Mengapa di Rabithah ‘Alawiyyah: Mempertanyakan Penolakan Pak Imad dan Kawan-Kawan

 



Ahad, 25 Agustus 2024

Faktakini.info

Muhammad Adib

Mengapa di Rabithah ‘Alawiyyah: Mempertanyakan Penolakan Pak Imad dan Kawan-Kawan

Jawaban yang diungkapkan oleh Habib Hanif al-‘Atthas dalam video tanggapan beliau yang terbaru terhadap penolakan pak Imaduddin atas undangan diskusi dari Rabithah ‘Alawiyyah sangatlah jelas. Bagi teman-teman yang belum menyimak tanggapan Habib Hanif, saya sarankan untuk menyimaknya terlebih dahulu sebelum membaca rangkuman dan ulasan yang saya tulis di bawah ini. Berikut adalah link videonya :

https://youtu.be/wqzpJxqZ7EI?si=wJJraBsjzLBXsXlC

Oke. Jadi, mengapa ajakan diskusi ini dilaksanakan di Rabithah ‘Alawiyyah? saya coba rangkumkan penjelasan Habib Hanif al-‘Atthas terkait hal ini :

1. Rabithah ‘Alawiyyah merupakan lembaga peneliti dan pencatat nasab Sadah Ba’alawi yang otoritatif dan resmi. Pak Imaduddin, selaku pembatal nasab Sadah Ba’alawi, sudah seharusnya mendatangi tempat yang relevan dengan penelitian dalam tesisnya, dalam hal ini tentunya adalah Rabithah ‘Alawiyyah. Rabithah ‘Alawiyyah adalah objek penelitian pak Imad yang sesungguhnya, bahkanharusnya ketika pak Imad mengklaim bahwa ia telah meneliti dan berkesimpulan atas batalnya nasab Sadah Ba’alawi, nasab para Habaib di Indonesia, semestinya telah melewati penelitian terhadap Rabithah ‘Alawiyyah dan melakukan studi lapangan di sana. Namun, pada faktanya, sampai sekarang pak Imad belum pernah berkunjung ke Rabithah ‘Alawiyyah untuk mempertanyakan dan berdiskusi tentang topik dan materi penelitiannya. Maka mungkin, saat ini adalah waktunya untuk pak Imad berkunjung ke Rabithah ‘Alawiyyah, untuk berdiskusi dan berdebat dengan lembaga dan tempat yang sangat relevan dengan penelitiannya tersebut.

2. Mengapa tidak di kampus saja diskusinya? mengapa tidak di UIN Walisongo saja misalnya?

Habib Hanif menjelaskan bahwa kampus memanglah tempat yang sangat bagus untuk menguji klaim-klaim ilmiah dan membahas topik-topik akademis semacam ini. Namun, yang perlu diingat bahwa, di banyak kampus, meskipun kampus Islam sekalipun, sampai saat ini tidak ditemukan prodi ilmu nasab, pun tidak ditemukan pula Professor ilmu nasab di dalamnya sehingga menjadi kurang relevan apabila kampus harus dijadikan sebagai satu-satunya gelanggang utama dalam menyelenggarakan diskusi ini. Jika memang mau cari tempat lain, karena tidak mau di Rabithah ‘Alawiyah, Habib Hanif menawarkan agar diskusi ini diselenggarakan di tempat lembaga ahli nasab Internasional sekalian saja, agar ada yang dapat menilai secara otoritatif masing-masing argumentasi dari kedua belah pihak tentang masalah pernasaban ini, tapi kita kan tahu bahwa semua naqabah atau lembaga nasab Internasional tidak ada yang membatalkan nasab Sadah Ba’alawi bahkan terheran-heran dengan metode pembatalan nasab yang digunakan oleh pak Imaduddin karena menyelisihi kaidah para Ulama nasab dalam menetapkan dan membatalkan nasab hehehe.

Berdasarkan penjelasan Habib Hanif al-‘Atthas tersebut, terkait tempat yang dipermasalahkan oleh pak Imaduddin dan kawan-kawan, saya berkesimpulan bahwa memang perkara tempat diskusi seharusnya tidak perlu menjadi masalah bagi pak Imaduddin dan kawan-kawan. Selain karena Rabithah ‘Alawiyyah merupakan tempat yang relevan dengan objek penelitiannya, juga karena sebelumnya pak Imaduddin telah membangung narasi-narasi pendekar.

Sedikit kilas balik. Sebelumnya, pak Imaduddin dari awal sudah berkoar koar dengan pernyataan “Saya siap debat 3 hari 3 malam dengan siapapun”. Berdasarkan kalimat yang sangat sesumbar ini, nampaknya perkara “dimanapun” (tempat) harusnya gak jadi masalah, karena dengan siapapun lawan debatnya saja dia siap, maka urusna tempatnya harusnya gak jadi masalah. Tetapi, apakah pak Imaduddin konsisten dengan pernyataannya ini? mari kita lihat bersama.

Di Banten, beberapa waktu yang lalu, terselenggarakanlah perdebatan yang menghadirkan kedua belah pihak yang diinisiasi oleh kesultanan Banten yaitu pihak yang membela keabsahan nasab Ba’alawi dan pihak yang membatalkan keabsahannya. Which is, Banten ini kandangnya siapa coba? kandangnya pak Imad kan? harap diingat.

Kemudian apa yang terjadi? 

Pak Imad yang pada saat itu sudah diundang oleh kesultanan Banten untuk menghadiri diskusi tersebut, ternyata mangkir, tidak datang. Pak Imad malah justru mengutus sesosok bapak-bapak dari Aceh yang lucu itu. Alasannya apa? pak Imad menganggap bahwa tidak ada perwakilan Rabithah ‘Alawiyyah dalam diskusi tersebut sehingga ia tidak mau datang. Ia hanya mau berdebat dengan pihak Rabithah ‘Alawiyyah saja. Padahal kita tau bahwa di sana telah hadir Habib Hanif al-'Atthas yang tentu dapat dianggap sangat representatif untuk mewakili Rabithah. Bukan hanya itu, Habib Hanif al-'Atthas sendiri kan adalah keturunan para Sadah Ba’alawi, kurang relevan apalagi?

Ya meskipun di sana ada Gus Rumail Abbas, Gus Wafi dan lain-lain yang tidak memiliki hubungan erat dengan Rabithah ‘Alawiyah atau bukan bagian dari Sadah Ba’alawi, akan tetapi, apa pula masalahnya dengan hal ini? bukankah pak Imad sendiri yang mengatakan bahwa ia "siap berdebat 3 hari 3 malam, DENGAN SIAPAPUN".

Debat Banten sudah mangkir, alasannya juga aneh. Tapi ya okelah, silahkan beralasan demikian.

Nah sekarang, Rabithah ‘Alawiyyah sudah selesai dengan diamnya. Kali ini, Rabithah ‘Alawiyyah langsung secara resmi mengundang saudara Imaduddin bin Sam’un. Dia pun gak sendirian diundang. Rabithah ‘Alawiyyah gak setega itu. Oleh karena itu diundanglah pula kawan-kawannya yang selama ini senantiasa bahu membahu mendukung dan membantunya untuk membatalkan nasab para Sadah Ba’alawi. 

Hingga saat ini, sejak undangan dari Rabithah 'Alawiyyah tersebut disampaikan, kalimat “diskusi tertutup” pun juga tetap dijadikan alasan untuk menolak datang, tapi terkait hal ini sudah dijawab juga oleh Habib Hanif bahwa yang dimaksud tertutup di sini adalah tertutup dari khalayak ramai, bukan tertutup dalam artian tersembunyi dan tidak bisa disaksikan orang lain. Mengapa tertutup? ya karena kapasitas tempatnya mungkin gak memadai sehingga gak memungkinkan untuk menghadirkan banyak orang di dalamnya. Apalagi kan permasalahan ini sudah lama digoreng dan diikuti oleh banyak sekali orang Indonesia sehingga mungkin akan membludak dari sisi penonton di lapangan nanti. Tapi, bukankah lebih bagus begitu? Yang inti-inti saja yang hadir? bukankah lebih elegan? biar gak ada pemanduk sorak yang mungkin akan mengganggu kekhidmatan diskusi. 

Akan tetapi, yang perlu ditegaskan juga, meskipun dengan konsep tertutup seperti ini, jelas bahwa diskusi ini akan disiarkan secara live di Youtube sehingga dapat disaksikan oleh publik. Jadi, pak Imad dan kawan-kawan gak perlu takut gak disaksikan oleh publik. Bahkan dalam video tanggapan itu, Habib Hanif juga mempersilahkan dari pihaknya pak Imad untuk turut merekam dan menyiarkan diskusinya secara live.

Jadi, mau beralasan apa lagi pak Imad?

Posting Komentar untuk "Mengapa di Rabithah ‘Alawiyyah: Mempertanyakan Penolakan Pak Imad dan Kawan-Kawan"