SUAP REZIM JOKOWI KEPADA ORMAS ITU BERNAMA 'PEMBERIAN IZIN TAMBANG

 


Senin, 29 Juli 2024

Faktakini.info

*SUAP REZIM JOKOWI KEPADA ORMAS ITU BERNAMA 'PEMBERIAN IZIN TAMBANG'*

Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik 

  اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّار

_"Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api."_ 

*(HR Abu Dawud dan Ahmad)*

Sebenarnya, semua dalih untuk melegitimasi Ormas mengelola tambang itu terbantahkan. Karena, semua alasan untuk membenarkan ormas mengelola tambang secara logika lemah, secara syar'i batil.

Misalnya saja,

*Pertama,* Ormas mengelola tambang agar ada pemerataan ekonomi. Agar tambang tidak hanya dikuasai perusahaan besar. Argumentasi ini, disampaikan oleh Jokowi untuk melegitimasi suap terselubungnya kepada Ormas.

Bantahan: justru kalau dikelola Ormas, itu tidak adil, tidak terpenuhi unsur pemerataan ekonomi, karena manfaat tambang hanya dinikmati warga ormas yang diberi konsesi tambang. Ketidakadilan itu meliputi:

1. Ormas yang tidak mendapatkan konsesi, akan merana, kecewa, bahkan memicu dendam kepada pemerintah yang bertindak tidak adil, karena hanya memberikan kue tambang pada ormas tertentu, dan tidak memberikan pada ormas yang lain.

2. Ormas yang tidak mendapatkan konsesi, akan timbul hasad, iri dan dengki pada ormas yang diberi konsesi, karena ridlo mendapatkan berkah tambang dengan melupakan saudaranya yang ada di ormas berbeda.

3. Ormas yang tidak mendapatkan konsesi, karena tidak mampu dalam hal SDM dan permodalan, akhirnya hanya manyun dan gigit jari, karena tak dapat ikut nimbrung menikmati kue tambang.

4. Mayoritas Rakyat yang tidak punya ormas, haknya dizalimi oleh ormas yang menambang, karena kue tambang yang sebenarnya milik umum (Al Milkiyatul Ammah), milik rakyat, tidak bisa dinikmati Rakyat melainkan hanya dinikmati warga Ormas dan korporasi oligarki.

Justru kalau Jokowi mau melakukan pemerataan ekonomi, kekayaan tambang harus dikelola untuk tujuan pemerataan ekonomi, maka Negara melalui BUMN yang wajib mengelola tambang, menjadi pemasukan APBN, dan melalui APBN, uang tambang digunakan untuk membiayai subsidi pendidikan, kesehatan, subdisi energi dan pangan, yang semua manfaatnya dirasakan oleh seluruh Rakyat (bukan hanya warga ormas). Inilah, fungsi negara melakukan pemerataan ekonomi: mengelola tambang dan membagikan manfaatnya bagi seluruh rakyat.

*Kedua,* konsesi tambang diserahkan kepada Ormas, karena rusaknya tata kelola BUMN dan pejabat yang korup.

Bantahan: justru kalau ini yang terjadi, maka fungsi pemerintah adalah memperbaiki kinerja BUMN dan memberantas korupsi pejabat. Fungsi ormas, dakwah amar Ma'ruf nahi mungkar, menjadi mitra pemerintah untuk memperbaiki kinerja BUMN dan memberantas korupsi.

Praktik BUMN yang korup, tetap saja keuntungannya menyumbang pemasukan APBN dan manfaat tambang tetap bisa dinikmati oleh seluruh rakyat, baik dalam bentuk fasilitas publik seperti jalan dan jembatan, maupun dalam bentuk subsidi pendidikan, kesehatan hingga subsidi energi dan pangan.

Sedangkan, saat tambang dikelola ormas, keuntungan sebesar apapun tetap masuk ke kantong Ormas, tidak akan masuk sebagai sumber pendapatan APBN. Setelah duit tambang masuk ke ormas, yang menikmati hanya warga ormas yang mendapat konsesi tambang. Sementara, mayoritas rakyat dan warga ormas yang tak punya tambang, hanya akan gigit jari.

Lagipula, jika ormas punya niat tulus memperbaiki negeri ini, justru ormas akan mendorong negara memperbaiki BUMN, mengelola tambang untuk APBN, mengambil alih semua konsesi tambang dari swasta, asing dan aseng, agar manfaatnya untuk seluruh rakyat. Bukan malah 'mengerat kapal Indonesia' dengan membuat sekoci 'menambang sendiri', untuk kepentingan perut sendiri.

*Ketiga,* tambang selama ini hanya dikelola korporasi besar dan asing, serta pertambangan ilegal yang merusak lingkungan. Daripada hanya dikelola pemain besar, dikelola secara ilegal, lebih baik dikelola profesional oleh ormas.

Bantahan: praktik pertambangan oleh swasta, korporasi, asing dan aseng, itu sejatinya adalah perampokan hak rakyat untuk kepentingan korporasi. Tambang adalah milik umum (Al Milkiyatul Ammah), yang menjadi hak seluruh rakyat. Hanya negara, yang punya hak mengelola dan mengembalikan manfaat tambang kepada seluruh rakyat, baik dalam bentuk fasilitas dan layanan publik, subsidi pendidikan dan kesehatan, termasuk subdisi energi dan pangan.

Jadi, logika ormas ikut menambang agar keuntungan tidak hanya dinikmati oleh perusahan besar, itu sebenarnya ormas ikut merampok gak Rakyat. Yang harus dilakukan oleh ormas semestinya berdakwah agar negara mengambil alih seluruh tambang dari swasta, asing dan aseng, dan dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat, mengembalikan manfaat tambang kepada seluruh rakyat, baik dalam bentuk fasilitas dan layanan publik, subsidi pendidikan dan kesehatan, termasuk subdisi energi dan pangan.

Bukan malah nimbrung, ikut merampok kekayaan tambang milik umat untuk mengisi pundi-pundi kekayaan ormas, dengan ikut menambang.

Masih ada kesempatan bagi Ormas, untuk membatalkan rencana ikut merampok hak Rakyat, dengan menolak tambang dan mendorong pemerintah melalui BUMN mengelola tambang, mengambil alih seluruh tambang swasta, asing dan aseng, dan mengembalikan manfaat tambang kepada seluruh rakyat, baik dalam bentuk fasilitas dan layanan publik, subsidi pendidikan dan kesehatan, termasuk subdisi energi dan pangan. 

Sebenarnya, izin tambang yang diberikan rezim Jokowi kepada Ormas hakekatnya adalah suap kepada Ormas, agar Ormas disibukan dengan tambang dan melupakan fungsi utamanya untuk melaksanakan dakwah Amar Ma'ruf Nahi Mungkar. Suap tambang ini, juga dalam rangka untuk menjadikan Ormas menjadi bagian dari oligarki tambang, sehingga lidahnya akan kelu karena tak mungkin mengontrol dan mengoreksi pemerintah, sekaligus menjadikan ormas bumper kekuasaan untuk melindungi kekuasaan dari kritikan rakyat. Dan akhirnya, menjebak Ormas agar menjadi musuh rakyat karena telah merampas hak rakyat.

Lagipula, secara syar'i ormas terlarang (haram) mengelola tambang. Karena tambang dengan deposit melimpah seperti eks PKP2B terkategori milik umum (Al Milkiyatul Ammah), dimana Syara' telah menetapkan hanya Negara yang punya kewenangan untuk mengelola dan mengembalikan manfaatnya kepada pemiliknya (rakyat). [].