Menakar Sanad Keilmuan Pak Gembul; Kajian Kritis Pemikiran Muktazilah dan Kaum Islam Liberal Modern (PART III - bagian akhir).
Selasa, 10 September 2024
Faktakini.info
Menakar Sanad Keilmuan Pak Gembul; Kajian Kritis Pemikiran Muktazilah dan Kaum Islam Liberal Modern (PART III - bagian akhir).
Oleh: Abdussalam, S.E.I, M.E
Dosen UNU Pasuruan, Mahasiswa S3 UIN Maliki Malang.
Dalam sejarah Islam, perdebatan teologis dan filsafat menjadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan pemikiran agama. Salah satu aliran teologis yang menonjol pada masa awal Islam adalah Muktazilah. Mereka dikenal sebagai kelompok rasionalis yang memberikan penekanan besar pada akal dalam menafsirkan ajaran agama. Meskipun mereka berusaha untuk menggabungkan rasionalisme dengan keimanan, dalam beberapa hal, pendekatan mereka menjadi terlalu ekstrem, sehingga menyimpang dari ajaran Islam yang orisinal. Pola pikir yang serupa juga diadopsi oleh kaum Islam Liberal modern, yang seringkali menafsirkan teks Al-Quran dan hadits dengan pendekatan kebablasan hingga keluar dari batasan syariat yang seharusnya.
Seperti yang Saya lihat belakangan ini pada pemahaman dan pemaparan Guru Gembul. Apalagi ketika dia menjelaskan polemik nasab dari sudut pandang ilmiah. Semakin nampak keliberalannya dalam menafsirkan teks-teks ajaran agama sesuai pemikiran logika Barat. Saya sendiri baru tahu juga bahwa Guru Gembul tidak pernah belajar agama dari Pesantren. Dia hanya belajar dari buku2 yang dia baca, tanpa seorang guru yang membimbingnya. Sehingga lahirlah benih2 penerus Muktazilah yang menjelma Islam Liberal Modern saat ini
Pemikiran Kaum Muktazilah
Muktazilah muncul pada abad ke-8 sebagai reaksi terhadap perdebatan tentang keadilan ilahi dan kebebasan manusia. Mereka berusaha mengharmoniskan akal dan wahyu dengan menegaskan kebebasan kehendak manusia dan keadilan Tuhan. Salah satu tokoh utama dari Muktazilah adalah Wasil bin Atha (700–748 M), yang memisahkan diri dari gurunya, Hasan al-Basri, dan memulai aliran ini. Tokoh lain yang berpengaruh adalah Amr bin Ubaid dan Abu al-Hudhayl al-Allaf.
Namun, ada beberapa aspek yang menyebabkan kaum Muktazilah dianggap menyimpang. Mereka menolak sifat-sifat Tuhan yang dianggap tidak sesuai dengan nalar mereka, seperti sifat kalam (perkataan) Tuhan. Mereka juga meyakini bahwa Al-Qur'an adalah makhluk, bukan kalam Allah yang azali. Ini merupakan salah satu pemikiran kontroversial yang ditolak keras oleh mayoritas ulama Ahlus Sunnah, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal, yang dengan tegas mempertahankan keyakinan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah yang tidak diciptakan.
Kritik terbesar terhadap Muktazilah datang dari Imam Abu Hasan al-Asy'ari, seorang teolog yang pada awalnya adalah bagian dari Muktazilah sebelum akhirnya meninggalkan aliran tersebut dan mendirikan mazhab Asy'ariyah yang menjadi pembela utama ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Imam Al-Asy'ari menyatakan bahwa pemahaman yang terlalu rasionalis mengabaikan sifat ilahiah yang transendental, yang tidak bisa sepenuhnya didekati dengan akal manusia yang terbatas.
Kaum Islam Liberal dan Pola Pikir Rasionalisme
Kaum Islam Liberal, yang muncul pada era modern, mengadopsi pendekatan yang mirip dengan Muktazilah dalam menafsirkan ajaran agama. Mereka menekankan kebebasan berpikir dan seringkali menafsirkan ajaran-ajaran agama secara bebas tanpa memperhatikan otoritas sanad keilmuan yang ada dalam Islam. Tokoh-tokoh utama dari gerakan ini antara lain Nurcholish Madjid, Luthfi Assyaukanie, dan Ulil Abshar Abdalla. Mereka dulu sering menyuarakan gagasan-gagasan seperti sekularisme, pluralisme agama, dan kebebasan individu yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dasar syariah Islam.
Pola pikir liberal ini menimbulkan banyak kritik, terutama dari kalangan ulama yang menekankan pentingnya otoritas dan sanad dalam memahami agama. Dalam Islam, sanad (rantai periwayatan) merupakan hal yang sangat penting dalam memastikan kebenaran suatu ajaran, terutama dalam bidang hadits. Rasulullah ﷺ bersabda,
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار (رواه البخاري ومسلم)
"Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka" (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itu, ilmu hadits memiliki metodologi yang sangat ketat dalam menentukan kesahihan suatu hadits berdasarkan periwayatannya, seperti kejujuran dan kecerdasan perawi (rawi).
Kini muncul orang bernama Pak Gembul, hemat Saya, setelah mendengarkan kajian2 nya di chanel youtube nya, sering kali orang ini menafsirkan agama hanya melalui otak atik logika. Persis seperti yang dilakukan oleh kaum Islam Liberal. Jelas model pemahaman agama seperti ini sangat bahaya, karena memahami ajaran agama tanpa landasan sanad keilmuan yang jelas. Seseorang yang hanya belajar agama dari buku-buku atau sumber-sumber terbatas seperti Internet saja, tanpa bimbingan seorang guru yang memiliki sanad keilmuan, akan mudah tergelincir dalam pemahaman yang salah dan cenderung sesat - menyesatkan. Sebagaimana dikatakan oleh para ulama, *"Barangsiapa yang menjadikan kitab-kitab (sebagai satu-satunya sumber belajar) tanpa bimbingan seorang guru, maka setanlah yang akan menjadi gurunya."*
Pentingnya Sanad Keilmuan dalam Islam
Sanad keilmuan dalam Islam adalah rantai emas yang menghubungkan seorang murid dengan guru-gurunya hingga kepada Rasulullah ﷺ. Setiap ilmu yang diajarkan dalam Islam harus memiliki sanad yang sah, baik itu dalam ilmu fikih, tafsir, maupun hadits. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab **Al-Muqaddimah** karya Ibnu Shalah, sanad adalah fondasi keilmuan yang membuat ajaran Islam tetap terjaga dari penyelewengan.
Metodologi ilmu hadits yang diperkenalkan oleh ulama seperti Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, dan lainnya telah memberikan standar yang sangat tinggi dalam menentukan keshahihan hadits. Seorang perawi hadits harus memiliki sifat *tsiqat* (dapat dipercaya) dan *dhabith* (cerdas dan teliti). Kriteria inilah yang membedakan Islam dari agama-agama lain dalam hal verifikasi ajaran agama. Oleh karena itu, ketika kaum Islam Liberal seperti Pak Gembul meremehkan pentingnya sanad keilmuan, mereka sesungguhnya meruntuhkan salah satu pilar penting dalam ajaran Islam.
Penutup: Bahaya Rasionalisme yang Keblablasan
Pola pikir rasionalisme yang terlalu bebas, seperti yang dianut oleh kaum Muktazilah dan Islam Liberal, telah terbukti berbahaya bagi akidah umat Islam. Imam Al-Asy'ari dan Imam Al-Maturidi telah membongkar kesalahan-kesalahan teologis kaum Muktazilah, dan hal yang sama perlu dilakukan terhadap kaum Islam Liberal masa kini. Tanpa pemahaman yang benar dan bimbingan dari guru-guru yang memiliki sanad yang sah, seseorang akan mudah tergelincir ke dalam pemahaman yang menyesatkan.
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi akal, namun akal harus tunduk pada wahyu. Kesesatan kaum rasionalis seperti Muktazilah dan Islam Liberal terjadi ketika mereka menempatkan akal di atas wahyu, dan ini bertentangan dengan prinsip dasar ajaran Islam. Semoga Allah memberikan kita petunjuk dan melindungi kita dari kesesatan.
=======
Referensi:
1. Al-Bukhari, Muhammad Ibn Ismail. *Shahih Al-Bukhari.*
2. Muslim Ibn Al-Hajjaj. *Shahih Muslim.*
3. Ibnu Shalah. *Muqaddimah Ibnu Shalah fi 'Ulum al-Hadits.*
4. Al-Asy'ari, Abu Hasan. *Maqalat al-Islamiyyin.*