Damai Lubis: Apakah Program Retret Kepala Daerah Mirip Pola Litsus Perekrutan Advokat Masa Orde Baru

 



Selasa, 25 Februari 2025

Faktakini.info

Apakah Program Retret Kepala Daerah Mirip Pola Litsus Perekrutan Advokat Masa Orde Baru

Damai Hari Lubis

Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

*_(Abstrak:_* Sebuah komparasi politik hukum dalam hubungan prinsip antara retret Kepala Daerah dengan Litsus Bakal Calon Advokat di Era Orde Baru)

Pengantar

Penulis ingin mengupas perihal perbandingan atau komparasi terkait topik tulisan ini (artikel), dari sisi persamaan dan perbedaan serta pemahaman pada topik judul, antara sistim politik dan hukum di zaman orde baru yang mirip dengan pola temporer orde reformasi dibawah kepemimpinan Presiden RI ke 8 Prabowo Subianto namun dengan pembatasan materi dari sisi retret dan pola perekrutan advokat pada masa orde baru

*_Pendahuluan_*

Tentang pemahaman retret atau retreat atau dapat disebut sebagai masa penggemblengan terhadap para pesertanya yakni para kepala daerah yang baru dilantik sebanyak 961 orang di Istana Jakarta Pusat, pada Kamis (20/2/2025).

Adapun retret atau retreat sesuai sejarah bahasa atau etimologi menurut Bahasa Inggris dan Prancis memiliki arti "mundur" atau pemahaman sebagai makna "mundurnya" ke sebuah "tempat pengasingan diri". Istilah retreat ini banyak dikenal oleh gereja, yang juga diambil dari bahasa Prancis "La retraite" dengan makna yang sama, yaitu pengunduran diri, menyepi, dan menjauhkan diri dari kesibukan sehari-hari.

*_Resiko tidak ikut serta Retret?_*

Publik tentunya masih banyak mempertanyakan apa materi retret? Apa fungsinya, dan gamang apa resiko andai tidak ikut program retret.

Namun, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian di Kompleks Akmil, pada Senin malam (24/2), mengungkap fungsi sertifikat peserta retret kepala daerah di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Tito menyatakan sertifikat itu tak lebih dari bukti telah mengikuti pembekalan."Untuk bekal mereka nanti. Bagi yang lulus berarti mereka mengikuti retret secara penuh, tergantung daya tangkap masing-masing".

Kalimat Tito terkait kata "lulus dan daya tangkap" memiliki isyarat makna ada yang tidak lulus atau gagal? Namun ambiguitas, karena nomenklatur lulus dan kata hanya pembekalan, tidak memiliki kejelasan terminologi, membuat bingung pemahaman publik, bahkan terlebih andai dihubungkan dengan pernyataan Tito," yang telat hadir retret tidak lulus" 

Selanjutnya, bobot urgensi dari pernyataan Tito dimaksud dan dalam hubungannya terhadap materi substansial (ikhtisar) dari artikel komparasi politik antara retret Kepala Daerah dengan Litsus Bakal Calon Advokat di Era Orde Baru, butuh analisa yang dapat dimulai dengan Persyaratan menjadi Pengacara/ Advokat pada orde baru dan realistis kekinian.

*_Proses administrasi menjadi advokat pada masa orde baru_*

Hal prasyarat tentang eksistensi retret ini, di Era Kepemimpinan Presiden RI ke 8 Prabowo Subianto, mengingatkan penulis terhadap masa zaman orde baru sebelum terbitnya undang Tentang Advokat (UU.No.18 Tahun 2003) seorang Sarjana Hukum/ SH di era tahun 1980 an, yang nyata asli lulus _bukan yang dikenal dengan istilah "_ijasah beli di Ruko_ sehingga mereka yang lulus bodong, atau dapat di ilustrasikan se model "perolehan ijasah yang dituduh publik terhadap Jokowi". Sehingga saat meng-advokasi/ praktik kepengacaraan, banyak yang tidak memahami, bahkan tidak menguasai asas-asas dan teori-teori hukum.

Adapun syarat utama untuk berprofesi layaknya yang disebut Pengacara/ Advokat harus seseorang yang memiliki titel Sarjana Hukum/ SH untuk mendapatkan sertipikat profesi Pengacara/advokat, para bakal pengacara/advokat disyaratkan atas dasar ketentuan dari kementerian kehakiman untuk dapat beracara menjadi pengacara/advokat di sebuah wilayah domain Pengadilan Tinggi (sebuah provinsi tertentu), para calon pengacara diwajibkan harus melalui beberapa tahapan proses, yaitu:

1. Magang selama 2 (dua) tahun di Kantor Pengacara/Advokat yang telah memiliki izin beracara (Pengacara/advokat);

2. Kepentingan magang untuk memenuhi persyaratan telah ikut menangani selaku asisten pengacara/advokat 10 perkara pidana dan 5 perkara perdata. Dan bukti si calon pengacara terdapat namanya dalam surat kuasa yang register perkara sesuai dan disahkan oleh pejabat kasih pidana dan kasub perdata di Pengadilan Negeri tempat berlangsungnya sidang perkara;

3. Calon dipersyaratkan ikut pendidikan kode etik pengacara/advokat melalui organisasi IPHI (Ikatan Pengacara Hukum Indonesia) dan mendapatkan sertifikasi kode etik dari IPHI;

4. Mengantongi sertipikasi telah mengikuti program P.4 minimal Pola 25 Jam (Program Penghayatan dan Pengamalan Pancasila); 

5. Setelah penuhi persyaratan pada 1, 2 dan 3 dimaksud, baru lah para calon dapat mengikuti ujian pengacara yang diadakan oleh kementrian kehakiman melalui Pengadilan Tinggi sebagai (penempatan) wilayah praktik sesuai alamat KTP si calon pengacara/advokat;

6. Jika sang bakal, telah penuhi seluruh kriteria kelulusan maka mereka baru dapat mengikuti acara sumpah yang diselenggarakan oleh panitia dari Pengadilan Tinggi yang menguji, lalu disahkan dengan bukti telah disumpah dan dilantik serta memiliki BAS (Berita Acara Sumpah).

*_Di Era Orde Baru Levelitas antara Pengacara dan Advokat berbeda_*

Memang terkesan kuat ada levelitas antara pengacara dengan advokat walaupun pemahaman dan fungsinya adalah sama, namun kejelasan perbedaannya pada era orde baru terletak pada cakupan teritorial (wilayah kerja), bahwa Pengacara hanya dapat berpraktik hukum di wilayah domain sebuah Pengadilan Tinggi, sedangkan advokat memiliki keabsahan bersidang di seluruh badan peradilan di wilayah pengadilan tinggi di tanah air.

*_Proses untuk menjadi Advokat/ Penasihat Hukum di masa orde baru_*

Lalu ada proses persyaratan advokat untuk berkarier (profesi) sesuai status dan fungsional advokat (Tertulis, 'Penasihat Hukum'), yang wajib dimiliki dan prosedural, yakni:

1. Telah memiliki persyaratan identitas sah sebagai Pengacara (izin praktik/ BAS) yang dikeluarkan berdasarkan keputusan Ketua pengadilan tinggi;

2. Individual mengikuti screening test Jiwa Kebangsaan atau LITSUS oleh dinas kesatuan militer/ TNI (Dulu ABRI);

3. Pelantikan Advokat oleh Pengadilan Tinggi, namun SK. Advokat dikeluarkan oleh atas nama (ad hoc) Ketua Mahkamah Agung RI.

Notabene, peserta yang dilantik dan disumpah (BAS) dan mendapatkan SK profesi pengacara dan advokat bukan individu yang memiliki titel SH namun tercatat sebagai PNS/ ANS atau ABRI/ TNI-POLRI.

*_Proses menjadi advokat pada orde reformasi pasca UU. No. 18 2003 Advokat_*

Saat ini pasca reformasi dan diberlakukannya UU. Tentang Advokat, Panitia seleksi Ujian Advokat, diklat, ujian dan materi ujian dan dewan penguji kesemua persyaratan untuk setiap orang (sarjana hukum) yang ingin berprofesi advokat cukup melalui Organisasi Advokat/ OA dengan segala persyaratan internal namun tetap merujuk UU. Advokat..

*_Pembahasan Komparasi Perbedaan dan Persamaan antara Litsus Advokat dengan retret Kepala Daerah_*

*_Faktor perbedaan:_*

Retret terhadap para pilkada terpilih, di kondisikan dan di publis secara terbuka dan agendanya disatukan di lokasi kegiatan (kolektivitas), para peserta mendatangi sebuah Gedung Akmil di Magelang (lokasi acara), Jawa Tengah, peruntukan sebagai pembekalan untuk pejabat publik (unsur) politik. Tidak jelas apakah para peserta harus memiliki sertipikat P.4 atau ada agenda materi retret tentang pendalaman pemahaman pejabat publik terhadap pancasila (P.4);

Litsus (screening test) terhadap advokat aturannya tidak dipublis (tidak populer) dan tertutup serta individual, dan para calon advokat yang mendatangi institusi secara sendiri-sendiri (Tidak kolektif) di lokasi yang berbeda, kondisi tertutup, tanpa pembekalan langsung di uji oleh personal militer. Kegunaannya tidak jelas karena advokat berfungsi sebagai profesi penegak hukum dan pemberi bantuan hukum yang (seharusnya) terlepas dari unsur politik.  

*_Faktor Persamaan:_*

Retret Para kepala Daerah dan litsus, adalah wajib untuk diikuti, dan nuansa kedua agenda, terkesan hampir mirip fenomena kondisi gejala-gejala model politik pada masa orde baru (sistim militer semu).

Akhirnya agar analisa lebih akurat, dan supaya publik dapat menjustifikasi dan support program pemerintahan Prabowo terkait retret, untuk itu memang publik butuh lebih kejelasan tujuan dan fungsi retret termasuk materi retret serta asas legalitas dari diskresi program retret, serta informasi detail apakah para kepala daerah andai tidak ikut retret memiliki sanksi, apa bentuk sanksinya apakah retret sekedar kursus (studi pembekalan), "jika hanya kursus tentu tidak wajib diikuti, terlebih lahir statemen Tito selaku Menteri Dalam Negeri, "yang terlambat hadir pada acara retret tidak lulus".

Selebih dan selebihnya mengenang jejak historis proses profesi menjadi seorang advokat pada era 80 an (belum era reformasi), sebelum berlakunya UU. Tentang Advokat, andai advokat yang sudah lulus sekalipun oleh yang berwenang Pengadilan Tinggi atas nama (ad hoc) Menteri Kehakiman dan Mahkamah Agung RI. Maka si calon advokat yang sah lulus akan menjadi tertunda (atau tidak lulus sementara) oleh panitia penyelenggara pelantikan dan sumpah advokat andai tidak diberikan sertifikasi atau rekomendasi sebagai advokat oleh tim bentukan militer (TNI), sebuah overlap kewenangan dan tumpang tindih asas profesionalitas antara yang pihak melakukan litsus dan Pengadilan Tinggi yang sudah meluluskan, para pantia penyelenggara sumpah advokat, sehingga calon advokat dimaksud tidak dapat dilantik oleh Kementrian Kehakiman dan Mahkamah Agung yang ad hoc melalui (kepanitiaan pelantikan) kepaniteraan Pengadilan Tinggi.

Oleh karenanya Publik butuh publikasi demi kejelasan yang konkrit dari Kemendagri demi kepastian hukum terkait retret Para Kepala Daerah (Gubernur, Bupati/walikota yang sudah dinyatakan lulus administrasi persyaratan oleh KPU D bahkan sudah dilantik dan sumpah jabatan di Istana, apakah pilihan rakyat melalui keabsahan pemilu pilkada menjadi gugur. Jika fungsi jabatan ditunda dan atau terlebih pelantikan digugurkan maka apa kekuatan mengikat sistim hukum (UU. No.17 Tahun 2007 Tentang Pemilu) dan pelaksanan hasil Pemilu serta hasil pemilu itu sendiri yang sudah disahkan pemenangnya, apa hak Presiden atau Menteri dalam negeri untuk menegur (membatalkan pelantikan kepala daerah terpilih). Apa asas legalitasnya? Pilihan langsung rakyat digugurkan oleh sebab tidak lulus retret, maka hal ini yang berwenang butuh publikasi tentang retret, agar tidak mencederai para pejabat politik publik yang bakal mengundang permasalahan hukum dibelakang hari.   

*_Kesimpulan/ Penutup_*

Kesemua fenomena gejala politik hukum yang sedang melanda negeri ini menjadi pertanyaan besar dan menggelitik, apakah Prabowo akan mempraktekan gaya orde baru kembali yang sudah ditolak oleh rakyat pada tahun 1998, yang empirik berdampak banyak korban rakyat sipil la kembali merubah peta politik, sehingga kembali kepada sistim demokrasi namun condong otoriter, sehingga dianggap keliru atau ada penyimpangan dari sistim politik ketatanegaraan sang terdapat di dalam UUD. 45.

Penulis khawatirkan justru sejarah bangsa ini akan ber (di) ulang, seperti peristiwa 98, hal ini di tandai setelah Megawati secara tegas menginstruksikan kader PDIP yang menjadi kepala Daerah agar retreat (back off) atau diam di tempat menunggu arahan partai dalam hubungan keikutsertaan dalam kegiatan RETRET program negara hasil buah karya Prabowo?  

Fenomena manufer politik Megawati ini bertambah kelabu (samar-samar) dikarenakan munculnya kelompok masyarakat termasuk beberapa kelompok mahasiswa yang turun aksi (demo) berikut berbagai poster yang terus menyuarakan agar keadilan ditegakkan, diantaranya "adili Jokowi", disertai para pendemo menyanyikan lagu bernada kritik, "bayar polisi" dan termasuk atribut dengan konten yang amat pedas bagi penguasa yang baru seumur jagung, namun oleh banyak tokoh, sebuah makna sebagai gambaran kondisi negara kekinian *_INDONESIA GELAP._*

Ref.6

https://www.tempo.co/politik/mendagri-sebut-kepala-daerah-telat-datang-retret-tak-dinyatakan-lulus-1211168