Wajar Edy Mulyadi Sumpahi Jokowi?

 



Selasa, 11 Februari 2025

Faktakini.info

Wajar Edy Mulyadi Sumpahi Jokowi?

Damai Hari Lubis

Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)  

Sahabat penulis Edy Mulyadi seorang aktivis dan Jurnalis atau tepatnya Jurnalis Aktivis, seorang wartawan senior gusar kesal.dan marah, gara-gara rezim Jokowi melalui para penegak hukumnya, mulai dari Penyidik dan Penuntut Umum bahkan majelis hakim tangan kanan Tuhan di muka bumi yang kesemuanya seakan berlomba "berlidah panjang" terhadap rezim dibawah komando Jokowi, seolah berlomba untuk memenjarakan dirinya dengan sewenang-wenang tanpa hiraukan asas presumption of innocent (sesuai KUHAP) serta hak Edy sebagai hak individual masyarakat untuk mengkritisi penguasa atau pejabat publik pemerintahan, 

sebagai bagian daripada hak setiap orang baik secara sendiri-sendiri maupun kelompok untuk menyampaikan pendapat dan hak peran serta masyarakat yang dimintakan oleh sistim hukum dan perundang-undangan, lalu sekonyong-konyong penguasa penegak hukum sepakat menggunakan pasal "rekomendasi ngasal" untuk menjerat dan menuntut lalu memvonis penjara Edy.

Kemudian pada kenyataan saat ini IKN yang di protes kepindahannya oleh Edy melalui satire, (seni bahasa) sebagai area yang menyerupai tempat "jin buang anak" yang implikasinya Edy dipenjara, selam 7 bulan 15 hari, dengan ancaman tuntutan 4 tahun penjara, namun pernyataan model kias yang disampaikan oleh Edy yang berakibat dipenjara, justru diucapkan oleh Jokowi melalui pernyataannya "IKN jangan sampai menjadi kota hantu" namun pihak penyidik berlaku anomali tindakan hukum, para penegak hukum tidak menghiraukan perkataan Jokowi, karena satire Jokowi tentang, "Kota Hantu" identik dengan para jin ? penegakan hukum tranparansi kontradiktif pilih tebang tidak equal (keberpihakan), bahkan IKN tempat jin buang anak tersebut info A 1 sudah di stop pembagunannya oleh penguasa Kabinet Merah Putih/ KMP dibawah pimpinan Presiden RI Prabowo, 

karena Projek pembangunan IKN dihentikan tanpa batas waktu yang ditentukan, alias batal pembangunannya. Sehingga menyisakan kerugian uang negara belasan triliun sia-sia akibat projek agenda Jokowi yang sekedar ego-nya coba-coba memindahkan Ibu Kota Negara RI dari Jakarta ke Penajam, Kalimantan Timur dengan konsep yang tak jelasan atau sulit tuk dinyatakan ilmiah, _lalu bisa jadi Istana (IKN) yang dihentikan tanpa berkelanjutan serius bakal menjadi kota hantu (para jin) sekaligus tempat jin buang anak hasil perselingkuhan antar jin?_

Maka wajar sekalipun Edy Mulyadi sumpah serapah terhadap pola kepemimpinan Jokowi dan terhadap sosok Jokowi yang pernah disebut "Raja Bohong" dan terduga publik berijazah S.1 palsu dari UGM, namun imun terhadap tuntutan hukum sampai saat ini, terhadap semua temuan perilaku "kriminal" yang Jokowi banyak lakukan (obstruksi, nepotisme, pembiaran, kriminilisasi dan atau disobidient) terhadap hukum yang seharusnya ditegakkan (law enforcement) 

Maka secara hukum, memang semestinya demi efek jera terhadap pola kepemimpinan dan karakteristik model sosok Jokowi yang multi dugaan dengan jenis berbagai perilaku yang melanggar sistim hukum, bahkan diantaranya dapat dikategorikan sebagai patut diduga ada indikasi unsur-unsur perilaku makar/ aanslag melalui temuan adanya faktor kesengajaan melalui perbuatan telah diterbitkannya HGB dan SHM diatas laut (kedaulatan negara) dan kebijakan HGU 190 tahun bagi WNA. "Setidak-tidaknya HGB, SHM dan HGU perlu kejelasan pertanggungjawabannya secara hukum".

Dan pointer-nya, masyarakat bangsa ini banyak yang berharap atas perilaku Jokowi selama 10 tahun masa kepemimpinannya, untuk segera diproses hukum oleh para penegak hukum di era KMP bahkan publik ada yang berpendapat sebaiknya proses hukum terhadap Jokowi merupakan agenda proyek percontohan penegakan hukum nasional untuk sosok pemimpin yang "moral hazard" agar berakhir dipenjara, dalam kerangka memenuhi fungsi hukum demi kepastian, manfaat (efek jera) bagi para pemimpin kemudian atau akan datang agar tidak berperilaku identik tipikal Jokowi dan semata demi keadilan yang wajib ditegakkan.