Rasisme Kejawen dan Kesundan yg dibalas sikap Anti Jawa
Sabtu, 12 April 2025
Faktakini.info
Subagyo Salip Abdurahman
Rasisme Kejawen dan Kesundan yg dibalas sikap Anti Jawa.
Orang-orang seperti Imaduddin Usman, Fuad Plered, Allawi, Abbas Buntet, dan Nur Ihya' Salafy, menjadi pioner perlawanan terhadap WNI keturunan Arab Yaman di Indonesia yakni kaum Ba'alawi. Itu artinya menjadi problem dan soal rasisme.
Saking ngebetnya, utk menjustifikasi pendapatnya tentang Ba'alawi, sampai-sampai Imad meremehkan Kyai Hasyim Asy'ari (yg punya guru ulama Ba'alawi) dengan kata-kata, "Mbah Hasyim Asy'ari malas baca kitab nasab, karena kitab nasab itu atos."
Saking bencinya, sampai-sampai Fuad Plered menjuluki Sayyid Idrus bin Salim al Jufrie almarhum sebagai "monyet" dan "pengkhianat." Padahal jika dihitung jasanya utk masyarakat, ya Fuad Plered dan golongannya itu gak ada apa-apanya dibandingkan Sayyid Idrus bin Salim.
Dengan mempergunakan analisis alakadarnya mengenai DNA dan nasab serta sejarah yg sesat, pendapat orang-orang ini lalu dipakai untuk bahan agitasi, "Usir kaum Yaman antek Belanda dari Nusantara!" Propaganda itu menyatukan golongan rasis anti Arab yg terdiri dari orang-orang Kejawen (meski tdk semuanya) dan kaum muslim anti Arab dengan seruan yg serupa. Tentu saja itu merupakan gelombang kebodohan yg lumayan parah di zaman Indonesia modern, yg telah 79 tahun berusaha membangun persatuan.
Kesalahan-kesalahan individual beberapa orang habib dijadikan alasan menyalahkan seluruh klan sebuah etnis yg sudah menjadi bagian dari bangsa Indonesia, yg dalam sejarahnya mereka juga telah turut berjuang untuk Indonesia. Tapi itu untungnya tidak dibalas dg pertanyaan, "Berapa banyak orang Jawa yang mengabdi kepada penjajah Belanda? Lebih banyak mana jika dibandingkan antara orang Jawa dg suku lain, yg jadi antek penjajah?"
Saya perhatikan, rasisme orang Jawa dan Sunda terhadap Ba'alawi itu mulai dibalas dg sikap "anti Jawa" oleh orang-orang muslim luar Jawa di medsos. Karena memang propaganda anti Ba'alawi itu pusatnya di Jawa dan ramainya di Jawa.
Mereka mulai mengeluarkan statemen-statemen yg mengecam proyek transmigrasi dari zaman Orde Lama. Jawa mereka plesetkan jadi jawir. Mereka mulai mencari-cari kesalahan orang Jawa transmigran yg dituduh "tidak mau menghormati adat dan budaya setempat, dg tdk mau menggunakan bahasa daerah setempat."
Mereka mulai merendahkan bangsa Jawa sebagai balasan, karena yg dilihatnya orang Jawa merasa paling tinggi kedudukannya di Nusantara dg melihat bagaimana orang-orang Jawa dan Sunda melecehkan martabat para guru agama (Islam) dari golongan Ba'alawi yg mereka hormati.
Di umur saya yg makin tua ini tentu saya prihatin melihat perpecahan yg makin absurd itu. Mengapa pendidikan tidak berhasil membuat mereka pintar, tapi malah terjebak dalam kebodohan sekterian? Itu menjadi virus yg mengkhawatirkan.
Saya jadi ingat kata seorang temanku. Bosnya konglomerat. Saat isterinya dihina di medsos, si penghina langsung ditangkap polisi. Tapi ini ada praktik rasistik yg mulai meluas, tapi kok tidak ada tindakan hukum apapun?
Bagaimana ini Pak Prabowo Subianto? Adakah asing yg mendanai kaum rasis yg leluasa itu? Sehingga Indonesia akan beneran bubar, tinggal omon omon dlm kenangan sejarah?