ASPEK HUKUM SYAR'I DALAM KASUS PERAMPASAN TANAH PSN PIK-2 OLEH AGUAN & KORPORASINYA
Jum'at, 20 Desember 2024
Faktakini.info
*ASPEK HUKUM SYAR'I DALAM KASUS PERAMPASAN TANAH PSN PIK-2 OLEH AGUAN & KORPORASINYA*
Oleh : *Ahmad Khozinudin*
Sastrawan Politik
Dalam Islam, kepemilikan didefinisikan sebagai izin syar'i untuk memiliki, menguasai dan memanfaatkan harta. Izin itu berlaku dan legal, manakala harta tersebut diperoleh secara syar'i, yakni memenuhi sebab-sebab kepemilikan yang syar'i (as sabab at tamaluk).
Misalnya saja, Islam melegalisasi kepemilikan seseorang yang disebabkan dari membeli, hadiah, hibah, warisan, temuan, dll. Sementara, Islam mengharamkan kepemilikan dari sebab mencuri, menipu, merampas, dll.
Setiap kepemilikan dengan sebab yang syar'i, maka sah dimiliki dan diakui oleh Syara'. Sementara kepemilikan yang diperoleh dengan cara yang tidak syar'i, sebab yang diharamkan, maka kepemilikan itu juga tidak sah.
Dalam Islam, ada 3 (tiga) jenis kepemilikan yang diakui secara syar'i, yaitu: 1. Kepemilikan Pribadi, 2. Kepemilikan Umum, 3. Kepemilikan Negara.
*Kepemilikan Pribadi atau perorangan (Al Milkiyatul Fardiyah) adalah* izin syar'i untuk memiliki, menguasai dan memanfaatkan barang secara pribadi. Sejumlah barang, asal diperoleh dengan sebab yang syar'i, boleh dimiliki secara pribadi.
Barang atau harta yang terkategori kepemilikan pribadi contohnya adalah tanah, rumah, kendaraan, alat elektronik, barang furniture, dan yang sejenisnya.
*Kepemilikan umum adalah* izin syara' bagi sekelompok masyarakat dalam melakukan pemanfaatan dan pengolahan benda ataupun sebuah barang dengan cara bersama sama. Jadi, harta yang terkategori milik umum tidak boleh dikuasai secara pribadi, melainkan dimiliki secara bersama-sama dan dimanfaatkan secara bersama-sama.
Danau, laut, sungai, pantai, hutan bakau, hutan mangrove, jalan-jalan, jembatan, hutan, padang gembalaan, termasuk berbagai hasil tambang baik berbentuk minyak, gas, mineral dan batubara yang depositnya melimpah, terkategori harta milik umum (Al Milkiyatul Ammah).
Harta jenis ini, hanya boleh dimanfaatkan secara bersama-sama. Tidak boleh dikuasai oleh pribadi atau korporasi, karena akan menghalangi jama'ah (publik) untuk memanfaatkannya secara bersama-sama.
Jenis harta milik umum ini realitanya berbagi menjadi dua, yaitu:
Pertama, harta jenis milik umum yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat (jama'ah/publik). Harta milik umum jenis ini meliputi: Danau, laut, sungai, pantai, hutan bakau, hutan mangrove, jalan-jalan, jembatan, hutan, padang gembalaan.
Jadi, setiap orang boleh mengakses secara langsung untuk mendapatkan manfaat dari Danau, laut, sungai, pantai, hutan bakau, hutan mangrove, jalan-jalan, jembatan, hutan, padang gembalaan. Negara, hanya menerbitkan regulasi agar pengambilan manfaat secara langsung ini dapat terealisasi dengan baik, tanpa ada pihak yang dizalimi.
Nelayan boleh dan bebas mencari Ikan di laut, perambah hutan boleh mencari berbagai manfaat hutan (kayu bakar, buah, sayuran, dll). Setiap orang bebas memancing ikan di sungai, mandi di sungai, memanfaatkan jalan dan jembatan.
Kedua, harta jenis milik umum yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat (jama'ah/publik), melainkan harus ada upaya ekplorasi dan eksploitasi hingga harta tersebut bisa dinikmati. Harta jenis ini meliputi berbagai hasil tambang baik berbentuk minyak, gas, mineral dan batubara yang depositnya melimpah.
Negara sebagai wakil umat (wakil publik), harus bertindak melakukan eksplorasi dan eksploitasi, dan hasilnya dikembalikan kepada pemiliknya yakni rakyat/umat, bisa dalam bentuk fasilitas umum, layanan umum, berbagai subsidi, dan berbagai bentuk kemaslahatan lainnya.
Praktik eksploitasi tambang oleh individu dan korporasi yang diadopsi dari ideologi kapitalisme liberal, diharamkan dalam Islam. Karena eksploitasi tambang oleh individu, korporasi, asing maupun Aseng, hakekatnya adalah perampasan harta milik umum yang hanya boleh dimanfaatkan oleh masyarakat secara kolektif, dirampas dan dikuasai oleh individu, korporasi, asing maupun Aseng.
*Kepemilikan Negara adalah* harta yang kewenangan pengelolaannya hanya ada pada Negara. Individu atau korporasi tidak berwenang mengelola harta jenis ini.
Yang terkategori harta milik negara (Al Milkiyatul Daulah) adalah Kharaj, Usyur, Fa'i, Ghanimah, dan Dharibah.
*Realitas Kasus Tanah Banten yang dirampas oleh Aguan*
Dalam kasus perampasan tanah berdalih PSN PIK-2, realitasnya Aguan dan korporasinya telah merampas harta jenis milik pribadi dan milik umum.
Harta jenis milik pribadi, yang dimiliki secara pribadi oleh rakyat Banten, berupa tanah berbentuk sawah, ladang, tambak, lahan pertanian, yang kemudian tanpa keridhoan dipaksa dijual untuk proyek PIK-2. Transaksi tanpa keridhoan, dalam Islam hukumnya haram.
Membeli tanah dengan harga semaunya, dengan tekanan dan intimidasi, tanpa keridhoan pemiliknya, hakekatnya adalah perampasan.
Aguan juga telah merampas hak publik (Al Milkiyatul Ammah) berupa laut, sungai, pantai, hutan bakau, hutan mangrove, jalan-jalan, yang kemudian ditutup dari akses publik dan dikuasai secara privat dan ekslusif hanya untuk proyek PIK-2.
Padahal, semua itu dalam Islam haram untuk dikuasai AGUAN.
Contohnya lahan mangrove. Tak boleh AGUAN mengusai lahan Mangrove berdalih PSN. Karena penguasaan lahan mangrove itu realitaanya merampas hak masyarakat Banten.
Dalam Islam, seluruh hasil hutan mangrove seperti Kayu mangrove, Buah mangrove yang dapat diolah menjadi berbagai produk, seperti kopi, Pakan ternak dari Pohon bakau yang dapat dihancurkan dan digiling menjadi bubuk pakan ternak untuk sapi, kambing, atau unggas, bahan Obat dari bagian-bagian tumbuhan mangrove, seperti akar, kulit batang, daun, dan buah, dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional hingga ikan dari Ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan untuk perikanan tangkap dan budidaya, *semuanya adalah hak rakyat Banten secara kolektif, bukan hak AGUAN.*
Setiap orang berhak mencari manfaat dari hutan mangrove. Dan negara, haram menyerahkan kawasan hutan mangrove kepada AGUAN, apapun dalihnya.
Jadi, dalam Islam perjuangan untuk melawan AGUAN adalah perjuangan yang syar'i. Melawan AGUAN, setara dengan jihad fisabilillah. Karena siapapun yang mati membela harta miliknya, jika mati statusnya syahid. Sebaliknya, siapapun yang membela AGUAN berarti dia adalah bagian dari kezaliman. [].