MENANTI KINERJA GERCEP PROPAM MABES POLRI MEMPROSES AKP YAN HENDRA, TANPA HARUS MENUNGGU 'BAYAR-BAYAR' POLISI

 


Jum'at, 21 Maret 2025

Faktakini.info

MENANTI KINERJA GERCEP PROPAM MABES POLRI MEMPROSES AKP YAN HENDRA, TANPA HARUS MENUNGGU 'BAYAR-BAYAR' POLISI

Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)

Hari ini (Jum'at, 21/3), penulis mendapatkan info dari Rekan Gufroni dari LBH AP Muhammadiyah, bahwa pihaknya telah melaporkan AKP Yan Hendra selaku Penyidik Unit HARDA III Polres Tangerang, ke Divisi Propam Mabes Polri. Laporan berisi tentang dugaan ketidakprofesionalan AKP YAN HENDRA terkait kasus perampasan tanah milik H. Fuad seluas 200 Ha oleh PIK-2.

Laporan ini diterima Propam Mabes Polri dengan Nomor: SPSP2/001389/III/2025/BAGYANDUAN, tanggal 19 Maret 2025. Laporan ini dibuat, sebagai tindak lanjut komitmen dalam acara buka puasa di kantor PP Muhammadiyah yang penulis hadiri, beberapa waktu lalu.

Cerita ringkasnya demikian:

H. Fuad adalah pemilik tanah 200 ha di Tangerang, ditawar oleh Agung Sedayu Group untuk dijual. Karena ingin membela petani dan petembak, juga pemilik lahan lainnya, maka H. Fuad menolak menjual tanahnya.

Lalu, H. Fuad dikriminalisasi dengan Pasal 263 KUHP dan Pasal 266 KUHP (pasal yang lazim digunakan untuk mengkriminalisasi dalam kasus mafia tanah). Akhirnya, H. Fuad di tahan Polisi.

Dalam proses penahanan, H. Fuad masih kekeuh enggan menjual. Hingga jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit.

Dalam keadaan sakit dan berstatus tahanan itulah, anak H. Fuad minta ayahnya untuk mengalah, dan menjual tanahnya. Akhirnya, H. Fuad mengalah, menjual dan menyerahkan sejumlah sertifikat dihadapan AKP Yan Hendra, pada 13 April 2024 lalu, dengan janji Ali Hanafiah Lijaya orangnya AGUAN, paling lambat 3 bulan dilunasi. Sampai hari ini tanah itu tidak dibayar.

AKP Yan Hendra menjanjikan kasusnya akan dihentikan saat sudah menjual tanahnya. AKP Yan Hendra juga turut mendampingi saat penandatanganan pelepasan hak. Saat penyerahan sejumlah sertifikat, tanpa tanda terima, tanpa AJB.

Nah, perilaku AKP Yan Hendra yang menjanjikan akan menghentikan penyidikan jika terlapor (H. Fuad) menjual tanahnya, yang menjadi materi laporan ke Propam. Kehadiran AKP Yan Hendra, yang tidak ada kewenangan dalam transaksi jual-beli atau pengalihan hak, juga yang dipersoalkan.

Apa urusannya Polisi hadir dalam proses pengalihan hak dan sertifikat, kalau bukan bagian dari jongos Aguan untuk mengintimidasi agar H. Fuad menjual tanahnya kepada Agung Sedayu Group? Sejak kapan, tupoksi Polisi ngurusin proses pengalihan hak? Bukankah itu tugas Notaris?

Kita semua, tentu ingin kasus ini segera ditangani. Jangan sampai ada kesan, polisi menunggu 'dibayar' baru perkara ditangani.

Kasus ini, mengkonfirmasi bahwa kasus perampasan tanah rakyat Banten yang dilakukan Aguan dan anak buahnya, memanfaatkan aparat kepolisian. Sangat menyakitkan, polisi digaji dari pajak rakyat, tapi bekerja untuk kepentingan Aguan.

Mari kontrol kasus ini. Agar seluruh pihak yang terlibat dalam kezaliman perampasan tanah rakyat Banten bisa diseret ke penjara. Sanksi bagi polisi JONGOS Aguan, bukan hanya dipecat, tapi juga harus dipenjara. [].