TPUA akan berdiri teguh diantara 4 Orang Aktivis yang akan "diberangus" para pecinta Jokowi
Ahad, 27 April 2025
Faktakini.info
TPUA akan berdiri teguh diantara 4 Orang Aktivis yang akan "diberangus" para pecinta Jokowi
Damai Hari Lubis Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Selaku koordinator TPUA ( Tim Pembela Ulama dan Aktivis) kami menyampaikan serta memberi keyakinan kepada publik, bahwa kami para Advokat yang ada dalam wadah TPUA (kelompok masyarakat aktivis bentukan Dr. Habib Rizieq Shihab) dengan di Ketuai aktivis muslim Dr. Eggi Sudjana, akan sukarela memberikan advokasi (bantuan hukum) dalam wujud pendampingan dan pembelaan terhadap para aktivis pejuang 'nalar sehat' Rizal Fadillah seorang pengurus TPUA dan Dr. Roy Suryo, Dr. Rismon Hasiholan Sianipar, dan dr Tifa yang valid infonya ke empatnya sama-sama dlaporkan ke Penyidik Polda Metro Jaya.
Laporan tersebut dilayangkan Ketua Pemuda Relawan Nusantara, Andi Kurniawan dan teregister dengan nomor LP/B/978/IV/2025/SPKT/Polres Metro Jakpus/Polda Metro Jaya. Tertanggal 23 April 2025.
Ke-empat aktivis, dilaporkan terkait Pasal 160 dan/atau Pasal 28 ayat (3) Jo Pasal 45A ayat (3) Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2024. Pelapor mengatakan, bahwa laporan dibuat lantaran perbuatan ke empat aktivis telah menimbulkan kegaduhan, di UGM dan Sekitaran Rumah Jokowi di Solo, penyebabnya karena adanya "penyebaran berita hoax tentang ijazah Jokowi Palsu yang dikeluarkan oleh Fakultas Kehutanan Universtas Gajah Mada (UGM)".
Selanjutnya Pelapor mengatakan, bahwa "keaslian ijazah Jokowi sudah terkonfirmasi pihak kampus Universitas Gajah Mada (UGM)".
Terhadap eksistensi laporan, justru kami TPUA menganggap laporan ini ada sisi yang menguntungkan publik bangsa ini, karena Jokowi harus membuktikan asli atau tidaknya ijazah S.1 miliknya kelak dihadapan peradilan di muka umum.
Terlebih khususnya bagi penulis yang bersama kedua anggota civitas aktivis TPUA yang menjumpai Jokowi (Kurnia Tri Royani, dan Rizal Fadillah) yang langsung tatap muka dirumahnya di Solo, ketika ingin mengkonfirmasi terkait Ijazah asli miliknya, yang kami duga palsu, sebelum melihàt bukti keberadaan Ijazah asli S.1 Jokowi secara jelas dan kasat mata, namun ternyata Jokowi menolaknya, dengan alasan akan memperlihatkan ijazah asli miliknya, andai permintaan itu datangnya dari pengadilan.
Maka dengan adanya laporan terhadap ke 4 orang aktivis ini, menjadikan peluang emas bagi publik umumnya, terlebih dalam pertemuan kami bertiga sebagai delegasi TPUA sempat terheran-heran sejenak, namun akhirnya justru bertambah yakin ijazah Jokowi adalah palsu, *_oleh sebab pernyataan Jokowi langsung dihadapan kami, saat kami bertiga mengunjungi rumahnya (Rabu, 16 April 2025), Jokowi sempat mengatakan tanpa ragu, "saya bingung, kok hanya S.1 saja dipermasàlahkan, bukan S.2 atau S. 3"._*
Selanjutnya atas statemen langsung pelapor, terkait alasan yang medasari laporan karena adanya "penyebaran berita hoax tentang ijazah Jokowi Palsu yang dikeluarkan oleh Fakultas Kehutanan Universtas Gajah Mada (UGM)". Maka moga-moga saja pihak kepolisian Polda Metro Jaya, sebelum melaksanakan fungsi tugas dan kewenangannya memeriksa para terlapor lebih dulu melakukan uji forensik digital oleh para ahli melalui proses laboratorium digital forensik dan hasilnya, diharapkan berbuah bukti keberadaan Ijazah S.1 Jokowi asli atau palsu. Dan kami berharap laporan tidak berbelok kepada pembuktian yang cukup dan terbatas pada pasal hoaks, atau pasal ujar kebencian dan atau pasal hasut, namun harus menyentuh pembuktian keaslian ijazah melalui hasil labfor digital atas kebenaran keaslian ijazah S.1 Jokowi, juga termasuk catatan akademik atau proses perkuliahan yang Jokowi pernah jalani selama 5 tahun (1980-1985) seperti layak atau umumnya mahasiswa di perguruan tinggi, sehingga berkepastian hukum bagi para aktivis terlapor dan bermanfaat bagi publik terhadap alasan penyidik melanjutkan proses hukum atas dasar laporan si pelapor.
Sebaliknya dari sisi hukum, andai penyidik tidak memperoleh bukti keaslian ijazah melalui laboratorium forensik digital, maka penyidik wajib menghentikan proses perkara, seandainya tanpa mendapatkan bukti, namun tetap melakukan proses hukum, maka perspektif masyarakat hukum serta masyarakat pencahari keadilan akan menuduh Penyidik Polda Metro Jaya telah melakukan praktik konpsirasi kejahatan kepada pelapor dalam bentuk 'keberpihakan serta melakukan praktik kriminilisasi' kepada 4 orang aktivis (para terlapor).