THE MYTH OF PRABOWO
Rabu, 12 Februari 2025
Faktakini.info
THE MYTH OF PRABOWO
by M Rizal Fadillah
Memandang manusia termasuk pemimpin harus proporsional, ada kelebihan adapula kekurangan. Membuat mitos adalah kebodohan dan dapat terjebak pada penglihatan yang kabur. Tidak ada yang sempurna kecuali Nabi. Imam dalam kegiatan ritual saja bisa khilaf atau lupa bahkan salah. Jadi standardnya pada aspek ketuhanan, moral, amanah, dan keahlian.
Konsep yang dinarasikan tertulis atau dipidatokan harus dilaksanakan semaksimal mungkin. Upayanya harus nyata. Jika dia muslim maka tentu mengetahui bahwa Tuhan benci dan marah pada orang yang cuma bisa bicara tapi tidak ada bukti kerja (QS Ash Shaff 3) dan nanti akan dikabarkan bukan yang direncanakan tetapi dikerjakan atau diamalkan (QS Al Hasyr 18).
Mitos adalah pendewaan atas penilaian kapasitas berlebihan pada seseorang atau benda. Kadang tidak terjangkau oleh cerapan indera. Dianggap benar padahal tidak berbukti. Bukan hanya di dunia supranatural mitos itu muncul, yang berbau sains pun ada misal tangan berkeringat tanda sakit jantung, makan biji jambu menyebabkan usus buntu, atau apel jatuh ke kepala karena gravitasi.
Pada diri Presiden Prabowo juga melekat myth atau mitos. Misalnya tidak berpisah dengan Jokowi adalah strategi, semua yang tidak dimengerti masyarakat termasuk tidak memasalahkan kecacatan Gibran juga strategi. Mitos Prabowo itu ahli strategi membuat semua tindakan Prabowo menjadi benar. Kepercayaan dibangun atas dasar bahwa kita belum memahami strategi Prabowo.
Mitos lain adalah Prabowo itu timbul tenggelam bersama rakyat, siap mati demi rakyat, artinya kebijakan yang diambil selalu berorientasi pada kepentingan rakyat, sehingga pemihakan pada oligarki pun dimaklumi demi rakyat juga. Tidak konsisten dalam penegakan hukum difahami sebagai tahapan untuk menjaga kondusivitas rakyat. Dibangun mitos bahwa Prabowo adalah Presiden cinta rakyat.
Mitos ketiga adalah Prabowo itu figur yang ulet atau gigih. Berkali-kali maju sebagai kandidat Presiden dan gagal, tidak menyurutkan tekad untuk terus menjadi Presiden. Dengan bantuan dan merapat pada Jokowi akhirnya jadilah Prabowo sebagai Presiden. Tentu Jokowi harus dilindungi tidak boleh dikuyu-kuyu. Gigih pula dalam melawan peng-kuyu kuyu Jokowi.
Namanya mitos dipercaya tanpa kajian kritis atau pengujian. Tidak peduli bahwa membela Jokowi habis-habisan itu jahat dan melawan kehendak rakyat. Strategi, kilahnya. Berkongsi dengan RRC atau naga juga disebut demi rakyat, padahal rakyat menderita akibat tergusur dan terjajah oleh naga kuning itu. Sesungguhnya bukan gigih atau ulet dalam menangnya Prabowo, tetapi frustrasi berkompetisi dengan cara jujur dan elegan. Curang pun oke bersama sang guru politik yang bernama Jokowi.
The myth bukan demit, tetapi membangun politik mitos adalah pembodohan nyata bagi rakyat. Pencerahan atau pencerdasan menjadi tuntutan agar Indonesia memiliki sumber daya manusia yang maju dan unggul. The myth of Prabowo harus dieliminasi dan diganti dengan politik yang lebih rasional. Prabowo jangan mengeksploiasi kepalsuan strategi, kerakyatan dan kegigihan.
Kita butuh pemimpin yang transparan, jujur, adil, berperasaan, dan menggembirakan rakyat semesta. Bukan pemimpin yang gemar memanipulasi narasi untuk kepentingan pribadi dan kroni.
Cukuplah politik mitos itu hanya pada Jokowi dan tidak pada Prabowo. Bila sama saja, maka the myth of Prabowo akan bergeser menjadi dedemit Prabowo.
Murid Jokowi sang raja dedemit dari Solo.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 12 Februari 2025