BAHAYA DOSA Penyatuan (Sinkretisme/Pluralitas) Agama
Jum'at, 6 September 2024
Faktakini.info
*BAHAYA DOSA Penyatuan (Sinkretisme/Pluralitas) Agama*
Bismillah, Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarahkatuh.
Sinkretisme adalah paham yang gerakannya berupaya mempersatukan agama-agama yang ada di dunia. Paham sinkretisme adalah penyatuan beberapa ajaran agama yang berbeda.
Upaya yang dilakukan penganut sinkretisme adalah selalu mencari titik temu dari perbedaan-perbedaan ajaran pada setiap agama, yang menyangkut prinsip dasar beraqidah maupun yang bersifat furu' atau khilafiyah amaliyah atau perbedaan cara pengamalan suatu ajaran di dalam bermazhab.
Sinkretisme itu upaya pencampuradukan ajaran Islam dengan ajaran Nasrani/Kristen, juga ajaran Yahudi, bahkan dengan agama-agama yang lainnya. Kalau di Indonesia bisa dikatakan ajaran Buddha, ajaran Hindu, di tempat lain ada ajaran Sikh, dan lain sebagainya.
*Bagaimana Islam memandang ajaran sinkretisme ini?*
Pasti bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur'an, antara lain Alloh subhanahu wa ta'ala berfirman sesungguhnya satu-satunya ajaran agama yang diakui oleh Alloh subhanahu wa ta'ala kebenarannya hanyalah ajaran Islam. Karena itu sinkretisme tidak cocok untuk diikuti oleh umat Islam di mana pun berada.
Seperti saat sekarang ini ada seorang Paus Fransiskus yang datang ke Indonesia. Maka para penganut sinkretisme yang beragama non Islam itu sudah maklum.
Tapi ada juga tokoh-tokoh Islam yang akan menyambutnya atau juga memberikan panggung agar berceramah di masjid. Apalagi yang akan datang ini dijadwalkan di Masjid Istiqlal dan disambut oleh para pengurus PB NU bahkan sekelas Imam Besar Masjid Istiqlal dan Menteri Agama.
Ini adalah sinkretisme yang membahayakan Akidah umat Islam. Jangan ikuti yang demikian, agar kita umat Islam benar-benar meyakini ayat al-Qur'an bahwa satu-satunya agama yang ajarannya diterima oleh Alloh subhanahu wa ta'ala hanyalah ajaran Islam.
Dan ini adalah bagian dari pemaknaan Al Wala' (Loyalitas) wal Baro' (Berlepas Diri), jangan dibalik kita Loyalitas terhadap Non Muslim tetapi Keras terhadap Ulama, Habaib, Asatidz bahkan ISLAM itu sendiri Naudzubillah Min dzalik, Hasbunalloh wani'mal wakil ni'mal Maula wa'niman natsir.
*Kumpulan Dalil Terkait orang Kafirun/Musyrikin tentang yang Viral saat ini yang dinamakan Tolol-Ransi kebablasan*
1. *Larangan kepada orang-orang kafir/Musyrik untuk menyumbang Masjid. Alloh Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:*
*مَا كَا نَ لِلْمُشْرِكِيْنَ اَنْ يَّعْمُرُوْا مَسٰجِدَ اللّٰهِ شٰهِدِيْنَ عَلٰۤى اَنْفُسِهِمْ بِا لْـكُفْرِ ۗ اُولٰٓئِكَ حَبِطَتْ اَعْمَا لُهُمْ ۚ وَ فِى النَّا رِ هُمْ خٰلِدُوْنَ*
*"Tidaklah pantas orang-orang musyrik memakmurkan masjid Alloh, padahal mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Mereka itu sia-sia amalnya, dan mereka kekal di dalam neraka".*
(QS. At-Taubah 9: Ayat 17)
2. *Yang memakmurkan Masjid hanya orang-orang yang ber Iman. Alloh Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:*
*اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِا للّٰهِ وَا لْيَوْمِ الْاٰ خِرِ وَاَ قَا مَ الصَّلٰوةَ وَاٰ تَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ فَعَسٰۤى اُولٰٓئِكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ*
*"Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Alloh hanyalah orang-orang yang beriman kepada Alloh dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Alloh. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk".*
(QS. At-Taubah 9: Ayat 18).
3. *Larangan orang-orang Musyrikin (Yahudi, Nasrani/Kristen, Hindu, Budha, Atheis, Komunis, dll) untuk mendekati/masuk Masjid/Mushola (Rumah Alloh), karena jiwanya kotor tidak menyembah Alloh, Alloh Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:*
*يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّمَا الْمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَـرَا مَ بَعْدَ عَا مِهِمْ هٰذَا ۚ وَ اِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيْكُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۤ اِنْ شَآءَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ*
*"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwa), karena itu janganlah mereka mendekati Masjidil-haram setelah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang), maka Alloh nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui, Maha Bijaksana".*
(QS. At-Taubah 9: Ayat 28).
*FATWA Lajnah Da'imah terkait Kesesatan Dakwah “Penyatuan Agama/Sinkretisme/Pluralisme” dalam timbangan Syariah*
Segala puji hanyalah milik Alloh semata. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad yang tidak ada lagi Nabi setelahnya, kepada keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari pembalasan.
Amma ba’du:
*Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Fatwa di Saudi Arabia, pent)* telah disodorkan beberapa pertanyaan mengenai permasalah yang tersebar di berbagai negeri yaitu dakwah penyatuan agama: Islam, Yahudi dan Nasrani. Dari pemikiran ini muncul pendapat tentang bolehnya membangun masjid kaum muslimin, gereja Nashrani dan tempat ibadah Yahudi dalam satu area secara bergandengan. Dakwah penyatuan agama ini juga membolehkan penerbitan tiga kitab (berisi Al Quran, Taurat dan Injil) sekaligus dalam satu cover. Masih banyak dampak dari dakwah ini dengan adanya perkumpulan dan berbagai pertemuan di belahan dunia barat dan timur.
Pertama: Di antara keyakinan pokok dalam Islam yang sudah pasti diketahui dan telah disepakati oleh seluruh (ulama) kaum muslimin (baca: ijma’/kesepakatan) bahwa tidak ada di muka bumi ini agama yang paling benar selain agama Islam. Agama ini adalah penutup seluruh agama. Agama ini menghapus seluruh ajaran agama-agama sebelumnya. Tidak lagi tersisa di muka bumi yang menyembah Alloh dengan benar selain agama Islam. Alloh Tabarokta Wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Alloh hanyalah Islam”.(QS. Ali Imron: 19).
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.(QS. Al Maidah: 3).
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali Imron: 85).
Yang dimaksud dengan Islam setelah diutusnya Muhammad shallallohu ‘alaihi wa sallam adalah ajaran yang dibawa oleh beliau dan bukan yang dimaksud dengan ajaran selainnya.
Kedua: Yang juga termasuk pokok aqidah Islam yaitu Kitabulloh (Al Qur’anul Karim) adalah kitab terakhir yang diturunkan oleh Alloh, Rabb semesta alam. Al Qur’an adalah penghapus kitab Taurat, Zabur, Injil dan seluruh kitab yang diturunkan sebelumnya. Al Qur’an adalah sebagai hakim (ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya, pent). Tidak ada satu pun kitab yang diturunkan saat ini yang memberi petunjuk untuk beribadah pada Alloh dengan benar selain Al Qur’anul Karim. Alloh Tabarokta Wa Ta’ala berfirman,
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan sebagai hakim terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Alloh turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu”. (QS. Al Maidah: 48)
Ketiga: Seorang muslim wajib mengimani bahwa taurat dan injil telah dihapus dengan Al Qur’anul Karim Perlu diketahui bahwa Taurat dan injil telah mengalami penyelewengan, penggantian, penambahan dan pengurangan sebagaimana hal ini telah dijelaskan dalam Al Qur’anul Karim. Di antaranya kita dapat melihat pada ayat,
فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَى خَائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Alloh) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat)” . (QS. Al Maidah: 13)
فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Alloh”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan ”.
(QS. Al Baqarah: 79)
وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Alloh”, padahal ia bukan dari sisi Alloh. Mereka berkata dusta terhadap Alloh sedang mereka mengetahui ”.(QS. Ali Imron: 78)
Oleh karena itu, setiap ajaran yang benar yang ada dalam kitab-kitab sebelum Al Qur’an, maka ajaran Islam sudah menghapusnya (menaskh-nya). Selain ajaran yang benar tersebut berarti telah mengalami penyelewengan dan penggantian. Ada riwayat yang shahih yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad shallallohu ‘alaihi wa sallam pernah marah ketika Umar bin Al Khottob radhiyallohu ‘anhu melihat-lihat lembaran taurat. Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفِي شَكٍّ أَنْتَ يَا بْنَ الخَطَّابِ؟ أَلَمْ آتِ بِهَا بَيْضَاءُ نَقِيَّةٌ؟! لَوْ كَانَ أَخِيْ مُوْسَى حَيًّا مَا وَسَعَهُ إِلاَّ اتِّبَاعِي رواه أحمد والدارمي وغيرهما.
“Apakah dalam hatimu ada keraguan, wahai Ibnul Khottob? Apakah dalam taurat (kitab Nabi Musa, pen) terdapat ajaran yang masih putih bersih?! (Ketahuilah), seandainya saudaraku Musa hidup, beliau tetap harus mengikuti (ajaran)ku”. (HR. Ahmad, Ad Darimi dan selainnya)[1]
Keempat: Di antara keyakinan pokok dalam Islam yaitu nabi dan rasul kita Muhammad shallallohu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para nabi dan rasul. Sebagaimana Allah Tabarokta Wa Ta’ala berfirman,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasululloh dan penutup nabi-nabi”. (QS. Al Ahzab: 40).
Oleh karena itu, tidak ada rasul yang wajib diikuti selain Muhammad shallallohu ‘alaihi wa sallam. Seandainya ada salah satu Nabi dan Rasul Alloh hidup ketika Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam diutus, maka ia pun harus mengikuti beliau shallallohu ‘alaihi wa sallam. Nabi tersebut diharuskan mengikuti beliau, sebagaimana firman Alloh Tabarokta Wa Ta’ala,
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Alloh mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya“. Alloh berfirman: “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?” Mereka menjawab: “Kami mengakui”. Alloh berfirman: “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”. ”. (QS. Ali Imron: 81)
Begitu pun dengan Nabi Alloh ‘Isa ‘alaihis salam. Ketika beliau turun kembali di akhir zaman, beliau akan mengikuti Nabi kita Muhammad shallallohu ‘alaihi wa sallam dan akan berhukum dengan syari’at Muhammad shallallohu ‘alaihi wa sallam.
Alloh Tabarokta Wa Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung ”. (QS. Al A’rof: 157)
Begitu pula yang termasuk pokok keyakinan dalam Islam yaitu diutusnya Muhammad shallallohu ‘alaihi wa sallam adalah umum untuk seluruh manusia. Sebagaimana Alloh Tabarokta Wa Ta’ala berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”. (QS. Saba’: 28)
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
“ Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”. (QS. Al A’rof: 158) Dan masih banyak ayat lainnya yang serupa dengan ini.
Kelima: Yang juga termasuk ajaran pokok dalam agama ini adalah wajib diyakini bahwa setiap orang yang tidak masuk Islam baik Yahudi, Nasrani/Kristen dan lainnya, maka mereka itu kafir. Penamaan kafir pada mereka adalah setelah datang penjelasan (hujjah) pada mereka. Mereka adalah musuh Alloh dan Rasululloh serta musuh orang-orang beriman. Mereka nantinya termasuk penghuni neraka. Sebagaimana Alloh Tabarokta Wa Ta’ala berfirman,
لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ
“Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata”. (QS. Al Bayyinah: 1).
Begitu pula Alloh Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk”. (QS. Al Bayyinah: 6)
Alloh Ta’ala juga berfirman,
وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ
“Dan Al Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya).” (QS. Al An’am: 19)
هَذَا بَلَاغٌ لِلنَّاسِ وَلِيُنْذَرُوا بِهِ
“(Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya”. (QS. Ibrahim: 52)
Ada sebuah riwayat dalam shahih Muslim, Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ وَلاَ نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi yang jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya. Tidak ada seorang pun dari umat ini (yaitu Yahudi dan Nashrani), lalu ia mati dalam keadaan tidak beriman pada wahyu yang aku diutus dengannya, kecuali ia pasti termasuk penduduk neraka”. [2]
Oleh karena itu, siapa saja yang tidak mengkafirkan Yahudi dan Nasrani/Kristen, maka ia juga ikut kafir. Hal ini berdasarkan kaedah syar’iyah,
مَنْ لَمْ يَكْفُر الكَافِرَ بَعْدَ إِقَامَةِ الحُجَّةِ عَلَيْهِ فَهُوَ كَافِرٌ
“Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang kafir setelah ditegakkan hujjah (penjelasan) baginya, maka ia kafir”.
Keenam: Setelah mengedapankan pokok-pokok keyakinan seorang muslim di atas, maka dakwah penyatuan agama dan pendekatan agama (lebih dikenal dengan pluralisme/sinkretisme agama, pent) adalah dakwah yang menyesatkan. Tujuan dari dakwah semacam ini adalah ingin mencampurkan al haq (kebenaran) dan kebatilan, serta menghancurkan Islam dan pondasinya. Perbuatan semacam ini sama saja ingin mengajak seseorang murtad secara total. Hal ini dibenarkan dengan firman Alloh Tabarokta Wa Ta’ala,
وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup”. (QS. Al Baqarah: 217)
وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka) ”. (QS. An Nisa’: 89)
Ketujuh: Dampak dari dakwah yang menyesatkan ini adalah meniadakan perbedaan antara Islam dan kekafiran, kebenaran dan kebatilan, perbuatan baik dan kemungkaran, serta menghancurkan perbedaan antara muslim dan kafir. Dakwah ini akan meniadakan keyakinan wala’ (loyal) dan baro’ (benci). Dakwah ini pun akan meniadakan berbagai jihad dan peperangan untuk meninggikan kalimat Alloh di muka bumi ini. Padahal Alloh Tabarokta Wa Ta’ala berfirman,
قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Alloh dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Alloh dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Alloh), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk ”.(QS. At Taubah: 29)
Begitu pula Alloh Ta’ala berfirman,
وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Alloh beserta orang-orang yang bertakwa ”. (QS. At Taubah: 36)
Dalam ayat lainnya, Alloh Ta’ala juga berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”.(QS. Ali Imron: 118)
Kedelapan: Sesungguhnya dakwah penyatuan agama (lebih dekat dengan istilah: pluralisme/sinkretisme, pent) jika ini muncul dari seorang muslim, maka ini adalah suatu bentuk kemurtadan dari agama Islam dengan sangat nyata karena dakwah ini dapat betul-betul menggoyahkan keyakinan seorang muslim. Sunguh, dakwah ini telah meridhoi kekufuran pada Alloh, membatalkan kebenaran Al Qur’an, menghapus ajaran syari’at dan agama sebelum Islam. Dari sini kita dapat menilai bahwa pemahaman ini tertolak mentah-mentah secara syar’i. Pemikiran semacam ini pun diharamkan secara pasti dengan berbagai dalil syar’i, baik Al Qur’an, As Sunnah, dan Ijma’ (konsensus ulama kaum muslimin).
Kesembilan: Berdasarkan pemaparan yang telah lewat, maka kami katakan,
Tidak boleh bagi seorang muslim yang meyakini bahwa Alloh sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad shallallohu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi dan Rasul mengajak, mendorong dan menunjuki pada pemikiran sesat semacam ini di tengah-tengah kaum muslimin. Bahkan seseorang tidak boleh menerima dakwah ini, mengikuti muktamar, perkumpulan atau menyebarkan dakwah semacam ini.
Tidak boleh bagi seorang muslim menerbitkan taurat dan injil secara bersendirian. Lebih-lebih lagi jika keduanya dicetak dalam satu sampul bersama Al Qur’anul Al Karim? Barangsiapa yang melakukan hal ini atau menyeru padanya, maka ia berarti telah berada dalam kesesatan yang nyata karena ia telah mencampur adukkan antara al haq (kebenaran) yang ada pada Al Qur’anul Karim dengan kitab yang telah mengalami penyelewengan atau kebenarannya telah dimansukh (dihapus) yaitu pada Taurat dan Injil.
Sebagaimana pula tidak boleh seorang muslim menerima ajakan untuk membangun masjid, gereja dan tempat ibadah lainnya dalam satu area secara berdampingan karena hal ini sama saja mengakui ajaran agama selain Islam yang menyembah Alloh tetapi bukan lewat jalan Islam dan ini sama saja mengingkari kebenaran agama Islam atas agama-agama lainnya.
Sedangkan dakwah yang mengajak pada penyatuan tiga agama (Islam, Yahudi dan Nashrani) dan menyatakan bahwa siapa saja boleh beragama dengan salah satu dari tiga agama tersebut, juga menyatakan bahwa ketiga-tiganya itu sama-sama benarnya, dan Islam sendiri tidak menghapus agama-agama sebelumnya, maka tidak diragukan lagi bahwa mengakui dan meyakini atau ridho pada ajaran semacam ini adalah suatu kekafiran dan kesesatan. Alasannya, karena hal ini telah menyelisihi banyak ayat Al Qur’anul Karim yang begitu tegas, menyelisihi As Sunnah yang suci dan Ijma’ (konsensus) ulama kaum muslimin. Begitu juga termasuk kesesatan jika ada yang menyandarkan penyelewengan Yahudi dan Nasrani/Kristen pada Alloh, -Maha Suci Alloh dari hal ini-. Contohnya, menyebut gereja dan tempat ibadah mereka dengan baitulloh (rumah Alloh) atau menganggap bahwa orang yang beribadah di tempat tersebut adalah orang yang menyembah Alloh dan ibadahnya itu diterima di sisi Alloh. Ini semua jelas tidak dibolehkan. Karena ibadah yang mereka lakukan bukan menempuh jalan Islam. Padahal Alloh Tabarokta Wa Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali Imron: 85).
Bahkan kita katakan bahwa tempat ibadah mereka adalah tempat ibadah yang di mana di dalamnya terdapat perbuatan kufur pada Alloh, sedangkan kita meminta perlindungan pada Alloh dari kekufuran dan pelakunya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahulloh dalam Majmu’ Al Fatawa (22/162) mengatakan, “Tempat ibadah Yahudi dan gereja Nashrani sama sekali bukanlah rumah Alloh (baitulloh). Yang termasuk rumah Alloh hanyalah masjid. Tempat ibadah mereka adalah tempat yang berlangsung kekufuran pada Alloh, walaupun mereka berdzikir di dalamnya. Yang namanya tempat ibadah adalah tergantung orang yang beribadah di dalamnya. Orang yang beribadah dalam gereja atau rumah ibadah tersebut adalah orang-orang kafir. Maka lebih pantas disebut tempat ibadah orang kafir”.
Kesepuluh: Yang patut diketahui bahwa mendakwahi orang kafir secara umum dan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani/Kristen) secara khusus adalah kewajiban kaum muslimin berdasarkan dalil tegas dari Al Qur’an dan As Sunnah (Al Hadits). Namun hal ini dilakukan dengan memberikan penjelasan dan saling berargumen dengan cara yang baik, tidak sampai mengorbankan ajaran Islam. Jalan ini ditempuh agar mereka bisa tunduk dan masuk Islam atau sebagai hujjah bagi mereka. Dari sini, celakalah siapa saja yang enggan mengambil petunjuk dan selamatlah yang benar-benar mengikuti petunjuk. Alloh Tabarokta Wa Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Alloh dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Alloh”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Alloh)”. ” (QS. Ali Imron: 64)
Namun apabila berargumen, mengadakan diskusi dan debat dengan mereka dilakukan agar kaum muslimin bisa mengikuti kemauan dan maksud mereka sehingga membatalkan ikatan Islam dan Iman seseorang, maka ini adalah suatu kebatilan. Alloh, Rasul-Nya dan orang-orang beriman sungguh mencela sikap semacam ini. Semoga Alloh melindungi kita dari apa yang mereka perbuat.
Alloh Tabarokta Wa Ta’ala berfirman,
وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ
“Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Alloh kepadamu”. (QS. Al Maidah: 49)
Al Lajnah Ad Daimah telah menetapkan beberapa hal yang telah disebutkan sebagai peringatan untuk setiap muslim. Ini adalah nasehat untuk kaum muslimin secara umum dan orang yang berilmu secara khusus agar mereka selalu bertakwa pada Alloh, merasa selalu diawasi oleh-Nya, dan berusaha memperjuangkan Islam dan melindungi aqidah kaum muslimin dari berbagai kesesatan, ajakan kesesatan, kekufuran dan pelakunya. Mereka pun hendaklah memerintahkan kaum muslimin untuk berhati-hati dengan ajaran kekufuran dan sesat yaitu ajaran yang mengajak pada penyatuan agama, jangan sampai terikat dengan jaring-jaringnya. Kami memohon perlindungan pada Alloh agar setiap muslim terselematkan dari berbagai kesesatan yang hadir dan tersebar di negeri-negeri kaum muslimin.
Kami memohon pada Alloh dengan nama-nama-Nya yang husna (terbaik), dan sifat-Nya yang mulia agar melindungi seluruh kaum muslimin dari berbagai kesesatan dan fitnah (musibah). Semoga Alloh menjadikan kita orang-orang yang mendapat petunjuk. Semoga Alloh melindungi umat ini dengan memberi petunjuk dan cahaya iman sampai kita bertemu dengan Rabb kita dalam keadaan Dia ridho.
Wa billahit taufiq, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabatnya.
Yang menandatangani fatwa ini:
*Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap Riset Ilmiyyah dan Fatwa Saudi Arabia)*
Ketua: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
Wakil Ketua: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Lathif Alu Syaikh at-Tamimi
Anggota: Syaikh Dr. Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Syaikh Prof. Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan
*Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyah wal Ifta’* no. 19402, 12/275-284, Darul Ifta’.
Semoga di berbagai Mimbar ataupun Majelis Ilmu dibahas akan Kajian seputar Al Wala' (Loyalitas) wal Baro' (Berlepas Diri) agar paham siapa Kita Berloyalitas dan Berlepas Diri tersebut dan ini ada Tulisan bagus terkait Al Wala' wal Baro' tersebut:
*AL WALA WAL BARA DALAM TIMBANGAN AMAL*
Oleh : Abu Ridho Ibnu Hamid
Jakarta, 5 September 2024
Alloh 'Azza wa Jalla berfirman:
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا
*_"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Alloh dan keridaan-Nya, . . ." (QS. Al-Fath: 29)_*
Betapa dahsyatnya situasi akhir zaman saat ini. Fitnah (dalam pengertian, musibah dan bencana non alam) yang menimpa umat islam saat ini benar benar menggambarkan apa yang telah diinformasikan Rasululloh ﷺ melalui berbagai hadits beliau sejak 1400 tahun lalu.
Umat islam bagaikan buih dilautan, umat islam akan mengikuti perilaku orang-orang kafir sampai ke lobang biawak, bertebarannya orang orang munafiq dan ruwaibidhah/orang Dungu (BODOH/TOLOL) yang dijadikan panutan dan pemimpin bagi orang awam.
Kita dapat saksikan dengan mata kepala kita sendiri, bagaimana perilaku orang orang munafiq dan ruwaibidhah ini dalam kontek hari hari ini, ketika umat islam diminta mengalah untuk yang kesekian kalinya ketika berhadapan dengan pihak pihak diluar islam.
Perilaku umat Islam bahkan dipraktekkan oleh yang dianggap tokoh islam, dalam kaitan dan hubungan dengan pihak pihak diluar islam ini, bahkan telah melewati garis batas, apa yang disebut dengan prinsip al wala wal bara.
Prinsip penting dalam ajaran islam yaitu, al wala wal bara bahkan dianggap sebagai bahaya besar bagi kehidupan bermasyarakat. Al wala wal bara sebagai instrumen validasi dalam berperilaku telah diselewengkan dalam praktek menjadi amalan yang bersifat ekstrem dan sebaliknya oleh pihak lainnya diputar balik maknanya menjadi amalan amalan yang justru bertentangan dengan ajaran al wala wal bara itu sendiri.
Dikutip dari situs NU Online, _Al-wala wal bara harus dimaknai secara moderat dan proporsional sebagaimana pemaknaan yang dilakukan oleh kalangan Ahlussunnah wal Jamaah_.
_Abdul Fattah bin Shalih Qiddisy Al-Yafi‘i dari Yaman (1974 M-) dalam karyanya, Tashihu Mafahim fil Wala wal Bara (Al-Yafi, 1435 H), membantah pemaknaan ekstrem baik eksklusif-intoleran maupun liberalisme-sekuler_.
_Pada pembukaan bukunya, Fattah Al-Yafi‘i mengatakan bahwa al-wala wal bara tali terkuat keimanan sebagaimana hadits riwayat At-Thabarani dari Sahabat Ibnu Abbas. Kekeliruan pemahaman dan tindakan serampangan ugal-ugalan terjadi karena al-wala wal bara dipahami dan diamalkan secara ekstrem baik kanan (ifrath) maupun liberal-sekuler (tafrith)_.
_Pada satu sisi, ada pihak yang mencair dalam soal agama dan menyia-nyiakan al-wala wal bara atas nama toleransi dan moderatisme (al-wasathiyah). Tetapi pada sisi lainnya, ada orang yang mengamalkannya secara keras sehingga menjauhkan orang dari Islam dan terjebak di dalam tindakan melampaui batas, bahkan menumpahkan darah anak manusia atas nama al-wala wal bara_.
*Defenisi dan Terminologi Al Wala Wal Bara*
Al-Wala’ dalam bahasa Arab mempunyai beberapa arti, antara lain; mencintai, menolong, mengikuti dan mendekat kepada sesuatu. Selanjutnya, kata al-muwaalaah (الْمُوَالاَةُ) adalah lawan kata dari al-mu’aadaah (الْمُعَادَاةُ) atau al-‘adawaah (الْعَدَوَاةُ) yang berarti permusuhan.
Dan kata al-wali (الْوَلِى) adalah lawan kata dari al-‘aduww (الْعَدُوُّ) yang berarti musuh. Kata ini juga digunakan untuk makna memantau, mengikuti, dan berpaling. Jadi, ia merupakan kata yang mengandung dua arti yang saling berlawanan.
Dalam terminologi syari’at Islam, al-Wala’ berarti penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa yang dicintai dan diridhai Alloh berupa perkataan, perbuatan, kepercayaan, dan orang yang melakukannya. Jadi ciri utama wali Alloh adalah mencintai apa yang dicintai Alloh dan membenci apa yang dibenci Alloh, ia condong dan melakukan semua itu dengan penuh komitmen. Dan mencintai orang yang dicintai Alloh.
Sedangkan kata al-bara’ dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti, antara lain menjauhi, membersihkan diri, melepaskan diri dan memusuhi. Kata bari-a (بَرِيءَ) berarti membebaskan diri dengan melaksanakan kewajibannya terhadap orang lain.
Dalam terminologi syari’at Islam, al-bara’ berarti penyesuaian diri seorang hamba terhadap apa yang dibenci dan dimurkai Allah berupa perkataan, perbuatan, keyakinan dan kepercayaan serta orang. Jadi, ciri utama al-Bara’ adalah membenci apa yang di-benci Alloh secara terus-menerus dan penuh komitmen.
Maka, cakupan makna al-wala’ adalah apa yang dicintai Alloh, sedangkan cakupan makna al-bara’ adalah apa yang dibenci Alloh.
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka, “Sesungguhnya kami berlepas diri darimu dan dari semua yang kamu sembah selain Alloh, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Alloh saja.” Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Alloh.” (Ibrahim berkata), “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”. (QS. Al-Mumtahanah [60]: 4)
Surat Al-Ma’idah ayat 51 berbunyi sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sungguh orang itu termasuk golongan mereka. Sungguh, Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.
Al-Mujadalah ayat 22
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُوْلَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُم بِرُوحٍ مِّنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُوْلَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan Rasul-Nya, sekali pun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Mereka kelak dimasukan oleh-Nya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Alloh ridha terhadap mereka, dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Alloh. Ketahuilah, sungguh hizbullah itu adalah golongan yang beruntung”.
Berdasarkan berbagai ayat di atas, tidak diragukan lagi bahwa aqidah al-wala’ wal bara’ adalah di antara aqidah yang wajib dimiliki oleh setiap muslim. Bahkan aqidah al-wala’ wal bara’ termasuk di antara pondasi penting dalam kita beragama dan termasuk di antara prinsip-prinsip agama yang sangat agung.
Rasululloh ﷺ bersabda,
أوثق عري الإيمان الموالاة في الله و المعاداة في الله و الحب في الله و البغض في الله
“Ikatan iman yang paling kuat adalah memberikan loyalitas karena Alloh, memberikan sikap permusuhan karena Alloh, mencintai karena Alloh, dan membenci karena Alloh”. (HR. Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, 3: 429)
Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Ada tiga perkara, barangsiapa yang ketiganya ada pada dirinya niscaya dia akan merasakan manisnya iman: (1) barangsiapa yang Alloh dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada segala sesuatu selain keduanya, (2) barangsiapa yang mencintai seorang hamba dan tidaklah dia mencintainya kecuali karena Alloh, dan (3) barangsiapa yang benci kembali kepada kekafiran setelah Alloh menyelamatkan dirinya dari kekafiran itu sebagaimana dia tidak suka dilemparkan ke dalam neraka”. (HR. Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43)
*Implementasi al wala wal bara*
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi wali (penolong) bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Alloh dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Alloh. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. At-Taubah [9]: 71)
Alloh Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا آَبَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi wali (kekasih), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan. Dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka sebagai wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. At-Taubah [9]: 23)
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
”Kamu tidak akan mendapati kaum yang beriman pada Alloh dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, ataupun keluarga meraka”. (QS. Al-Mujadilah [58]: 22).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia“. (QS. Al-Mumtahanah [60]: 1).
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلَّا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka, “Sesungguhnya kami berlepas diri darimu dan dari semua yang kamu sembah selain Alloh, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Alloh saja.” Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya, “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Alloh.” (Ibrahim berkata), “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”. (QS. Al-Mumtahanah [60]: 4)
Dalam ayat-ayat di atas, Alloh Ta’ala melarang kita untuk memberikan loyalitas kepada orang kafir secara umum.
Kemudian Alloh Ta’ala tegaskan lagi di ayat yang lain adanya larangan untuk memberikan loyalitas kepada orang Yahudi dan Nasrani secara khusus. Alloh Ta’ala berfirman,
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصارى أَوْلِياءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِياءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu). Sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Maidah [5]: 51)
Hukum beraqidah al-wala’ wal bara’
Berdasarkan berbagai ayat di atas, tidak diragukan lagi bahwa aqidah al-wala’ wal bara’ adalah di antara aqidah yang wajib dimiliki oleh setiap muslim. Bahkan aqidah al-wala’ wal bara’ termasuk di antara pondasi penting dalam kita beragama dan termasuk di antara prinsip-prinsip agama yang sangat agung.
Rasululloh ﷺ bersabda,
أوثق عري الإيمان الموالاة في الله و المعاداة في الله و الحب في الله و البغض في الله
“Ikatan iman yang paling kuat adalah memberikan loyalitas karena Alloh, memberikan sikap permusuhan karena Alloh, mencintai karena Alloh, dan membenci karena Alloh”. (HR. Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, 3: 429; dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 998).
Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Ada tiga perkara, barangsiapa yang ketiganya ada pada dirinya niscaya dia akan merasakan manisnya iman: (1) barangsiapa yang Alloh dan Rasul-Nya lebih dicintainya daripada segala sesuatu selain keduanya, (2) barangsiapa yang mencintai seorang hamba dan tidaklah dia mencintainya kecuali karena Alloh, dan (3) barangsiapa yang benci kembali kepada kekafiran setelah Alloh menyelamatkan dirinya dari kekafiran itu sebagaimana dia tidak suka dilemparkan ke dalam neraka”. (HR. Bukhari no. 16 dan Muslim no. 43).
Kepada siapakah kita bersikap al-wala’ atau al-bara’
Dilihat dari sisi al-wala’ dan al-bara’, terdapat tiga jenis golongan manusia, yaitu:
Pertama, adalah orang-orang yang wajib kita cintai secara mutlak, tidak boleh kita benci (rasa tidak suka) sama sekali. Mereka adalah orang-orang beriman dari kalangan para Nabi, para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, para ulama, dan orang-orang shalih secara umum. Yang paling utama di antara mereka adalah Rasululloh ﷺ. Kecintaan kita kepada beliau shallallohu ‘alaihi wa sallam haruslah lebih besar daripada kecintaan kita kepada anak atau orang tua kita, bahkan diri kita sendiri.
Kedua, adalah orang-orang yang tidak boleh bagi kita untuk memberikan rasa cinta dan loyalitas secara mutlak. Mereka adalah orang-orang kafir, orang-orang musyrik, dan orang-orang munafik. Alloh Ta’ala berfirman,
تَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنْفُسُهُمْ أَنْ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُونَ
”Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sungguh amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka sendiri, yaitu kemurkaan Alloh kepada mereka, dan mereka akan kekal dalam siksaan”. (QS. Al-Maidah [5]: 80).
Ketiga, adalah orang-orang yang kita cintai dari satu sisi, namun juga kita benci (tidak suka) dari sisi yang lain. Mereka adalah orang muslim yang terjerumus dalam kemaksiatan (dosa besar) secara terus-menerus alias orang fasik. Sehingga terkumpul dalam diri kita rasa cinta sekaligus rasa benci kepada mereka. Kita tidak boleh membenci mereka saja secara mutlak, dan tidak mencintainya sama sekali, bahkan berlepas diri dari mereka. Namun, kita mencintai mereka sesuai dengan kadar keimanan dan ketaatan mereka kepada ALLOH Ta’ala, dan kita juga membenci mereka (ada rasa tidak suka) sesuai dengan kadar maksiat yang mereka tampakkan.
Kecintaan kepada mereka menuntut kita untuk menasihati dan tidak tinggal diam atas maksiat yang mereka kerjakan. Rasa cinta kepada mereka menuntut kita untuk mengingkarinya, memerintahkan mereka untuk berbuat yang ma’ruf, mencegah mereka dari perbuatan munkar, menasihati mereka untuk mengerjakan kebaikan dan meminta mereka untuk menjauhi keburukan. Rasa cinta tersebut juga menuntut kita untuk menghukum mereka, apabila memiliki kewenangan (seperti ulil amri), sehingga mereka berhenti dari melakukan maksiat tersebut, bertaubat dari kesalahannya dan mencegah orang lain dari berbuat yang serupa.
*Penutup*
Nabi Shallallohu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal kasih sayang, kecintaan dan kelemah-lembutan diantara mereka adalah bagaikan satu tubuh, apabila ada satu anggotanya yang sakit maka seluruh tubuh juga merasakan demam dan tidak bisa tidur”. (Muttafaqun ‘Alaih dari al-Nu’man bin Basyir)
Dari Abu Musa Radhiyallohu 'anhu berkata, Rasululloh ﷺ bersabda,
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Orang mukmin dengan mukmin lainnya laksana satu bangunan, satu dengan yang lainnya saling menguatkan”. Lalu beliau shallallohu 'alaihi wasallam lalu beliau menautkan jari-jemarinya. (Muttafaq ‘alaih)
Kita saksikan sendiri didepan mata kita, bahwa perintah dari Alloh Subhanahu Wa Ta'ala melalui teladan yang diberikan Rasululloh ﷺ telah dijungkirbalikan sedemikian rupa oleh orang orang yang merasa lebih tahu dan lebih berhak mempraktekkan islam daripada apa yang diteladakan Nabi kita Shallallohu 'alaihi Wassallam.
Mereka justru dalam prakteknya, bersikap keras, galak dan kejam terhadap sesama muslim namun berkasih sayang, ikut bergembira dalam kekufuran dan kemusyrikan atas nama toleransi.
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِينَ
Artinya: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim".
رَبَّنَا اغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوۡبَنَا وَاِسۡرَافَنَا فِىۡۤ اَمۡرِنَا وَ ثَبِّتۡ اَقۡدَامَنَا وَانۡصُرۡنَا عَلَى الۡقَوۡمِ الۡكٰفِرِيۡنَ
_"Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan (dalam) urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir_".
Semoga Bermanfaat Info ini, Barokallohu fiikum.
Hasbunalloh wani'mal wakil ni'mal Maula wa'niman natsir
Salam Ahadun Ahad☝🏼 Allohu Akbar✊🏻 Isy Kariman Aw Mut Syahidan (Hidup Mulia Atau Mati Syahid)
Selesai di Tulis, 06 September 2024, Bekasi-Jawa Barat,
Al faqir Ilalloh Azza wa Jalla,
*Al Ustadz Abu Fayadh Muhammad Faisal Al Jawy al-Bantani, S.Pd, M.Pd, Gr* حفظه اللّٰه تعالى bin *Dr. Ir. H. Subo Sukamto Abu Ramadhan, M.Sc* bin *Mbah Robikun* Rahimahulloh bin *Mbah Ki Nuryorejo* Rahimahulloh Ta'ala (Tokoh dari Purworejo Jawa Tengah Desa Ngaglik)
Seorang Hamba Yang Mengharap Ridho RabbNya