الأزهر لأفتح كتاب و أحفظ التلاميذ القرآن و أتمنى أن يحقق الله هذا الأمل قبل أن أموت و انا على استعداد لأن أترك كرسي المشيخة إلى حصير أجلس عليه أعلم التلاميذ أحفظهم القرآن الكريم 


“ impian terbesar saya sampai hari ini adalah pensiun meninggalkan jabatan saya di Al-Azhar untuk membuka “Kuttab” ( madrasah/tpq ) dan mengajari anak-anak untuk mengaji dan menghafal Al-Quran, saya harap Allah wujudkan impian saya ini sebelum saya meninggal. Saya siap meninggalkan kursi Grand Syaikh untuk duduk di tikar dan mengajari anak-anak mengaji dan menghafalkan Al-Quran “ 


Bisa jadi karena beliau meyakini bahwa ngajar ngaji dan menjauh dari segala hiruk pikuk jabatan dan penghormatan adalah suatu amal yang paling dekat kepada keikhlasan, padahal “level” keikhlasan beliau selama menjabat sebagai Grand Syaikh diakui semua kalangan, selain karena tidak pernah mau menerima sepeserpun gaji dari Al-Azhar, sumbangsih beliau kepada Al-Azhar selama ini juga sangat besar sekali. Beliau pernah menerima penghargaan dan hadiah sebesar 1 juta dirham Emirat ( waktu itu sekitar 2,5 miliar rupiah) dari negara Uni Emirat Arab, sebagai penghargaan atas kontribusi beliau untuk dunia Islam khususnya ketika memimpin Al-Azhar. Tapi uang sebanyak itu tidak masuk ke rekening beliau, karena langsung hibahkan ke bendahara al-Azhar dan langsung masuk ke kas al-Azhar


Dawuh Grand Syaikh itu juga membuat saya ber-nostalgia dengan dawuh idola saya Syaikh Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi, ketika itu Syaikh Buthi pernah berkata :


“ Saya bukanlah pemimpin salah satu organisasi Islam dan saya bukan orang yang mempunyai kepentingan dalam politik. Saya juga tidak tertarik untuk menarik manusia kepada Islam dengan tongkat kekuasaan. Mimpi terbesar yang paling bisa membuat saya bahagia adalah melihat orang-orang Islam saling bersatu dan mencintai, dengan akhlak dan perasaan yang tulus. Dibawah naungan Firman Allah : إنما المؤمنون إخوة  


" Sesungguhnya orang-orang Mu'min adalah saudara-saudara " 


Berkelas tapi tidak mengherankan, begitulah para kekasih Allah, mereka tak pernah punya tujuan “menang-menangan” atau “hebat-hebatan” untuk kemudian menjadi “si paling mulia” atau si paling mengagumkan, mereka terlalu mulia untuk bersaing demi semua itu , tujuan mereka hanya satu : Allah, terlepas dari bahasa-bahasa mereka yang berbeda dalam mengungkapkan impian itu


قوم همومهمُ بالله قد علقت * فما لهم هِممٌ تسمو الى أحد 


فمطلب القوم مولاهم و سيدهم * يا حسن مطلبهم للواحد الصمد 


“ mereka adalah para kekasih Allah, yang cita-cita dan keinginan mereka hanya bergantung kepada-Nya, mereka tidak punya keinginan duniawi kepada siapapun * karena yang dicari mereka hanyalah Ridho Allah Tuhan mereka, duhai betapa mulia dan indahnya apa yang mereka pinta dan harapkan itu “ 


( Habib Abdullah Bin Alawi Al-Haddad ) 


 • Ismael Amin Kholil, Padang Pariaman, 10 Juli, 2024