RADJIKIN A LATIEF, HIDUPNYA DIHABISKAN UNTUK MENGABDI DI JASINDO, DI USIA SENJA MALAH DIZALIMI

 



Jum'at, 28 Februari 2025

Faktakini.info

*RADJIKIN A LATIEF, HIDUPNYA DIHABISKAN UNTUK MENGABDI DI JASINDO, DI USIA SENJA MALAH DIZALIMI*

Oleh: *Ahmad Khozinudin, S.H.*

Advokat 

Namanya Radjikin A. Latief, usianya 77 tahun. Sudah kakek-kakek memang. Selama ini, seluruh hidupnya sudah dihabiskan untuk bekerja dan mengabdi di PT Asuransi Jasa Indonesia (JASINDO).

Saat di Pontianak, dia dipindah tugaskan ke Jakarta. Tak ada tempat tinggal, perusahaan menyediakan rumah yang tak layak untuk tinggal.

Karena tak ada tempat tinggal lain, Radjikin A Latief muda menempati rumah di Komplek Karyawan JASINDO, JL MAMPANG PRAPATAN, VIII/13-6, RT/RW 001/002, Kelurahan Tegal Parang, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Karena tempat tak layak, Radjikin mulai merenovasi rumah agar lebih layak. Radjikin juga semangat untuk merenovasi, karena perusahaan menjanjikan karyawan bisa membeli rumah tersebut dengan nilai separuh harga.

Sejumlah karyawan Jasindo teman Radjikin sudah mendapatkan hak atas rumah tersebut, dengan membeli separuh harga. Tapi permohonan Radjikin untuk membeli rumah, tak ditanggapi perusahaan.

Hingga perusahaan meminta Radjikin mengosongkan rumah. Radjikin menolak, karena memiliki hak untuk membeli rumah tersebut.

Satu Perusahaan menggugat Radjikin secara perdata agar mengosongkan rumah yang puluhan tahun ditinggali Radjikin. Perkara tersebut diputus dengan putusan nomor: 1055/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Sel, amar putusannya: tidak dapat diterima (NO). Terhadap perkara ini, tidak pernah diajukan upaya hukum banding dalam tenggang waktu sebagaimana diatur dalam undang-undang, oleh karenanya putusan nomor: 1055/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Sel berkekuatan hukum tetap ((inkracht van gewijsde). 

Tak bisa mengosongkan rumah dengan gugatan perdata, perusahaan mengkriminalisasi Radjikin A Latief dengan melaporkan ke polisi. Alasannya, menempati rumah tanpa hak. Padahal, rumah itu diberikan hak untuk ditempati oleh perusahaan, karena Radjikin adalah karyawan Jasindo.

Radjikin akhirnya divonis bersalah, namun hanya dihukum percobaan. Hakim nampak tak yakin, sehingga hanya menghukum percobaan, tak perlu masuk penjara.

Putusan pidana Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 2146/Pid.B/2008/PN.Jkt.Sel yang juga telah berkekuatan hukum tetap, adalah putusan pidana yang telah selesai dijalani dan amarnya tidak pernah memuat perintah mengosongkan rumah/bangunan yang saat ini ditinggali Radjikin A Latief.

Kasus mereda. Namun, Radjikin A Latief berusaha terus mengupayakan hak untuk membeli rumah tersebut. Radjikin mendatangi sejumlah institusi, termasuk DPRD dan Dinas Perumahan DKI Jakarta. Hasilnya: Radjikin menawarkan membeli separuh harga rumah sesuai NJOP, yang nilainya 1,4 miliar. Sehingga, Radjikin membayar separuhnya yaitu 700 juta.

Tak juga ditanggapi JASINDO, Radjikin MENGADU ke Komnas HAM R.I. Mediasi buntu, karena perusahaan tak menjual dan menawarkan kompensasi untuk mengosongkan rumah dengan uang senilai 400 juta. Radjikin tetap ingin membeli rumah tersebut 700 juta.

Tanggal 31 Desember 2024, Komnas HAM menghentikan mediasi karena para pihak tidak menemukan titik solusi. Komnas HAM menyarankan untuk mengambil upaya hukum lebih lanjut.

Tapi sayangnya, alih-alih mengambil upaya hukum, pihak Jasindo pada Kamis tanggal 27 Februari 2025 malah melakukan upaya eksekusi tanpa perintah pengadilan, tanpa ANMANING dari pengadilan. Tak ada juru sita yang hadir dalam proses tersebut.

Jasindo merasa pemilik negara, mengerahkan aparat Kelurahan, Satpol PP, Polisi dan TNI, untuk mengawal eksekusi paksa tanpa perintah pengadilan. Dalihnya, menggunakan putusan Pidana yang tak ada kaitannya dengan sengketa hak keperdataan.

Eksekusi gaya preman ini, begitu telanjang dilakukan oleh JASINDO. Aparat tanpa malu, mendukung eksekusi yang melawan hukum ini, tanpa perintah pengadilan.

Padahal, penulis selaku kuasa hukum telah mengirimkan surat bahwa tidak boleh ada eksekusi pengosongan rumah tanpa perintah dari putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Saat eksekusi, Penulis juga sudah memperingatkan tindakan tersebut melanggar hukum. Tapi argumentasi penulis diabaikan.

Apakah, sudah tidak ada lagi hukum di negara ini? Apakah, hukum rimba yang berlaku di negara ini? Apakah, Negara akan membiarkan praktik main hakim sendiri yang dilakukan Jasindo, dengan melakukan eksekusi gaya preman, tanpa ANMANING, tanpa perintah dari pengadilan? [].