GUGATAN IB HRS KE JOKOWI: REPLIK TANGGAPAN ATAS JAWABAN TERGUGAT DAN GUGATAN REKONVENSI Perkara No. 611/Pdt.G/2024/PN Jkt. Pst

 



Jum'at, 21 Februari 2025


R E P L I K

TANGGAPAN ATAS JAWABAN TERGUGAT

DAN GUGATAN REKONVENSI

Perkara No. 611/Pdt.G/2024/PN Jkt. Pst

Antara:

MOH RIZIEQ, dkk

PARA PENGGUGAT

Melawan:

JOKO WIDODO

TERGUGAT

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Jakarta, 18 Februari 2025

Kepada yang terhormat,

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Cq. Majelis Hakim yang Mulia

Pemeriksa Perkara No.611/Pdt.G/2024/PN Jkt. Pst

di- Jalan Bungur Raya Nomor 24, 26, 28 Jakarta Pusat 10610

Perkenankan kami para advokat yang tergabung dalam TIM ADVOKASI MASYARAKAT ANTI KEBOHONGAN (“TAMAK”) beralamat di Jl. H. Hasan No.11 A, Lantai 2, Kelurahan Baru, Kecamatan Pasar Rebo, Kota Jakarta Timur-13780, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 17 September 2024 bertindak untuk dan atas nama :

1.

MOH RIZIEQ, sebagai Penggugat I;

2.

MUNARMAN, S.H., sebagai Penggugat II;

3.

EKO SANTJOJO, S.H., M.H., sebagai Penggugat III;

4.

EDY MULYADI, sebagai Penggugat IV;

5.

DRS. H. M MURSALIM R, sebagai Penggugat V;

6.

MARWAN BATUBARA, sebagai Penggugat VI;

7.

SOENARKO MD, sebagai Penggugat VII.

Dengan ini Penggugat I sampai dengan Penggugat VII (selanjutnya disebut Para Penggugat) mengajukan Replik atau Tanggapan terhadap Jawaban dan Gugatan Rekonvensi Tergugat Joko Widodo sebagaimana terurai di bawah ini.

Bahwa sebelum Para Penggugat mengajukan pokok-pokok Replik a quo untuk menanggapi Jawaban dan Gugatan Rekonvensi Tergugat, maka, terlebih dahulu Para Penggugat menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

Page 2 of 16

1. Bahwa Para Penggugat menolak seluruh dalil-dalil yang diajukan oleh Tergugat dalam keseluruhan jawabannya, baik di dalam eksepsi, dalam pokok perkara, dan dalam rekonvensi, terkecuali apa yang diakui oleh Para Penggugat secara tegas di dalam Replik ini;

2. Bahwa dalil-dalil yang disampaikan oleh Para Penggugat dalam gugatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan menjadi satu kesatuan dengan dalil-dalil yang disampaikan oleh Para Penggugat di dalam Replik ini.

DALAM EKSEPSI

I. Jawaban atas Eksepsi tentang Kompetensi Relatif Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

1. Bahwa eksepsi Tergugat tentang kompetensi relatif Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah tidak berdasarkan hukum, sehingga harus dinyatakan tidak dapat diterima. Adapun alasan hukum yang sudah dinyatakan dalam gugatan adalah sebagai berikut:

a. Gugatan didaftarkan pada saat Tergugat masih berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (vide bukti P-2A);

b. Tergugat pada saat pemilu terdaftar sebagai pemilih di Kecamatan Gambir yang masuk dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (vide bukti P-2);

c. Perbuatan yang dilakukan Tergugat sebagaimana yang ada di dalam materi pokok perkara a quo terjadi di seluruh wilayah hukum Indonesia, termasuk didalamnya berada di wilayah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;

d. Pada saat sidang pada tanggal 8 Oktober 2024, hadir utusan dari Sekretariat Negara untuk mewakili Tergugat dalam persidangn perkara a quo. Hal tersebut membuktikan bahwa Tergugat telah menerima relaas panggilan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat secara patut;

e. Bahwa Tergugat dalam persidangan a quo telah hadir melalui kuasanya untuk mengikuti persidangan dalam perkara a quo. Hal tersebut membuktikan bahwa Tergugat telah mengakui kompetensi relatif Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;

Bahwa selanjutnya secara rinci poin-poin tersebut di atas akan diuraikan secara komprehensif pada poin selanjutnya.

2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 118 HIR sebagaimana dikutip dari buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan, Buku II, Edisi 2007, terbitan 2012, halaman 50, disebutkan:

1. Sesuai ketentuan Pasal 118 HIR/Pasal 142 Rbg, Pengadilan Negeri berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya meliputi: a. Tempat tinggal Tergugat, atau tempat Tergugat sebenarnya berdiam (jikalau Tergugat tidak diketahui tempat tinggal).

3. Bahwa mengutip pendapat para ahli hukum tentang tempat tinggal/ domisili yang diperoleh dari beberapa sumber, maka didapati pengertian alamat tempat tinggal berbeda dengan alamat KTP, yaitu diantaranya Sri Soedewi M. S berpendapat alamat domisili dapat diartikan sebagai lokasi dimana seseorang harus memenuhi hak dan kewajibannya meskipun saat ini tidak berada di lokasi tersebut. Sedangkan Prawirohamidjojo dan Pohan berpendapat alamat domisili merupakan tempat dimana seseorang selalu ada untuk memenuhi hak dan kewajibannya. Dan, Subekti dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata mengatakan bahwa seseorang harus mempunyai alamat domisili agar bisa dicari;

4. Bahwa M. Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, cet.16, 2016, halaman 243 berdasarkan ketentuan Pasal 118 HIR sebagaimana dikutip dari buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan, Buku II, Edisi 2007, terbitan 2012, halaman 50, disebutkan:

1. Yang dimaksud dengan Alamat Menurut hukum sesuai dengan tata tertib beracara, yang dimaksud dengan alamat, meliputi: • Alamat kediaman pokok, • Bisa juga alamat kediaman tambahan, • Atau tempat tinggal riil. Pokoknya didasarkan pada asas yang bersangkutan secara nyata bertempat tinggal;

5. Bahwa pada saat dan setelah gugatan in litis diajukan/didaftarkan tanggal 30 September 2024, terbukti Tergugat masih bertempat tinggal/berdomisili di Jl. Medan Merdeka Utara RT 3 RW 2, Gambir, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat. Hal ini dapat dibuktikan dari foto dokumentasi kegiatan Tergugat selama bulan Oktober 2024 di Istana Negara (setelah gugatan didaftarkan), sebagai berikut:

6. Bahwa Tergugat bertempat tinggal/ berdomisili di Jl. Medan Merdeka Utara Jakarta Pusat, juga dapat dibuktikan berdasarkan Surat Tugas dari Kementerian Sekretariat Negara kepada Pegawainya untuk menghadiri sidang dalam perkara ini pada hari Selasa, tanggal 8 Oktober 2024, mewakili Tergugat Joko Widodo;

7. Bahwa selain itu, berdasarkan keterangan petugas KPU ditemukan data bahwa dalam Pemilu 2024 Tergugat terdaftar sebagai pemilih di wilayah yurisdiksi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;

 8. Bahwa dasar hukum Pasal 119 HIR dan Pasal 120 HIR yang dikutip oleh Tergugat tentang pemanggilan pihak yang berperkara dan pemanggilan harus dilakukan kepada pihak yang jelas dan dapat ditemukan, nyata-nyata tidak tepat dan keliru, dimana bunyi Pasal 119 HIR dan Pasal 120 HIR lengkapnya sebagai berikut:

Pasal 119 HIR: Ketua Pengadilan Negeri berkuasa memberi nasihat dan bantuan kepada Pengugat atau wakilnya dalam hal mengajukan tuntutan. Pasal 120 HIR: Jika Penggugat tidak cakap menulis (buta huruf), maka tuntutan boleh diajukan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri; Ketua itu akan mencatat tuntutan itu atau menyuruh mencatatnya. (IR. 101, 186 dst., 207, 209, 238.)

Penjelasan Pasal 119 HIR (Herzien Inlandsch Reglement)

“Peraturan ini adalah amat berguna bagi orang-orang yang mencari keadilan, yang biasanya tidak mempunyai pengetahuan tentang hukum umumnya dan tidak tahu akan pemeriksaan perkara perdata khususnya, lagi pula tidak mampu untuk membayar pertolongan seorang penasihat hukum. Peraturan ini sebenarnya bertentangan dengan larangan umum bagi Hakim dalam perkara yang telah diserahkan kepada pengadilannya, atau yang dapat diduganya akan diajukan kepadanya, dengan langsung atau tidak langsung, untuk memberi nasihat atau pertolongan kepada pihak-pihak yang berperkara atau pengacaranya, akan tetapi ternyata sesuai benar dengan jiwa Undang-undang Pokok Kehakiman (UU Nomor 14/1970) Pasal 5 ayat (2) yang mengatakan bahwa dalam perkara, Pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dari rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.”

Dengan demikian terbukti bahwa Tergugat dan kuasa hukumnya tidak cermat, salah mengutip, dan salah memahami Pasal 119 HIR, karena dalam penjelasan Pasal 119 HIR tersebut dimaksudkan untuk orang-orang yang tidak mengerti, tidak belajar, dan tidak pernah mengikuti PKPA, tidak mengerti proses hukum, tidak pernah kuliah hukum, tidak lulus ujian profesi advokat, yang perlu mendapatkan nasihat dari hakim untuk beracara di pengadilan. Kami dapat memaklumi pihak Tergugat mengutip Pasal 119 HIR apabila Tergugat/Kuasa hukumnya termasuk orang-orang awam yang perlu mendapatkan nasihat dari Majelis Hakim sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 119 HIR di atas.

Penjelasan Pasal 120 HIR (Herzien Inlandsch Reglement)

“Peraturan ini amat menolong dan berguna sekali bagi orang-orang pencari keadilan yang pengetahuannya masih sederhana dan tidak mampu untuk membuat dan menuliskan surat gugatan. Gugatannya dapat diajukan dengan lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang akan membuatkan gugatan itu, atau menyuruh membuatkannya.

 Ketentuan ini sesuai dengan kehendak penyusunnya, Jhr.Mr.H.L. Wichers, yang menghendaki agar pemeriksaan perkara perdata di muka pengadilan untuk bangsa Indonesia yang di waktu itu tahap pengetahuannya masih amat bersahaja, diatur secara praktis, mudah dan tidak memakan banyak ongkos. Dengan amat kebetulan sesuai pula dengan jiwa Undang-undang Pokok Kehakiman (UU No. 14/1970) Pasal 4 ayat (2) yang menentukan bahwa peradilan harus dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.”

Dengan demikian maka nampak jelas Tergugat/Kuasa hukumnya termasuk dalam golongan orang yang buta huruf, sehingga memerlukan bantuan Majelis Hakim untuk merumuskan pokok-pokok jawaban, dan rekonvensi.

Karena ternyata setelah kita cross check Pasal 119 HIR dan Pasal 120 HIR tidak ada kaitannya dengan Alamat domisili maupun kompetensi relatif pengadilan untuk mengadili.

9. Bahwa Para Penggugat di dalam gugatannya sudah mencantumkan alamat secara lengkap dan jelas berupa 3 (tiga) alamat/ domisili Tergugat bertempat tinggal yaitu di Jl. Medan Merdeka Utara Jakarta Pusat, di Istana Bogor dan di Solo, Jawa Tengah, sehingga hal tersebut sudah memenuhi ketentuan terkait pemanggilan kepada pihak yang jelas dan dapat ditemukan;

10. Bahwa pencantuman tiga alamat tersebut didasarkan pada alasan bahwa pada saat gugatan ini diajukan, Tergugat bertempat tinggal di tiga alamat tersebut, dan karenanya untuk mewujudkan peradilan yang cepat dan berbiaya ringan, maka Para Penggugat memilih satu alamat di Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat;

11. Bahwa berdasarkan uraian dan dasar hukum tersebut di atas, maka Eksepsi Tergugat tentang Ketidakakuratan alamat tidak beralasan hukum dan harus dikesampingkan sehingga patut dan layak untuk dinyatakan tidak dapat diterima.

II. Jawaban atas Eksepsi tentang Gugatan Kabur atau Obscuur Libel

1. Bahwa Eksepsi pada pokoknya adalah sanggahan terhadap suatu gugatan atau perlawanan yang tidak mengenai pokok perkara sebagaimana diatur di dalam ketentuan Pasal 136 HIR/Pasal 162 RBg Pasal 356 R.V;

2. Bahwa eksepsi yang isinya sudah masuk pada pokok perkara dianggap bukan eksepsi, sehingga harus dinyatakan ditolak. Hal ini sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 284 K/Pdt/1976 tanggal 12 Januari 1976 yang menyebutkan: “Eksepsi yang isinya senada dengan jawaban-jawaban biasa mengenai pokok perkara dianggap bukan eksepsi”;

3. Bahwa pengertian eksepsi yang diperkenankan menurut Hukum Acara Perdata yang dikemukakan oleh M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (2010 :418), dimana:

 Eksepsi ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan, yaitu jika gugatan yang diajukan, mengandung cacat atau pelanggaran formil yang mengakibatkan gugatan tidak sah, sehingga gugatan tidak dapat diterima; - Eksepsi tidak ditunjukan dan tidak menyinggung bantahan terhadap pokok perkara (verweer ten principale); 4. Bahwa berdasarkan landasan tersebut di atas, eksepsi-eksepsi yang masuk atau menyinggung pokok perkara harus dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima;

5. Bahwa setelah Para Penggugat mencermati dan membaca dengan seksama eksepsi tentang gugatan kabur (obscuur libel), telah ternyata masuk pada materi pokok perkara, dimana hubungan antara perbuatan-perbuatan Tergugat sehingga dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum tentunya akan terjawab pada saat proses pembuktian;

6. Bahwa dengan demikian, dalil eksepsi Tergugat tentang gugatan kabur (obscuur libel) tersebut sangat premature dan telah memasuki materi pokok perkara, sehingga harus dikesampingkan dan dinyatakan tidak dapat diterima.

III. Jawaban atas Eksepsi tentang Gugatan Error in Persona

1. Bahwa eksepsi Tergugat tentang gugatan error in persona pada pokoknya adalah gugatan Para Penggugat ditujukan kepada orang yang salah atau pihak yang ditarik sebagai Tergugat keliru (gemis aanhoeda nigheid) oleh karena menurut Tergugat, satu sisi yang digugat adalah persona/pribadi Tergugat, namun materi pokok gugatan tentang kinerja Tergugat dalam kapasitas sebagai Presiden Republik Indonesia;

2. Bahwa terbukti dalam gugatan in litis, pihak yang didudukan sebagai Tergugat adalah seorang pribadi bernama Joko Widodo, yang identitasnya jelas;

3. Bahwa Tergugat tidak memahami atau setidaknya kurang cermat dalam membaca gugatan Para Penggugat, dimana materi pokok gugatan Para Penggugat adalah tentang rangkaian perbuatan Tergugat berupa kebohongan-kebohongan yang dilakukan Tergugat pada saat masih berada di Surakarta, Calon Gubernur DKI Jakarta, dan Calon Presiden Indonesia yang menurut Para Penggugat adalah rangkaian perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh natural recht bernama Joko Widodo dengan menyalahgunakan instrument ketatanegaraan yang tersedia;

4. Bahwa dengan demikian, dalil eksepsi Tergugat tentang gugatan error in persona tersebut tidak tepat dan karenanya harus dikesampingkan dan dinyatakan tidak dapat diterima.

 IV. Jawaban atas Eksepsi tentang Kompetensi Absolut

1. Bahwa eksepsi Tergugat tentang kompetensi absolut Pengadilan Negeri adalah tidak benar;

2. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, di dalam ketentuan Pasal 25 ayat (1) menyebutkan serta mengklasifikasikan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Lebih lanjut di dalam ketentuan Pasal 25 ayat (5) disebutkan bahwa peradilan tata usaha negara berwenang memeriksa, mengadili dan memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

Pasal 25 ayat (1) dan (5) UU No. 48 Tahun 2009:

(1) Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.

(5) Peradilan tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai peradilan tata usaha negara adalah UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang diubah pertama dengan UU Nomor 9 Tahun 2004 dan kedua dengan UU Nomor 51 Tahun 2009 (“UU PTUN”), dimana di dalam ketentuan Pasal 53 UU PTUN (UU Nomor 9 Tahun 2004) disebutkan sebagai berikut:

Pasal 53 UU PTUN:

(1) Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.

(2) Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

4. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 UU PTUN (UU Nomor 51 Tahun 2009, yang dimaksud: Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

5. Bahwa Tergugat tidak memahami atau setidaknya kurang cermat dalam membaca gugatan Para Penggugat, dimana materi pokok gugatan Para Penggugat adalah tentang rangkaian perbuatan Tergugat berupa kebohongan-kebohongan yang dilakukan Tergugat pada saat masih berada di Surakarta, sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta, dan Calon Presiden Indonesia yang menurut Para Penggugat adalah perbuatan melawan hukum, dan oleh karenanya bukan tentang Keputusan Tata Usaha Negara dan bukan pula menggugat Tergugat dalam kedudukan sebagai Pejabat Tata Usaha Negara;

6. Bahwa di dalam gugatan Para Penggugat tidak ada satupun disebutkan objek gugatan berupa Surat Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang bersifat konkret, individual, dan final, sehingga pemahaman Tergugat di dalam eksepsinya tersebut sungguh sangat keliru dan tidak cermat;

7. Bahwa pokok gugatan Para Penggugat adalah janji-janji yang diucapkan oleh Tergugat bukan dalam kapasitas atau kedudukannya sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, melainkan sebagai pribadi Calon Gubernur DKI Jakarta dan Calon Presiden Republik Indonesia;

8. Bahwa dengan demikian, dalil eksepsi Tergugat tentang kompentesi absolut a quo tidak tepat dan karenanya harus dikesampingkan dan dinyatakan tidak dapat diterima.

V. Jawaban atas Eksepsi tentang Gugatan Para Penggugat Kurang Pihak

1. Bahwa eksepsi Tergugat tentang gugatan kurang pihak adalah tidak benar dan tidak berdasarkan hukum;

2. Bahwa perlu ditegaskan berkali-kali, gugatan yang diajukan Para Penggugat tidak terkait dengan fungsi lembaga kenegaraan seperti DPR, DPRD DKI Jakarta, dan lembaga pemerintahan lainnya, karena yang digugat Para Penggugat adalah pribadi Tergugat;

3. Bahwa pokok gugatan adalah janji-janji bohong yang diucapkan oleh Tergugat bukan dalam kapasitas sebagai Pejabat melainkan sebagai pribadi Calon Gubernur DKI Jakarta dan Calon Presiden Republik Indonesia;

4. Bahwa berdasarkan Kaidah Yurisprudensi: 305 K/Sip/1971 yang menyebutkan: “Penggugat berhak atau memiliki kewenangan untuk menentukan subjek hukum yang hendak digugatnya. Dalam asas Hukum Acara Perdata, hanya Penggugat yang berwenang untuk menentukan siapa yang akan digugatnya sebagai Tergugat di Pengadilan”, maka dengan demikian tidak ada kaitan maupun kewajiban Para Penggugat untuk mendudukkan pihak-pihak lainnya di dalam perkara ini; 5. Bahwa dengan demikian, dalil eksepsi Tergugat tentang gugatan Para Penggugat kurang pihak adalah tidak tepat, dan karenanya harus dikesampingkan dan dinyatakan tidak dapat diterima.

VI. Jawaban atas Eksepsi tentang Lembaga Yudisial tidak berwenang mengadili gugatan Para Penggugat

1. Bahwa eksepsi Tergugat tentang Lembaga Yudisial tidak berwenang mengadili gugatan Para Penggugat adalah tidak tepat dan tidak berdasarkan hukum;

2. Bahwa Tergugat sekali lagi telah keliru dalam memahami dan membaca gugatan Para Penggugat, dimana yang diuraikan dalam gugatan Para Penggugat adalah tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat. Sekalipun pokok gugatan tentang wanprestasi (ingkar janji), hal ini pun masuk dalam kompetensi absolut Pengadilan Negeri;

3. Bahwa yang menjadi pokok perkara bukan janji politik, melainkan rangkaian perbuatan bohong yang dilakukan oleh Tergugat ketika menjadi Calon Gubernur DKI Jakarta dan Calon Presiden Republik Indonesia, dimana rangkaian perbuatan bohong tersebut adalah perbuatan yang masuk dalam kualifikasi perbuatan melawan hukum berdasarkan hukum perdata;

4. Bahwa gugatan in litis adalah bukan tentang sengketa Pemilu atau kecurangan Pemilu melainkan rangkaian perbuatan bohong yang dilakukan oleh Tergugat secara berulang dan terus menerus; 5. Bahwa dengan demikian, eksepsi Tergugat tentang Lembaga Yudisial tidak berwenang mengadili gugatan Para Penggugat, tidak tepat dan karenanya harus dikesampingkan dan dinyatakan tidak dapat diterima.

DALAM POKOK PERKARA

1. Bahwa dalil-dalil yang Para Penggugat uraikan di dalam gugatan dan di bagian “Dalam Eksepsi” digunakan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari dalil-dalil Para Penggugat di dalam bagian ini;

2. Bahwa dalil-dalil Para Penggugat di dalam gugatannya yang tidak dibantah oleh Tergugat di dalam Jawabannya, mohon dianggap sebagai pengakuan tegas dan tidak terbantahkan dari Tergugat;

3. Bahwa di dalam jawabannya huruf A, Tergugatlah yang salah menafsirkan maksud dari gugatan Para Penggugat, dimana gugatan in litis bukan tentang janji politik, melainkan rangkaian perbuatan bohong yang dilakukan oleh Tergugat secara berulang dan terus-menerus melalui instrument ketatanegaraan ketika Tergugat menjadi Calon Gubernur DKI Jakarta dan Calon Presiden Republik Indonesia, dimana perbuatan bohong tersebut adalah perbuatan yang masuk dalam kualifikasi perbuatan melawan hukum berdasarkan hukum perdata;

4. Bahwa oleh karena pokok gugatan Para Penggugat adalah tentang perbuatan melawan hukum, sehingga tidak ada kaitan dengan perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata dan tidak ada hubungan dengan asas kebebasan berkontrak, karena yang menjadi landasan hukum gugatan Para Penggugat adalah Pasal 1365 KUHPerdata;

5. Bahwa jawaban Tergugat terkait Mobil Esemka sama sekali tidak menjawab pokok gugatan Para Penggugat. Dalil dalam pokok gugatan Para Penggugat terkait mobil esemka adalah tentang sudah adanya pesanan 6.000 unit Mobil Esemka yang ternyata hingga gugatan ini berjalan tidak ada wujudnya;

6. Bahwa justru melalui jawabannya, Tergugat mengakui dengan secara tegas dan tidak terbantahkan bahwa pesanan 6.000 unit mobil esemka tersebut tidak terealisasi alias tidak ada wujudnya, dengan demikian maka terbuktilah kebohongan sebagaimana dalam pokok gugatan a quo;

7. Bahwa rangkaian kebohongan merupakan ciri orang munafik sebagaimana Hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari sebagai berikut:

آيَة الْمُنَافِق ثَلََثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اُؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu (1) ketika berbicara ia dusta, (2) ketika berjanji ia mengingkari, dan (3) ketika ia diberi amanat ia berkhianat).

8. Bahwa Para Penggugat tidak sependapat dengan jawaban Tergugat yang menyatakan Para Penggugat tidak dapat menunjukkan kerugian nyata akibat kebohongan Tergugat, dimana kerugian nyata Para Penggugat telah diuraikan secara jelas dan lengkap di dalam gugatan adalah namun tidak terbatas dalam bentuk peningkatan beban utang negara yang terus menggunung dan berdampak pada peningkatan beban pajak yang ditanggung oleh setiap warga negara Indonesia, termasuk Para Penggugat.

Berdasarkan data dan dokumen dari berbagai sumber, utang luar negeri saat Tergugat berkuasa justru semakin meningkat dan terbesar sepanjang sejarah Republik Indonesia berdiri;

9. Bahwa Tergugat berkali-kali tidak jeli dan cermat dalam memahami pokok gugatan, karena pokok gugatan a quo bukan terkait kontrak hukum sebagaimana Pasal 1320KUHPerdata melainkan terkait rangkaian kebohongan yang dilakukan oleh Tergugat yang telah menimbulkan kerugian hukum terhadap rakyat Indonesia termasuk Para Penggugat;

10. Bahwa terhadap dalil Tergugat tentang keputusan maju menjadi Calon Presiden adalah hak konstitusional Tergugat seharusnya dilengkapi dengan kalimat bahwa hak konstitusional tersebut tidak disalahgunakan untuk membohongi rakyat;

11. Bahwa terhadap dalil Tergugat yang menyatakan tidak ada kerugian nyata yang dialami Tergugat, maka Para Penggugat menolak dan tidak sependapat dimana kerugian nyata tersebut dapat dibuktikan dengan pajak-pajak yang meningkat di antaranya Pajak Pertambahan Nilai (PNN), harga barang yang semakin mahal, beban utang yang harus ditanggung rakyat termasuk Para Penggugat yang menurut perhitungan ahli diperkirakan bila hutang tersebut dibagi per-jiwa rakyat Indonesia menanggung utang sekitar Rp28.690.000 (dua puluh delapan juta enam ratus sembilan puluh ribu rupiah);

12. Bahwa jawaban Tergugat terkait dengan visi misi, janji-janji, buyback indosat, swasembada pangan, utang luar negeri, mobil esemka, banjir dan kemacetan Jakarta, justru membuktikan bahwa Tergugat mengakui pokok gugatan;

13. Bahwa jawaban Tergugat huruf B angka 1 sampai dengan angka 8, secara tegas mengakui rangkaian kebohongan yang dilakukan oleh Tergugat;

14. Bahwa menurut KBBI pengertian kata “janji” adalah “ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat (seperti hendak memberi, menolong, datang, bertemu)”, sementara kata “bohong” adalah “tidak sesuai dengan hal (keadaan dan sebagainya) yang sebenarnya; dusta” dan “kebohongan” adalah “perihal bohong; sesuatu yang bohong”.

Bahwa pokok gugatan in litis adalah tentang rangkaian kebohongan, yang berarti menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya bukan tentang janji yang berupa ucapan tentang kesediaan atau kesanggupan untuk berbuat.

Salah satu pokok gugatan adalah tentang pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan (kebohongan) bahwa sudah ada pesanan 6.000 unit mobil Esemka, padahal kenyataannya tidak ada.

Bahwa ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat akan tetapi tidak ada upaya-upaya untuk merealisasikan, dan tidak diwujudkan dalam bentuk rencana, design, serta tidak dilaksanakan, maka itu merupakan kesengajaan untuk melakukan kebohongan;

15. Bahwa jika negara Indonesia diatur oleh orang yang tidak mementingkan moralitas dan menganggap janji politik tidak dapat dipertanggungjawabkan, maka rusaklah tatanan bernegara ini, sehingga harus dikoreksi salah satunya melalui gugatan in litis;

16. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, terbukti bahwa Tergugat adalah sejak awal sudah berniat untuk berbohong, yang dibuktikan dengan tidak adanya pokok gugatan yang mampu dibantah oleh Tergugat, dengan demikian rangkaian kebohongan yang dilakukan Tergugat sejak awal memang ditujukan untuk menipu rakyat Indonesia;

17. Bahwa dengan demikian, seluruh dalil jawaban Tergugat dalam Pokok Perkara tidak beralasan hukum dan hanya mengada-ngada sehingga haruslah dinyatakan ditolak seluruhnya atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima; DALAM REKONVENSI

1. Bahwa seluruh dalil-dalil gugatan dan Replik Para Penggugat/ Tergugat Rekonvensi mohon untuk dijadikan satu kesatuan yang tidak terpisahkan selama berhubungan dengan gugatan Rekonvensi ini;

2. Bahwa Para Penggugat/ Tergugat Rekonvensi secara tegas dan lugas menolak dan membantah seluruh dalil-dalil yang dikemukakan Tergugat/ Penggugat Rekonvensi dalam gugatan rekonvensinya, kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya;

3. Bahwa seluruh dalil yang diuraikan Para Penggugat/ Tergugat Rekonvensi di dalam gugatannya bukan sebuah asumsi melainkan sebuah kenyataan yang tidak dapat dibantah, sehingga tidak dapat dikualifikasikan sebagai pembunuhan karakter dan fitnah;

4. Bahwa dengan demikian, dalil gugatan rekonvensi Tergugat/ Penggugat Rekonvensi tersebut tidak terbukti sebagai perbuatan melawan hukum, sehingga harus dinyatakan ditolak untuk seluruhnya.

KESIMPULAN REPLIK

Berdasarkan seluruh uraian Replik Para Penggugat tersebut di atas, maka kesimpulan Para Penggugat terhadap jawaban dan gugatan rekonvensi Tergugat adalah sebagai berikut:

Dalam Eksepsi:

1. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang mengadili perkara a quo baik secara absolut, maupun secara relatif;

2. Seluruh eksepsi Tergugat tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard).

Dalam Pokok Perkara:

1. Tergugat telah secara nyata mengakui seluruh dalil Penggugat dalam gugatannya;

2. Tergugat terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum berupa rangkaian kebohongan;

3. Mengabulkan seluruh gugatan Para Penggugat.

Dalam Rekonvensi:

1. Menolak seluruh gugatan rekonvensi Tergugat/ Penggugat Rekonvensi;

Demikian Replik ini diajukan. Atas perhatian Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat cq. Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara a quo, Para Penggugat mengucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Kuasa Hukum Para Penggugat,

AZIZ YANUAR P, S.H., M.H.

M. HARIADI NASUTION, S.H., M.H., CLA.

ACHMAD ARDIANSYAH, S.H.

HERI ARYANTO, S.H., M.H.

WISNU RAKADITA, S.H., M.H.

ANN NOOR QUMAR, S.H.

HUJJATUL BAIHAQI H, S.H.

DEDE AGUNG WARDHANA, S.H.

DWI HERIADI, S.H.

SUMADI ATMADJA, S.H., M.H.

REYNALDI SYAHPUTRA, S.H.

DIVING SAFNI, S.H.